Buronan Kejaksaan Agung
Bareskrim Tetapkan Irjen Napoleon Bonaparte Sebagai Tersangka Pencucian Uang Suap dari Djoko Tjandra
Penetapan tersangka Irjen Napoleon diputuskan setelah penyidik melakukan serangkaian gelar perkara.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Irjen Napoleon Bonaparte sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Penetapan tersangka itu terhitung sejak Rabu (22/9/2021) kemarin.
Irjen Napoleon Bonaparte yang saat itu menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, diduga menerima suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Baca juga: 50 Persen Orang Ogah Dites Covid-19 Meski Berkategori Kontak Erat, Alasannya Takut Ketahuan Sakit
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menyampaikan, penetapan tersangka Irjen Napoleon diputuskan setelah penyidik melakukan serangkaian gelar perkara.
“Iya betul, laporan hasil gelar perkaranya kemarin demikian,” kata Kabareskrim Komjen Agus Andrianto saat dikonfirmasi, Kamis (23/9/2021).
Dalam kasus ini, Agus menyampaikan pihaknya masih enggan membeberkan lebih lanjut terkait materi penyidikan.
Baca juga: PDIP Bakal Sanksi Kadernya yang Ikut-ikutan Deklarasi Capres 2024
Kasus tersebut pun kini telah ditangani Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
“Silakan ke penyidik. Menurut saya penyidik akan melakukan sesuai pasal yang diterapkan,” ucapnya.
Dianggap Lempar Batu Sembunyi Tangan
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan, kepada Irjen Napoleon Bonaparte.
Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, berupa penerimaan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Napoleon terbukti menerima suap 200 ribu dolar Singapura dan 370 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Baca juga: Jangan Khawatir, Penderita Long Covid-19 Tak Bakal Menularkan Virus kepada Orang Lain
Tujuan pemberian uang dimaksudkan agar nama Djoko Tjandra dihapus dari daftar DPO atau red notice Interpol.
"Menyatakan terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata hakim ketua Muhammad Damis membaca amar putusan, Rabu (10/3/2021).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenanya dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan," sambungnya.
Baca juga: Polisi Virtual Tegur 79 Akun Medsos Berpotensi Langgar UU ITE, Kebanyakan Unggah Sentimen Pribadi
Hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan vonis Napoleon.
Di antaranya, Napoleon tidak mendukung program pemerintah untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.
Perbuatan Napoleon yang merupakan anggota Polri dinilai bisa menurunkan citra, wibawa, dan nama baik kepolisian.
Baca juga: Lagi Dengar Pendapat Publik, Revisi UU ITE Tak Masuk Prolegnas 2021
Napoleon juga dianggap lempar batu sembunyi tangan karena tidak mengaku dan menyesali perbuatannya.
"Perbuatan terdakwa sebagai anggota Polri dapat menurunkan citra, wibawa, nama baik kepolisian."
"Lempar batu sembunyi tangan, sama sekali tidak menyesali perbuatan," ucap Damis.
Baca juga: PTTUN Anulir Putusan PTUN Soal Jaksa Agung Salah Bilang Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat
Sedangkan hal meringankan vonis, Napoleon berlaku sopan selama persidangan.
Dia belum pernah dijatuhi pidana, dan telah mengabdi menjadi anggota Polri selama lebih dari 30 tahun, serta punya tanggung jawab keluarga.
"Terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dijatuhi pidana sebelumnya, mengabdi anggota Polri lebih dari 30 tahun, punya tanggung jawab keluarga, selama persidangan terdakwa tertib," beber Damis.
Atas perbuatannya, Napoleon dianggap melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999, sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dituntut 3 Tahun Penjara
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte, hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Napoleon dinilai terbukti menerima suap penghapusan red notice Interpol Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
"Menuntut dengan pidana penjara selama 3 tahun, dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan," ucap JPU dalam sidang agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021).
Baca juga: JADWAL Lengkap dan Live Streaming Misa Rabu Abu 17 Februari 2021 di Jakarta dan Sekitarnya
Tuntutan jaksa ini merujuk pada sejumlah pertimbangan.
Napoleon dinilai tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme.
Napoleon juga dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 15 Februari 2021: Tambah 6.462 Pasien, Total Ada 1.223.930 Kasus Positif
Sedangkan hal yang meringankan tuntutan, jaksa menilai Napoleon bersikap kooperatif selama proses persidangan bergulir, dan baru sekali melakukan tindak pidana.
Atas dua pertimbangan tersebut, Napoleon dianggap melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Santrawan Paparang, kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte mengatakan, tuntutan jaksa hanya copy paste dari isi dakwaan dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan.
Baca juga: Wagub DKI Klaim ASN Tak Salah Soal Vaksinasi Covid-19 untuk Helena Lim, Katanya Sudah Ranah Polisi
"Tuntutan pidana jaksa penuntut umum itu copy paste aja dari dakwaan."
"Sehingga ada hal teknis yang seharusnya diangkat menjadi fakta dalam persidangan itu tidak diangkat," kata Santrawan, ditemui usai sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021).
Sebab, pihak tim hukum Napoleon menyebut pemberian uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte tak terbukti dalam persidangan.
Baca juga: Setelah Dipolisikan, Novel Baswedan Diadukan ke Dewas KPK karena Cuitan Soal Kematian Maaher
Saat Tommy Sumardi menjadi saksi, ia hanya menerangkan perkara itu bertumpu padanya.
Sehingga, tim hukum menyebut penyerahan uang tersebut tidak pernah terjadi.
"Sehingga fakta-fakta yang mengatakan telah terjadi penyerahan uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte, nol."
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 Indonesia 15 Februari 2021: 1.096.095 Orang Sudah Disuntik Dosis Pertama
"Itu faktanya, penyerahan dan penerimaan uang itu nol."
"Kami menyampaikan ini agar supaya menjadi koreksi bersama," paparnya.
Santrawan menilai kliennya seharusnya dituntut bebas, atas segala dakwaan dalam kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Baca juga: Vaksinasi Tahap Kedua Dimulai 17 Februari 2021, untuk Pekerja Publik, Dimulai dari Pasar Tanah Abang
Sebab, kata Santrawan, berdasarkan fakta dalam proses persidangan dan merujuk keterangan Tommy Sumardi, Irjen Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang pengurusan red notice tersebut.
"Kalau ada fakta dalam proses persidangan, jaksa seharusnya berani tuntut bebas."
"Karena negara memberi kewenangan kepada jaksa untuk mengajukan tuntutan bebas."
Baca juga: Pandemi Covid-19 Bikin Orang Miskin di Indonesia Bertambah Jadi 27,55 Juta Jiwa
"Kalau tidak terbukti tuntut bebas dong kalau berani," ucap Santrawan.
"Kami tidak mempermasalahkan, karena kata jaksa penuntut umum cuma terfokus pada kata dan kalimat menuntut mengadili," tuturnya.
Atas hal ini, kubu Napoleon memastikan bakal mengajukan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan JPU.
Baca juga: Raffi Ahmad-Agnes Monica Dilirik PKB, Pengamat: Bikin Hiburan Mengedukasi Saja Masih Jauh dari Bagus
"Jadi kami akan mengajukan hak kami selaku tim penasihat hukum, untuk mengajukan pleidoi atau pembelaan. Kami mohon waktu satu minggu," jelasnya.
Napoleon Bonaparte sebelumnya didakwa menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.
Uang tersebut diterima lewat perantara Tommy Sumardi.
Baca juga: Niat PKB Usung Raffi Ahmad-Agnes Monica di DKI Dianggap Cuma Gimik Politik Dongkrak Elektabilitas
Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari daftar DPO atau red notice.
Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS.
Dalam surat dakwaan JPU, Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kabag Jatinter Set NCB Interpol Divhubinter Polri Kombes Tommy Aria Dwianto, membuat surat kepada pihak Imigrasi pada 29 April 2020.
Baca juga: Raffi Ahmad-Agnes Monica Dilirik PKB, Pengamat: Bikin Hiburan Mengedukasi Saja Masih Jauh dari Bagus
Surat tu ditandatangani Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.
Isi surat tersebut menginformasikan Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri sedang melakukan pembaruan sistem database DPO yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7.
Dan diinformasikan data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Bikin Orang Miskin di Indonesia Bertambah Jadi 27,55 Juta Jiwa
Napoleon juga memerintahkan Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat pada 4 Mei 2020, perihal pembaharuan data Interpol Notices yang ditandatangani Brigjen Nugroho Slamet Wibowo untuk Ditjen Imigrasi, yang isinya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice.
Pada 5 Mei 2020, Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto membuat surat soal penghapusan red notice yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham, dan ditandatangnai Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.
Isi surat tersebut menginformasikan red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 setelah 5 tahun. (Igman Ibrahim)