Buronan Kejaksaan Agung
Digugat MAKI, KPK Merasa Tak Wajib Ungkap Sosok King Maker di Kasus Pinangki
Ia membantah pihaknya melakukan pembiaran atas proses penyidikan pengungkapan sosok king maker dalam perkara ini.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa tak wajib mengungkap sosok king maker dalam kasus suap mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, terkait pengurusan fatwa bebas Djoko Tjandra.
Hal itu merespons gugatan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), yang menilai KPK menghentikan proses penyidikan pengungkapan king maker dalam kasus tersebut.
Anggota Biro Hukum KPK Natalia Kristianto mengatakan, dalam perkara ini yang melakukan penyidikan bukan dari lembaga antirasuah, melainkan aparat penegak hukum lain, dalam hal ini Kejaksaan Agung.
Baca juga: ISI Lengkap Surat Terbuka Irjen Napoleon Bonaparte: Perbuatan Kece Sangat Membahayakan Kerukunan
Sedangkan peran KPK, kata dia, menjalankan fungsi koordinasi dan supervisi.
"Karena perlu kami tegaskan, bahwa penyidikannya sendiri dilakukan oleh aparat penegak hukum lain, bukan KPK."
"Sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan pun kita masuk dalam konteks ruang supervisi," jelas Kristianto.
Baca juga: DPR Reses 7 Oktober, Puan Maharani Yakin Jokowi Kirim Surpres Calon Panglima TNI dalam Waktu Dekat
Ia membantah pihaknya melakukan pembiaran atas proses penyidikan pengungkapan sosok king maker dalam perkara ini.
Sebab, kata dia, KPK tidak melakukan penyidikan langsung pada perkara yang membuat Pinangki Sirna Malasari divonis 4 tahun penjara ini.
"Ini yang menjadi perlu kami luruskan, bahwa konteks permohonan, karena kami hanya selaku kuasa untuk permohonan persidangan kali ini, yang perlu kami luruskan juga konteks petitum dianggap kami menghentikan penyidikan, penyidikan yang mana?"
Baca juga: KRONOLOGI Irjen Napoleon Bonaparte Aniaya Muhammad Kece, Gembok Sudah Diganti Ketua RT
"Karena kami tidak pernah melakukan penyidikan perkara tersebut."
"Seperti yang tadi kami sampaikan, kami melakukan fungsi supervisi."
"Supervisinya itu berhenti yaitu ketika penyidikannya berhenti," terangnya.
Baca juga: Salah Satu Mantan Petinggi FPI Bantu Irjen Napoleon Bonaparte Aniaya Muhammad Kece
Terlebih, lanjut Kristianto, fungsi supervisi sudah berhenti dalam perkara ini, seiring penetapan vonis kepada Pinangki oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Dengan demikian kan boleh dikatakan karena penyidikan sudah selesai, itu berarti kan supervisi dari kami juga sudah selesai, kan seperti itu," ucapnya.
Hari ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Mantan Panglima Laskar FPI Maman Suryadi Bantu Irjen Napoleon Bonaparte Aniaya Muhammad Kece
Dalam sidang yang beragendakan pembacaan gugatan tersebut, MAKI mendesak KPK mengusut sosok king maker dalam perkara yang suap yang menjerat eks jaksa Pinangki Malasari, terkait pengurusan fatwa untuk membebaskan Djoko Tjandra.
"Saya hanya ingin KPK itu mengejar king maker itu, hakim Pengadilan Jakarta Pusat menyatakan ada, tapi belum ditemukan."
"Sehingga berkasnya dari KPK itulah yang saya gugat hari ini," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat ditemui awak media setelah persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2021).
Baca juga: Ajukan Kasasi Jadi Alasan Irjen Napoleon Bonaparte Masih Mendekam di Rutan Bareskrim
Dalam gugatannya, MAKI menuding KPK telah menghentikan penyidikan perkara suap yang menjerat eks Pinangki terkait perkara tersebut.
Boyamin mengatakan, pihaknya akan membongkar sosok king maker dalam kasus yang melibatkan Pinangki dan Djoko Tjandra tersebut, melalui bukti transkrip percakapan yang dibawa dirinya dalam persidangan.
"Kalau dari pemahaman saya king maker ini kembali lagi ini oknum."
Baca juga: Petugas Rutan Bareskrim Diduga Sungkan Hingga Biarkan Irjen Napoleon Bonaparte Aniaya Muhammad Kece
"Ada saya beri dua pilihan, oknum penegak hukum atau oknum politisi," tegas Boyamin.
MAKI mempersoalkan KPK yang tidak mengusut tuntas perkara tersebut.
Sebab, dinilai ada sejumlah hal yang belum diproses, salah satunya soal sosok king maker.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Sumbar dan Lampung Masih di Bawah 20 Persen, Distribusi Vaksin Dikebut
Padahal, kata Boyamin, pihaknya sudah memberikan sejumlah bahan kepada KPK, termasuk soal transkrip yang menyinggung sosok itu.
"Jadi sekarang tugasnya bukan supervisi, supervisi oke dihentikan karena sudah sidang perkaranya."
"Tapi kemudian kewajibannya itu kan sesuai, karena diberikan ke penindakan sesuai surat, mereka kan berarti harus mengambil alih perkaranya," beber Boyamin.
Baca juga: Polisi Minta Empat Teroris MIT Poso Turun Gunung Serahkan Diri Usai Ali Kalora Tewas Ditembak
Boyamin menyebut isi transkrip itu berisikan materi pembicaraan dua orang saksi, PS dan AD, dalam perkara pengurusan fatwa bagi Djoko Tjandra.
Dalam pembicaraan itu, Boyamin menyebut keduanya beberapa kali menyinggung sosok king maker.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta membenarkan adanya sosok king maker'dalam kasus Djoko Tjandra.
Kendati demikian, hakim mengatakan sosok tersebut tidak dapat terungkap dalam persidangan.
• Besok Pemerintah Mulai Terapkan PPKM Skala Mikro, Bakal Ada Pos Jaga di Tiap Kelurahan
Hakim menilai keberadaan king maker dalam kasus korupsi tersebut dibuktikan berdasarkan jejak digital berupa komunikasi percakapan WhatsApp.
Bukti tersebut juga dibenarkan oleh terdakwa Pinangki Sirna Malasari, saksi Anita Dewi Kolopaking, serta saksi Rahmat.
"Majelis hakim telah berupaya menggali siapa sosok king maker tersebut."
• UPDATE Vaksinasi Covid-19 Indonesia 8 Februari 2021: 814.585 Dosis Pertama, 171.270 Suntikan Kedua
"Dengan menanyakannya kepada terdakwa dan saksi Anita, karena diperbincangkan dalam chat."
"Dan disebut oleh terdakwa pada pertemuan yang dihadiri oleh terdakwa, saksi Anita, saksi Rahmat, dan saksi Djoko Tjandra pada November 2020."
"Namun tetap tidak terungkap di persidangan," ujar Hakim Ignatius Eko Purwanto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021).
• UPDATE Covid-19 di Indonesia 8 Februari 2021: 13.038 Orang Sembuh, 8.242 Pasien Baru, 207 Wafat
Hakim menilai, terdapat 10 rencana aksi (action plan) yang dibuat Pinangki bersama Anita serta Andi Irfan Jaya.
Action plan ini juga mengikutsertakan pejabat Kejaksaan Agung berinisial BR dan pejabat MA berinisial HA, terkait pengurusan permohonan fatwa.
"Dari percakapan 13 Februari 2020 tersebut dapat disimpulkan action plan telah dibahas bersama-sama (terdakwa dan saksi)."
• Karena Alasan Ini, Komnas HAM Dukung dan Apresiasi SKB 3 Menteri tentang Seragam Sekolah
"Kemudian dibuat dalam bentuk surat oleh terdakwa, dan dikirim melalui WhatsApp kepada saksi Anita Dewi Anggraeni Kolopaking untuk dikoreksi," beber Eko.
Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis itu dijatuhkan atas kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
• Hari Ini Jaksa Pinangki Divonis, Tuntutan Hukumannya 4 Tahun Penjara
Hakim menyatakan Pinangki terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pinangki Sirna Malasari dengan pidana penjara selama 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan."
"Dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 600 juta subsider 6 bulan," kata ketua majelis hakim Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/2/2021) petang.
• Pendiri Pasar Muamalah Depok Ajukan Penangguhan Penahanan kepada Bareskrim, Istrinya Jadi Penjamin
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan hal - hal yang memberatkan.
Yakni, Pinangki adalah seorang aparat penegak hukum, menutupi keterkaitan pihak lain dalam perkara serupa, serta memberi keterangan berbelit.
"Dan tidak mengakui kesalahannya dan menikmati hasil kejahatannya," kata Eko.
• Mardani Ali Sera: Isu Kudeta Jika Ditangani dengan Baik Bisa Bawa Insentif Politik
Sedangkan hal yang meringankan, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan di Kejaksaan Agung itu belum pernah dihukum dan merupakan tulang punggung keluarga, serta memiliki anak berusia 4 tahun.
"Terdakwa memiliki anak berusia 4 tahun," ungkapnya. (Rizki Sandi Saputra)