Berita Daerah

Sifat Agus Buntung Dianggap Berbahaya, Ahli Psikologi Forensik Ungkap Alasannya

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel justru menilai sifat I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung sangat berbahaya.

Editor: Joko Supriyanto
istimewa
I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung dan Reza Indragiri 

TRIBUNTANGERANG.COM - Kasus dugaan pelecehan seksual yang menjerat I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung asal Nusa Tenggara Barat (NTB) masih menjadi pertanyaan publik terkait kebenaranya.

Banyak publik yang tak percaya jika Agus yang memiliki kondisi kelainan fisik karena tak punya tangan, bisa melakukan pelecehan seksual.

Bahkan data terbaru kabarnya ada 13 wanita yang menjadi korban, mereka ada yang masih berusia dibawah umur.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel justru menilai sifat I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung sangat berbahaya.

Ditambah kasus ini sudah masuk dalam kejahatan serius yang diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

"Kita patut punya keinsafan (kesadaran) bahwa orang ini adalah orang yang super berbahaya," kata Reza Indragiri dikutip Tribunnews.com.

Bahkan Reza meminta kepada pihak kepolisian yang tengah menangani kasus ini agar bisa menyikapi dengan serius, agar kasus tersebut bisa terungkap secara terang menderang.

"Orang ini adalah residivis kejahatan serius yang sangat berbahaya, maka sepatutnya otoritas penegakan hukum melakukan penyikapan yang sangat serius terhadap yang bersangkutan sejak sekarang," kata Reza.

Alasan Reza menyebut Agus Buntung merupakan residivis kejahatan karena telah melakukan kejahatan secara berulang-ulang meskipun belum pernah dipenjara.

"Residivis yang saya maksud perilaku jahat berulang yang argonya dihitung berdasarkan jumlah korban," ungkap Reza.

Reza dalam kesempatannya juga meluruskan persepsi keliru publik terkait kekerasan seksual dan disabilitas.

Ia menilai masih ada beranggapan kekerasan seksual, khususnya rudapaksa hanya bisa dilakukan oleh orang yang normal.

"Fokus kita saat menarasikan kekerasan seksual berfokus kepada kondisi fisik pelaku."

"Sementara saat berbincang soal disabilitas, masih ada anggapan orang yang tidak berdaya, tidak mampu melakukan apapun, tidak pernah berpikiran jahat."

"Kalau dua narasi ini digabung memang muncul skeptisisme (keraguan). Bagaimana mungkin penyandang disabilitas melakukan kekerasan seksual," ungkapnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved