Konflik Rempang

Warga Rempang Dapat Rp1,2 Juta Per Bulan Per Orang dari BP Batam Jika Mau Relokasi

warga rempang batam yang terdampak relokasi ini nantinya akan akan ditanggung sepenuhnya dari BP Batam untuk menyewa rumah.

Editor: Joko Supriyanto
(Tribun Batam/Eko Setiawan)
Kondisi di Pulau Rempang Galang, Kota Batam, Provinsi Kepri saat terjadi bentrok. 

TRIBUNTANGERANG.COM - Polemik yang terjadi di Rempang, Batam terus meluas meskipun Pemerintah sudah mensosialisasikan terkait rencana relokasi itu.

Warga yang terdampak relokasi ini nantinya akan ditanggung oleh BP Batam untuk menyewa rumah.

Adapun besaran biaya yang akan diberikan yaitu sebesar Rp 1,2 juta per bulan, warga Rempang yang terdampak bebas memilih rumah mana yang ingin disewa dengan uang itu.

Di samping sewa rumah, Badan Pengusahaan (BP) Batam juga akan menjamin kebutuhan hidup per anggota keluarga sebesar Rp 1,2 juta per orang per bulan.

Ia mencontohkan, apabila dalam satu kartu keluarga (KK) terdapat empat anggota, maka keluarga tersebut akan mendapat Rp 6 juta per bulan.

"Opsi itu kalau mereka tidak mau tinggal di rumah relokasi sementara yang sudah kami siapkan," kata Kepala BP Batam, Muhammad Rudi dikutip TribunBatam.com.

Baca juga: Jokowi Sebut Komunikasi yang Kurang Baik Jadi Faktor Picu Bentrokan di Pulau Rempang Batam

Tempat relokasi sementara merupakan solusi jangka pendek yang ditawarkan pemerintah berkaitan persoalan tempat tinggal warga Rempang.

Solusi jangka panjangnya, BP Batam telah merencanakan pembangunan kurang lebih 2.700 rumah baru di kawasan Dapur 3 Sijantung. 

Rumah tersebut bertipe 45, dan sekitarnya akan dibangun fasilitas seperti sekolah, tempat ibadah, air, listrik permanen, tempat olahraga dan masih banyak lagi.

Selain itu akan ada dermaga untuk sampan nelayan dan juga bongkar muat. Namun, ketika ditanya seputar lahan kebun dan pekuburan warga, Rudi mengaku pembahasan belum sampai di situ.

Ia hanya menjelaskan, masing-masing keluarga akan mendapatkan lahan sekaligus rumah gratis seluas 500 m⊃2; tanpa harus membayar WTO.

"Kalau dihitung-hitung, kami keluarkan kurang lebih Rp 1,8 triliun untuk membangun itu semua. Sementara, WTO yang kami dapat dari pengembangan investasi yang luas bersihnya hanya 7.572 hektare itu hanya Rp 1,4 triliun. Jadi, kekurangan sekitar Rp 350 miliar nanti pemerintah yang akan memikirkan bagaimana cara menutupinya," jelas Rudi.

Ia berharap, warga dapat secepatnya mengambil keputusan, sebab warga yang mendaftar lebih dulu akan diberikan kesempatan memilih nomor rumah serta penerbitan sertifikat akan langsung diproses. 

Respon Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut jika konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, bentuk dari komunikasi yang kurang baik.

Sebab, kata Jokowi telah ada kesepakatan antara masyarakat dengan Pemda bahwa warga akan direlokasi dan diberi rumah dengan type 45 di atas lahan 500 meter.

Namun kesepakatan itu tidak disampaikan dengan cara yang baik, sehingga berunjung konflik yang terjadi hingga saat ini.

"Ya itu bentuk komunikasi yang kurang baik," kata Jokowi di Pasar Kranggot, Cilegon, Banten seperti dikutip Tribunnews.com, Selasa, (12/9/2023).

Baca juga: Kronologi Bentrok di Rempang Batam yang Jadi Sorotan Kapolri Usai Gas Air Mata Buat Pelajar Pingsan

Presiden mengatakan telah memerintahkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat di Rempang, pada Rabu atau Kamis esok.

"Menurut saya nanti mungkin besok atau lusa Menteri Bahlil akan ke sana untuk memberikan penjelasan mengenai itu," pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud Md., meminta aparat penegak hukum dan keamanan untuk hati hati dalam menangani kasus di Rempang, Kepulauan Riau.

Hal itu disampaikan Mahfud usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (11/9/2023).

"Oleh sebab itu saya berharap kepada aparat penegak hukum, aparat keamanan supaya berhati-hati menangani ini," katanya.

Baca juga: Anies Baswedan Soroti Konflik Rempang Batam Hingga Singgung Relokasi Bukit Duri dan Kampung Aquarium

Selain itu Mahfud juga minta aparat untuk mensosialisasikan mengenai adanya kesepakatan pada tanggal 6 September antara Pemda, pengembang, DPRD, dan masyarakat.

Mahfud mengatakan masalah hukum konflik lahan tersebut sebenarnya sudah selesai. Pada tahun 2001-2002 telah diputuskan adanya pengembangan kawasan wisata di pulau-pulau,m yang terlepas dari pulau induknya, salah satunya pulau Rempang.

Pada 2004 kemudian ditandatangani kesepakatan antara Pemda atau BP Batam dengan pengembang atau investor untuk mengembangkan pulau pulau tersebut.

Hanya saja sebelum kesepakatan tersebut dijalankan, sudah dikeluarkan lagi izin-izin kepada pihak lain.

Izin-izin baru yang dikeluarkan sesudah MoU tersebut kemudian dibatalkan semua oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (KLHK).

Baca juga: 43 Orang Diamankan Buntut Kericuhan Saat Demo di Rempang Batam, Polisi: 5 Positif Narkoba

Pada saat pengembang yang sudah menjalin kesepakatan pada 2004 lalu tersebut akan memulai kegiatan, lahannya sudah digunakan oleh pihak lain.

"Nah ketika akan masuk, di situ sudah ada kegiatan, sudah ada penghuni lama dan seterusnya, dan seterusnya," katanya.

Konflik kemudian terjadi karena adanya perintah pengosongan oleh pengembang yang akan memulai kegiatannya di wilayah tersebut.

"Nah di situ lalu terjadi perintah pengosongan karena tahun ini akan masuk kegiatan-kegiatan yang sudah diteken tahun 2004 sesuai dengan kebijakan tahun 2001, 2002," katanya.

Pada akhirnya kata Mahfud, dijalin lah kesepakatan antara Pengembang, Pemda, dan dan masyarakat  pada 6 September kemarin. Kesepakatan tersebut yakni warga yang mendiami lahan tersebut direlokasi.

Setiap kepala keluarga diberi tanah 500 meter persegi dan dibangunkan rumah dengan ukuran (tipe) 45 sebesar Rp 120 juta setiap kepala keluarga.

"Besar lho itu, daerah terluar," katanya.

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Sebut Pulau Rempang Batam Akan Dijadikan Pusat Ekonomi Industri Hijau

Selain direlokasi, setiap keluarga juga mendapatkan uang tunggu sebelum relokasi sebesar Rp 1.034.000. Lalu diberi uang sewa rumah sambil menunggu rumah yang dibangun, masing-masing Rp 1 juta.

Mahfud menambahkan relokasi 1200 kepala keluarga tersebut dilakukan ke tempat yang tidak jauh dari pantai.

"Nah semuanya sudah disepakati, rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan tanggal 6 itu, yang hadir di situ rakyatnya sekitar 80 persen sudah setuju semua," katanya.

Permasalahannya kata Mahfud kesepakatan tersebut belum terinformasikan dengan baik kepada masyarakat. Ditambah lagi adanya provokasi kepada masyarakat. Provokator tersebut telah diamankan pihak kepolisian.

"Di situ sudah ada (kesepakatan) tanggal 6 September, lalu demonya meledak tanggal 7 sehingga ada 8 orang, 8 atau 7 tuh, yang sekarang diamankan karena diduga memprovokasi dan diduga tidak punya kepentingan dengan tempat itu," pungkasnya.

 

(TribunBatam/Hening/Tribunnews.com/Taufik Ismail)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved