Partai Politik
Dituding Dibayar Rp 100 Miliar untuk Gugat AD/ART Partai Demokrat, Yusril: Tidak Intelektual
Untuk itu, menurutnya, upaya JR yang diajukan kliennya ke MA seharusnya dihadapi secara substantif dan dibantah di pengadilan.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra dituding dibayar Rp 100 miliar oleh empat mantan anggota Partai Demokrat (PD), dalam permohonan judicial review (JR) AD/ART PD di Mahkamah Agung (MA).
Menurut Yusril, orang yang terlibat konflik internal Partai dan kemudian membawanya ke ranah pengadilan, perlu dihormati.
Ia mengatakan, negara hukum dan demokratis di antaranya bermaksud mengalihkan perkelahian fisik menjadi perkelahian intelektual di pengadilan.
Baca juga: Barikade 98 Berharap Mabes TNI Seret Gatot Nurmantyo Soal Fitnah Penyusupan Komunisme
Yusril kemudian menyinggung PD yang seharusnya menjunjung tinggi demokrasi.
Untuk itu, menurutnya, upaya JR yang diajukan kliennya ke MA seharusnya dihadapi secara substantif dan dibantah di pengadilan.
Hal tersebut ia sampaikan dalam tayangan bertajuk Yusril di Pusaran Demokrat yang ditayangkan dalam program Newsmaker medcom.id di kanal YouTube medcom.id, dikutip pada Minggu (3/10/2021).
Baca juga: Abraham Samad: 57 Orang yang Dipecat Bukan Pegawai Biasa, Pemberantasan Korupsi akan Jalan di Tempat
"Masa orangnya terus bilang Yusril Rp 100 miliar, terus begitu-begitu."
"Jadi tidak akademik, tidak intelektual sama sekali."
"Jadi kata Pak SBY saya prihatin, ya prihatin lah saya dengan cara menanggapi seperti itu."
Baca juga: Ini Dasar Hukum Mantan Pegawai KPK Direkrut Jadi ASN Polri, Bisa Langsung Dilantik
"Jangankan Pak SBY, saya saja prihatin dengan cara-cara menanggapi seperti ini," tutur Yusril.
Menurut Yusril, MA tidak akan peduli dengan isu-isu semacam itu, dan akan memeriksa perkara terebut sesuai kewenangannya.
Ia mengatakan, seorang advokat bekerja berdasarkan kode etik dan Undang-undang Advokat.
Hubungan antara advokat dengan klien tidak menyangkut dengan orang lain dan profesional.
Yusril mengatakan bayaran seorang advokat ditentukan sesuai kesepakatan antara advokat tersebut dengan kliennya.
"Berapa dia dibayar? Itu tergantung kesepakatan, mau Rp 1 miliar, mau Rp 2 miliar, Rp 100 miliar, gratis, boleh saja."
"Semua itu halalan thoyiban. Halal dan thoyib. Kenapa mesti dipersoalkan? Rezeki orang kok dipersoalkan?" Ucap Yusril.
Sambil berkelakar, Yusril mengatakan ada baiknya juga tudingan tersebut.
Namun, ia melanjutkan tidak perlu menanggapi tudingan tersebut lebih jauh, mengingat apapun jawabannya, orang lain tidak akan percaya.
"Bagus juga lah kalau saya dibilang Rp 100 miliar, artinya orang tidak sembarangan juga minta tolong sama saya, bayarnya Rp 100 miliar."
"Kalau umpanya yang begitu ditanggapi ya bikin repot. Saya pikir biarin saja lah, tidak usah ditanggapi," bebernya.
Yusril menjelaskan, ini bukan pertama kalinya ia menangani konflik internal partai politik.
Ia mengatakan pernah menjadi pengacara Abu Rizal Bakrie ketika berhadapan dengan Agung Laksono.
Ia juga pernah menjadi pengacara Djan Faridz ketika berhadapan dengan Romahurmuziy.
"Bahkan saya sebagai ketua partai, pernah digugat sama almarhumHartono, Kadir Jaelani, dan lain-lain."
"Saya hadapi di pengadilan. Kalah semua mereka. Jadi saya tidak mau ribut. Buat apa ribut? Pengadilan kita hormati," papar Yusril.
Yusril menyarankan PD bersiap menghadapi argumen permohonan empat kliennya, di Mahkamah Agung (MA).
Yusril mengatakan, persoalan utama yang dipersoalkan dalam JR tersebut antara lain adalah proses pembentukan dan materi muatan pengaturan AD/ART partai dengan undang-undang yang lebih tinggi.
Menurut saksi-saksi dari kliennya, kata Yusril, pada Kongres PD yang menetapkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum PD, AD/ART PD tidak turut dibahas.
Mereka, kata Yusril, hanya bersidang selama satu hari dan kemudian sidang tersebut diskors.
Mereka, kata dia, kemudian hanya duduk-duduk, makan-makan, kemudian dipanggil lagi ke dalam ruangan untuk mendengar AD/ART PD dibacakan dan disahkan.
Yusril mengatakan, ada saksi lain yang juga menyatakan di bawah sumpah, bahwa mereka tidak diberi kesempatan bicara meski hadir pada kongres tersebut.
Artinya, kata dia, prosedur pembentukan AD/ART tidak dibahas dalam kongres tersebut.
Selain itu, kata dia, materi pengaturan AD/ART juga tidak dibahas dan diputuskan begitu saja.
Dengan demikian, menurutnya para kliennya memiliki legal standing, karena ada hak-hak mereka yang diberikan oleh undang-undang, dirugikan dengan berlakunya AD/ART tersebut.
Selain itu, mereka juga memiliki legal standing karena merupakan perorangan Warga Negara Indonesia.
"Jadi saya pikir yang paling penting sekarang, ini saran saya saja, bukan mengajari, kepada Partai Demokrat, siap-siap mereka."
"Hadapi argumen di Mahkamah Agung, bukan di isu-isu Yusril dibayar Rp 100 miliar. Isunya macam-macam lah," cetus Yusril.
Yusri menilai terkait dengan tudingan bayaran Rp 100 miliar tersebut tidaklah substansial.
"Saya pikir itu si tidak substansial. Itu persoalan politik, tidak menyangkut substansi, dan MA tidak peduli dengan semua itu."
"MA peduli dengan ini lho permohonan, ini jawaban Anda, ini apa, itu yang diperiksa MA," jelas Yusril.
Yusril menilai langkah kliennya yang mengajukan JR ke MA secara resmi perlu dihormati.
"Menurut saya, kalau ada konflik terjadi di Partai, orang membawa itu ke ranah pengadilan saya kira itu langkah yang harus dihormati."
"Langkah terhormat. Negara hukum dan demokratis kan maksudnya mengalihkan perkelahian di jalanan menjadi perkelahian intelektual di pengadilan," ucap Yusril. (Gita Irawan)