Kriminal

46 Korban Perdagangan Orang Kembali ke Indonesia dari Myanmar dan Filipina Jalani Rehabilitasi

Sebanyak 26 orang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali ke Indonesia dari Myanmar dan Filipina.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Intan UngalingDian
Tribun Tangerang/Hironimus Rama
Ilustrasi pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dibekuk. Sebanyak 46 orang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali ke Indonesia dari Myanmar dan Filipina. 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Sebanyak 46 orang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kembali ke Indonesia dari Myanmar dan Filipina.

Kepulangan warga negara Indonesia (WNI) ke Tanah Air dilakukan secara bertahap yakni mulai Kamis (25/5/2023) sampai Jumat (26/5/2023) dini hari.

"Pemulangan WNI diduga korban TPPO Hari, Kamis tanggal 25 Mei 2023 pukul 20.00 sampai dengan 03.00 WIB," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polei Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam keterangannya, Sabtu (27/5/2023).

Korban dari Myanmar yang sudah dipulangkan ke Indonesia, kata Djuhandhani,  sebanyak 26 orang.

"Pemulangan korban TPPO Myanmar dari Bangkok Thailand berjumlah 26 WNI dengan didampingi Atase Kepolisian KBP Endon Nurcahyo," ucap dia.

Untuk korban TPPO dari Filipina sebanyak 20 WNI sudah dipulangkan.

Djuhandhani menuturkan, mereka saat ini ditampung sementara di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Kemensos guna melaksanakan rehabilitasi sosial.

"Dan menunggu pemulangan ke daerah masing masing," tutur Djuhandhani.

Baca juga: Satgas TPPO: Terbongkarnya Rumah di Villa Dago Tempat Perdagangan Orang, Kami Lebih Giat Bekerja

Baca juga: 1.800 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang, Mayoritas Kerja di Perusahaan Judi Online di Kamboja

Judi online

Sebelumnya, Polresta Bandara Soekarno-Hatta membongkar jaringan internasional Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke luar negeri.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyebutkan, sebanyak 1.800 orang telah menjadi korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal tersebut sejak tahun 2020.

Data itu dikemukakan Fungsional Diplomat Muda Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri RI, Rina Komaria.

"Sejak tahun 2020 sampai 2023 saat ini, 1.800 orang telah menjadi korban pengiriman PMI non-prosedural ke berbagai negara," ujar Rina Komaria, Jumat (5/5/2023).

Rina bilang, jumlah PMI dikirim ke luar negeri secara ilegal tersebut melesat pesat hingga 7 kali lipat, sejak awal marak terjadi.

Sekitar 140 orang dari tahun 2020 hingga 2021, kemudian meroket di angka 700 orang pada tahun 2021 sampai 2022 terjadi pengiriman PMI ilegal.

Terakhir menyentuh angka 1.800 orang pada tahun 2023.

"Berdasarkan data itu peningkatan paling tajam terjadi antara tahun 2021-2022, yakni sampai 7 kali lipat meningkatnya," ujarnya.

Dari jumlah tersebut, mayoritas atau sekira 1.000 orang di antaranya dikirim ke luar negeri menjadi PMI ilegal menuju Kamboja.

Di sana, kata dia, mereka dipekerjakan pada perusahaan yang memiliki situs judi online untuk bekerja menjadi online scammer atau penipuan dengan iming-iming tawaran kerja di luar negeri.

"Paling banyak itu yang dikirim ke Kamboja, dari jumlah 1.800 ini, 1.000 orang di antaranya ke Kamboja, jadi sudah di atas 50 persen," katanya.

"Mereka semua bekerja di sektor perusahaan judi online dan rata-rata dipaksa bekerja menjadi online scammer," ujarnya.

Menurutnya, modus yang digunakan para pelaku untuk menggaet WNI.

Agar tertarik bekerka ialah dengan menawarkan pekerjaan yang memiliki pendapatan tinggi melalui media sosial.

Dia berharap, agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan penipuan dengan lowongan kerja di luar negeri yang banyak beredar di media sosial dengan menawarkan gaji tinggi.

"Para korban PMI non-prosedural ini diiming-imingi kerja dengan gaji yang tinggi, namun ternyata dipekerjakan sebagai operator judi online, hingga online scamme," katanya.

"Jadi sangat berhati-hati dalam melamar pekerjaan melalui lowongan pekerjaan yang tidak jelas, kroscek dulu keabsahannya."

"Karena dalam catatan kami WNI di sektor ini semakin menyebar, yang tadinya hanya tercatat di Filipina dan Kamboja, sekarang sudah ada di Myanmar, Laos, Vietnam, dan bahkan UEA (Uni Emirat Arab-Red)," ujar Rina Komaria.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved