Makan Bergizi Gratis

Di Balik Sukses MBG di Tangsel, Ada Guru yang Kurang Istirahat

Programnya bagus dan anak-anak senang, tapi pelaksanaannya perlu dievaluasi. Yang kerja banyak itu guru, mulai dari hitung rantang,

Penulis: Ikhwana Mutuah Mico | Editor: Joseph Wesly
(TribunTangerang.com/Ikhwana Mutuah Mico)
MAKAN BERGIZI GRATIS- Seorang anak tengah menikmati Makan Bergizi Gratis di salah satu Sekolah di kawasan Tangerang Selatan (Tangsel). Guru berharap agar ada pendamping khusus Program MBG demi mempermudah aktivitas guru. (TribunTangerang.com/Ikhwana Mutuah Mico) 

Laporan Wartawan
TribunTangerang.com, Ikhwana Mutuah Mico

TRIBUNTANGERANG.COM, PONDOK AREN- Program Makan Bergizi Gratis yang diinisiasi pemerintah pusat dan diprakarsai Presiden Prabowo Subianto kini berjalan di beberapa sekolah di Kota Tangerang Selatan.

Pelaksanaan MBG menghadirkan dinamika tersendiri antara niat baik di atas kertas dan realita di lapangan.

Di satu sisi, program ini membawa angin segar bagi anak-anak. Asupan bergizi secara rutin meningkatkan semangat belajar, terlebih bagi siswa dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi. 

Namun di sisi lain, pelaksanaan teknis MBG justru menambah beban baru bagi para guru.

“Programnya bagus dan anak-anak senang, tapi pelaksanaannya perlu dievaluasi. Yang kerja banyak itu guru, mulai dari hitung rantang, atur distribusi, sampai ngurus sisa makanan. Semua tanpa tambahan apa-apa,” ungkap Anton, salah satu guru SD negeri kepada TribunTangerang.com, di wilayah Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Selasa (30/9/2025).

Anton menceritakan, guru tak hanya harus memastikan makanan sampai ke tangan siswa, tapi juga bertanggung jawab mencatat kehadiran makan, mengecek kelayakan makanan, dan bahkan mencicipi jika perlu. 

Belum lagi, lanjut Anton, guru harus menghadapi anak-anak yang menolak makanan karena tidak suka, bukan karena alergi.

Baca juga: Makan Bergizi Gratis Berjalan Sukses di Tangsel tapi Apresiasi untuk Guru Masih Nol

“Fokus kami terpecah. Harusnya ngajar, tapi harus keluar masuk kelas untuk ngurus makanan. Waktu istirahat juga hilang,” tambahnya.

Meski pihak penyedia MBG belakangan mulai terbuka terhadap kritik, misalnya dengan mencantumkan kandungan gizi dan menerima saran menu, ia mewakili para guru berharap perbaikan yang lebih mendasar. Bukan sekadar soal jenis lauk, tapi soal sistem.

Anton berharap MBG ke depan tidak hanya menjadi program pemenuhan gizi, tapi juga contoh pelaksanaan yang adil bagi semua pihak yang terlibat.

“Kalau memang niatnya baik, sistemnya juga harus matang. Jangan sampai anak-anak kenyang, tapi gurunya kelelahan. Semua pihak harus bisa maksimal menjalankan peran masing-masing,” tegas Anton.

Harapan ke depan, perbaikan tidak berhenti di menu makanan, tetapi juga menyentuh tata kelola, distribusi, peran tenaga pendukung, dan apresiasi bagi para guru yang ikut menyukseskan program ini di lapangan. 

Dengan begitu, Anton yakin MBG bisa benar-benar menjadi program yang bergizi bukan hanya bagi anak-anak, tapi juga bagi ekosistem pendidikan secara keseluruhan.

"Harapannya ke depan perbaikannya nggak cuma di menu makanannya aja, tapi juga sistemnya. Mulai dari alur distribusi, tenaga bantu di sekolah, sampai penghargaan buat guru-guru yang dari awal udah bantu jalanin program ini,” tutup Anton. (m30)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved