Terungkap, LBH Sebut Polisi Larang Keluarga Hadiri Autopsi dan Kafani Jenazah Afif Maulana

Tak cukup, polisi juga mewanti-wanti untuk tidak memfoto kondisi tubuh korban dengan alasan nanti akan menjadi aib.

|
Editor: Joseph Wesly
TribunPadang
Afif Maulana semasa hidup. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Polisi ternyata melarang keluarga untuk menghadiri autopsi jenazah bocah smp, Afif Maulana (13) yang diduga tewas dianiaya polisi di Padang, Sumatera Barat.

Parahnya lagi, polisi juga melarang keluarga memandikan dan mengkafani Afif Maulana.

Tak cukup, polisi juga mewanti-wanti untuk tidak memfoto kondisi tubuh korban dengan alasan nanti akan menjadi aib.

Semua fakta itu diungkap Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani.

Indira Suryani tampak menahan rasa emosional yang mendalam saat menyampaikan keterangan perkembangan kasus kematian remaja Afif Maulana.

Indira bersama Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Arya, serta Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur memberikan keterangan pers kepada awak media, Selasa (2/7/2024).

"Kenapa LBH Padang itu sangat yakin ada penyiksaan terhadap AM dan kawan-nya? Pertama kami melihat bahwa yang meyakinkan terjadi penyiksaan itu dari foto dari keluarga tentang kondisi jasad korban," katanya di kantor YLBHI.

Foto korban yang ia maksud adalah foto yang menggambarkan rata-rata trauma di tubuh korban bagian sebelah kiri, mulai dari pinggang belakang dan bagian depan.

Kemudian, keyakinan kedua muncul karena posisi mayat saat ditemukan.

Mayat Afif, menurut Indira ditemukan di bawah jembatan Kuranji.

Jika diduga Afif melompat dari jembatan, menurut Indira, maka luka yang ia dapatkan seharusnya lebih berat dibandingkan luka yang ditemukan di tubuh korban.

Kemudian, kata Indira, LBH Padang telah bertemu dengan teman-teman korban lainnya pada 9 Juni lalu sekira pukul 04.00 WIB pagi.

Lima di antaranya anak, dan dua orang dewasa.

"Kami berjumpa dengan mereka, kami menemukan tanda-tanda kekerasan itu di mereka. Ada yang bekas kemudian disulut rokok, ada yang kemudian bekas dilucut dengan rotan, dan ada bekas tendangan," katanya.

Pihaknya, kata Indira juga mengidentifikasi semua cerita mereka.

Di antaranya tentang apa yang mereka alami dalam tragedi jembatan Kuranji.

Indira membeberkan alasan ke empat keyakinan LBH Padang bahwa ada penindasan yakni pengalaman saat menangani kasus-kasus penyiksaan.

Pihaknya, kata Indira menemukan berbagai metode yang kemudian dilakukan terus-menerus oleh kepolisian dalam memburamkan fakta-fakta soal penindasan.

"Apa yang kami temukan dari cerita keluarga, sejak awal, ketika keluarga datang ke Polsek Kuranji ingin melihat mayat AM, keluarga diminta menandatangani surat tidak menuntut apa-apa. Itu sudah menjadi sebuah modus," ucapnya.

Afif Maulana semasa hidup.
Afif Maulana semasa hidup. (TribunPadang)

Polisi, kata Indira juga memframing (memberitakan sebuah isu) bahwa korban adalah pelaku tawuran, sehingga jika diungkit akan jadi aib.

Bahkan ia menyebut keluarga dianjurkan untuk tidak melakukan autopsi.

Keluarga, menurut Indira dihalang-halangi polisi dalam sejumlah hal.

Kemudian, katanya saat keduarga dan polisi sepakat melakukan autopsi pada jasad Afif, polisi menganjurkan agar autopsi digelar di rumah sakit Bhayangkara.

Alasannya jika autopsi di luar akan ada biaya.

"Ketika autopsi, keluarga dihalangi untuk menghadiri proses otopsi. Padahal di awal perjanjiannya keluarga bisa hadir di samping dokter yang melakukan otopsi," ujarnya.

Anehnya, setelah autopsi, keluarga dilarang untuk memandikan dan mengkafani jenazah.

Keluarga juga diwanti-wanti untuk tidak memfoto kondisi tubuh korban dengan alasan nanti akan menjadi aib.

"Serangkaian kejanggalan inilah dari empat tahapan yang saya katakan itu yang membuat kami sangat yakin dan percaya bahwa Afif Maulana itu tidak melompat, tidak terpleset dari jembatan, dia disiksa dan mayatnya diturunkan di bawah jembatan," katanya.

Ia yakin pelakunya lebih dari satu.

Indira turut mengomentari tindakan Kapolda Sumatera Barat yang langsung menggelar konferensi pers.

Padahal kasus tersebut dilaporkan ke Polresta Padang dengan terlapor Ditsamapta Polda Sumbar.

"Lalu langsung diambil alih oleh Kapolda. Di dalam konpers itu, pernyataan akhirnya mengatakan 'Kami dihakimi, kami kemudian dikatakan bersalah, nama baik kami dicemarkan. Ada serangkaian upaya untuk menjelekkan nama kepolisian'. Dan ini sudah terjadi trial by the press," katanya.

Alih-alih mengusut, polisi justru akan memburu pelaku yang memviralkan kasus kematian Afif.

"Di situlah kami semakin tersentak sebagai penasihat hukum, pasti ada kesalahan besar yang ditutupi dari kasus ini," sambungnya.

Fakta tersebut membuat pihaknya dan keluarga korban yakin Afif Maulana disiksa.

Pihaknya pun akan membongkar dan memberikan keadilan kepada Afif dan kawan-kawan. (raf)

Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News 

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved