Vaksinasi Covid19

Kementerian Kesehatan: Bersifat Individual, Vaksin Nusantara Tidak Dapat Dikomersialkan

Vaksin Nusantara, lanjutnya, dapat diakses oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

Penulis: Yaspen Martinus | Editor: Yaspen Martinus
Twitter@BNPB_Indonesia
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi MEpid menegaskan, vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan, lantaran autologus alias bersifat individual. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi MEpid menegaskan, vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan, lantaran autologus alias bersifat individual.

“Sel dendritik bersifat autologus, artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri."

"Sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain."

Baca juga: Yahya Waloni dan Muhammad Kece Ditangkap, Ketum PA 212: Siapapun Tidak Boleh Menistakan Agama

"Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,” ujar dr Nadia, dikutip dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Sabtu (28/8/2021).

Vaksin Nusantara, lanjutnya, dapat diakses oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

Penelitian tersebut berdasarkan nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian Kesehatan bersama BPOM dan TNI AD pada April lalu, terkait 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2’.

Baca juga: Sektor Esensial Boleh WFO 100 Persen, Jika Ada Karyawan Positif Covid-19 Perusahaan Ditutup 5 Hari

“Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi, nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti."

"Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut,” ujar dr Nadia, dikutip dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, Sabtu (28/8/2021).

Sebelumnya, tim peneliti di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto tak lagi meneliti Vaksin Nusantara.

Baca juga: Wakil Ketua DPW Sumbar Ikuti Jejak Agung Mozin Hengkang dari Partai Ummat, Singgung Dinasti Politik

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa mengungkapkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menyatakan penelitian Vaksin Nusantara memiliki kelemahan yang bersifat critical dan major.

Penelitian itu berjudul Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein SARS-CoV-2 pada Subjek yang Tidak Terinfeksi Covid-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2.

Baca juga: Polemik Vaksin Nusantara, Jokowi: Saya Dukung Riset

Kelemahan yang bersifat critical dan major dari penelitian tersebut, kata Andika, harus direspons oleh tim peneliti.

Oleh karena itu, kata Andika, pemerintah mencarikan solusi, agar penelitian untuk menemukan solusi alternatif atas vaksin Covid-19 tetap berlanjut, sekaligus para peneliti tetap melengkapi respons yang harus diberikan dan diserahkan kepada BPOM.

"Mereka bisa terus, tetapi dengan penelitian yang berbeda."

Baca juga: Minta Polemik Vaksin Nusantara Dihentikan, Jokowi: Ini Kok Malah Politikus dan Lawyer yang Ngurusin?

"Jadi sama sekali tidak melanjutkan."

"Jadi kalau melanjutkan kan mungkin apakah disebut fase kedua atau bahkan mungkin fase-fase yang selanjutnya."

"Jadi berbeda dan judulnya pun dipilih berbeda," kata Andika saat konferensi pers di Markas Pomdam Jaya Jakarta, Selasa (20/4/2021).

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 20 April 2021: Suntikan Dosis Pertama Tembus 11.101.291 Orang

Untuk itu, lanjut dia, tim peneliti di RSPAD Gatot Soebroto membuat penelitian baru yang bebeda dari Vaksin Nusantara.

Meski demikian, kata Andika, penelitian tersebut secara umum memiliki kemiripan dengan Vaksin Nusantara, dalam hal penggunaan sel dendritik.

Namun demikian, kata dia, bedanya adalah penelitian tersebut lebih sederhana dan tidak menghasilkan vaksin.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 20 April 2021: 5.549 Pasien Positif, 6.728 Sembuh, 210 Meninggal

"Ini tidak ada hubungannya dengan vaksin, sehingga tidak perlu izin edar."

"Karena memang dilakukan menggunakan metode yang autologus, dan tidak ada produksi massal, sehingga tidak diperlukan izin edar," jelas Andika.

Andika menjelaskan, sejak 2017 RSPAD Gatot Soebroto telah memulai penelitian berbasis sel dendritik dan metode-metode yang bersifat imunoterapi.

Baca juga: Kementerian Kominfo Pastikan 7 Konten di Akun YouTube Jozeph Paul Zhang Sudah Diblokir

RSPAD Gatot Soebroto, kata dia, juga telah memiliki fasilitas tersebut, yakni cell cure center.

"Jadi terus berbasis sel dendritik, kemudian menggunakan juga metode-metode yang bersifat imunoterapi, dan kebetulan RSPAD memang memiliki fasilitas itu."

"2017 sudah siap teknologinya dari Jerman."

Baca juga: Pastikan Masih WNI, Polisi Bakal Jemput Jozeph Paul Zhang di Jerman, Kemungkinan Dideportasi

"Kita mengirimkan tim selama 6 bulan untuk melakukan pendalaman, dan sampai dengan 2019."

"Jadi 2 tahun pun dikawal dari tim teknis dari Jerman, mengawal pada operasional cell cure center ini di RSPAD," ungkap Andika.

Namun demikian, saat itu penelitian sel dendritik di RSPAD hanya ditujukan untuk penyakit kanker, lupus, alergi, dan penyakit autoimun lain.

Baca juga: Tengkorak Anggota Kopassus yang Dikeroyok di Jaksel Retak, Empat Jenderal Kawal Kasusnya

Berbekal kemampuan dan pengalaman tersebut, kata Andika, RSPAD melakukan penelitian sel dendritik terkait covid-19.

"Apakah ini bisa? Bisa, saya yakin bisa dan pemerintah pun juga mempercayakan itu kepada kami, walaupun sifatnya tadi tidak untuk komersil ya."

"Karena tidak untuk komersil maka tidak diperlukan izin edar dari BPOM," papar Andika.

Baca juga: Anggota Kopassus Dikeroyok di Jakarta Selatan, KSAD: Prajurit Kita Ngapain di Situ Jam Segitu?

Menkes Budi Gunadi Sadikin, Andika, dan Kepala BPOM Penny K Lukito, menandatangani nota kesepahaman 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2', di Mabes TNI AD, Jakarta, Senin (19/4/2021) pagi.

Berdasarkan keterangan Dinas Penerangan TNI AD, penelitian yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto tersebut akan mempedomani kaidah penelitian sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Penelitian tersebut juga bersifat autologus, yang hanya digunakan untuk diri pasien sendiri, sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan izin edar.

Baca juga: Karena Alasan Ini, Politikus NasDem Yakin Jokowi Tak Bakal Rombak Kabinet dalam Waktu Dekat

Penelitian ini bukan merupakan kelanjutan dari 'Uji Klinis Adaptif Fase 1 Vaksin yang Berasal dari Sel Dendritik Autolog yang Sebelumnya Diinkubasi dengan Spike Protein SARS-CoV-2 pada Subjek yang Tidak Terinfeksi Covid-19 dan Tidak Terdapat Antibodi Anti SARS-CoV-2.

Alasannya, uji klinis fase 1 program yang kerap disebut Vaksin Nusantara itu masih harus merespons beberapa temuan BPOM yang bersifat critical dan major.

Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhajir Effendy. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved