Dicopot karena Diduga Terlibat Pemerasan Penonton DWP, AKBP Bariu dan AKBP Wahyu Belum Lapor HKPN

Padahal dirinya berdasarkan tes urine dari polisi negatif narkoba. Namun banyak di antara penonton yang negatif narkoba tetap harus membayar sejumlah

Editor: Joseph Wesly
Tribunnews
Ilustrasi polisi. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Polri bertindak tegas terhadap 34 anggotanya yang diduga terlibat pemerasan 45 penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

Para personel tersebut dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya demi menjalani pemeriksaan terkait dugaan pemerasan yang dilakukan para personel Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

Berdasarkan laporan kepolisian, ada 45 warga Malaysia yang mengaku diperas oleh polisi dengan alasan pemeriksaan narkoba.

Namun ternyata berdasarkan pengakuan seorang korban, dia dan teman-temannya dari Malaysia diperas Rp 350 juta.

Padahal dirinya berdasarkan tes urine dari polisi negatif narkoba. Namun banyak di antara penonton yang negatif narkoba tetap harus membayar sejumlah uang agar bisa bebas.

Amir mengatakan mereka ditahan dua hari oleh polisi. Ironisnya mereka hanya diberikan makan sehari sewaktu ditahan.

Berdasarkan data kepolisian, kerugian yang diderita para penonton asal Malaysia yang diperas mencapai Rp 2,5 miliar.

Baca juga: Tahan dan Paksa Penonton DWP Tes Urine Acak, Polisi Disebut Sewenang-wenang: Harus Ada Bukti Awal

Dari 34 personel polisi yang dimutasi ke Yanma dan menjalani pemeriksaan ada dua oran perwira menengah.

Mereka adalah Kasubdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya yang dicopot AKBP Bariu Bawana, Kasubdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Wahyu Hidayat dan Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia telah melaporkan LHKPN.

Ternyata dua dari tiga Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya yang dicopot dari jabatannya imbas kasus pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 tak melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). 

Keduanya adalah Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Bariu Bawana dan Kasubdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Wahyu Hidayat.

Sementara itu, Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia telah melaporkan LHKPN.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com dari situs elhkpn.kpk.go.id, tidak ditemukan LHKPN milik AKBP Bariu.

Bariu tidak pernah melaporkan harta kekayaannya lagi sejak masih menjabat sebagai Kasat Lantas Polres Subang.

Terakhir ia melaporkan harta kekayaannya pada 2014, tetapi totalnya tidak tercantum.

Sementara itu, LHKPN AKBP Wahyu Hidayat juga tidak ditemukan.

Di situs elhkpn.kpk.go.id, ada dua nama Wahyu Hidayat yang bertugas di Polda Metro Jaya, tetapi keduanya bukan menjabat Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

Adapun total harta kekayaan milik AKBP Malvino di LHKPN-nya ada sebanyak Rp 716.500.000.

Total kekayaannya tersebut terdiri dari mobil Toyota Alphard tahun 2015 (Rp 315.000.000), mobil Toyota Innova tahun 2017 (Rp 298.000.000), dan motor Honda Vario tahun 2017 (Rp 8.500.000).

Selain itu, total harta kekayaan Malvino juga meliputi harta bergerak lainnya sebesar Rp 13.500.000 dan kas sebesar Rp 81.500.000.

Baca juga: Amir Penonton DWP Cerita Kisahnya Diperas Polisi Meski Urine Negatif, Harus Bayar Rp 350 Juta

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 18 anggota polisi menjalani pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap 45 warga negara asing (WNA) asal Malaysia. 

Pemalakan itu terjadi saat WNA asal Malaysia tersebut tengah menyaksikan Djakarta Warehouse Project (DWP) yang berlangsung di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, mulai 13 hingga 15 Desember 2024.

 Ke-18 anggota polisi dengan berbagai macam pangkat itu berasal dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, hingga Polda Metro Jaya.

Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian, jumlah barang bukti yang sudah dikumpulkan dari hasil pemerasan itu senilai Rp 2,5 miliar.

Kini, 18 anggota polisi tersebut telah menjalani penempatan khusus (patsus) dan akan menghadapi sidang kode etik pada pekan depan.

Selepas pengumuman penanganan perkara oleh Div Propam Polri, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto mengeluarkan surat telegram dengan nomor ST/429/XII/KEP./2024.

Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Karo SDM Polda Metro Jaya Kombes Pol Dwita Kumu Wardana.

Sebanyak 34 anggota dari Polsek Kemayoran, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polda Metro Jaya dimutasi ke Pelayanan Marksa (Yanma) Polri.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi berujar, 34 anggota yang dimutasi dalam rangka pemeriksaan kasus dugaan pemerasan penonton DWP asal Malaysia.

“Dalam rangka pemeriksaan (kasus pemerasan penonton DWP),” ujar Ade Ary saat dikonfirmasi, Kamis (26/12/2024).

Amir dan Temannya Cerita Diperas Polisi Rp 350 Juta

Amir Mansor (29) belum bisa melupakan pengalaman kelamnya.

Dia mengaku diperas polisi saat menonton ajang Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024.

Amir yang merupakan pecinta musik rave ini memang pelanggan acara DWP. Dia sebelumnya juga menonton DWP yang sebelumnya digelar di Bali beberapa waktu lalu.

Tidak hanya di Indonesia, Amir bahkan terbang ke beberapa negara asia demi menikmati musik tersebut.

Dia bahkan rela terbang ke Korea hingga Thailand demi menikmati musik serupa.

Namun kali ini dia mendapatkan perlakukan buruk di Indonesia.

Amir menjadi satu di antara 45 penonton yang diduga diperas polisi saat menonton DWP.

Polisi diduga memeras para penonton tersebut dengan jumlah nominal Rp 2,5 miliar.

Kepada wartawan, Amir Mansor menceritakan pengalamannya bersama teman-temannya diperas di acara musik elektronik terbesar di Asia tersebut.

"Kami sudah biasa bepergian ke negara-negara Asia untuk datang ke musik festival. Kami pernah pergi ke Thailand, Singapura, Korea, bahkan Indonesia," kata Amir kepada BBC News Indonesia.

Tahun lalu, Amir juga datang ke Bali demi DWP. Pengalamannya menyenangkan. Jadi, dia memutuskan datang kembali tahun ini.

Sialnya, rencananya untuk bersenang-senang selama tiga hari malah berubah jadi mimpi buruk gara-gara "razia" narkoba polisi.

Amir baru saja memesan layanan taksi daring lewat ponselnya ketika dia melihat temannya dihampiri oleh sejumlah orang.

Saat itu, mereka hendak kembali ke hotel setelah menonton malam pertama festival musik tersebut.

"Awalnya saya kira mereka adalah driver ojek online yang sedang mencari pelanggan," kata Amir.

Amir berasumsi demikian lantaran orang-orang itu berpakaian bebas dan tidak menunjukkan tanda pengenal sebagai polisi maupun surat izin penggeledahan.

"Mereka memanggil teman saya yang berjalan dengan saya. Mereka menggeledah teman saya, lalu saya menunggu teman saya karena saya sudah memesan taksi online untuk pulang bersama. Mereka (polisi) lalu ikut menarik saya, mengecek dompet dan barang-barang saya," kenangnya.

Amir mengeklaim, polisi tidak menemukan barang bukti narkoba apa pun saat dia digeledah.

Dia juga melihat polisi melakukan hal yang sama kepada sejumlah pengunjung DWP lainnya secara acak.

Mereka kemudian dikumpulkan dan dibawa ke Polda Metro Jaya. Sesampainya di kantor polisi, Amir mengaku diminta melakukan tes urine.

Ponsel mereka disita, tak dibolehkan menghubungi siapa pun termasuk pengacara atau Kedutaan Besar Malaysia.

"Mereka cuma mengizinkan kami menghubungi keluarga kami, tapi mereka memonitor komunikasi kami, lalu menyita kembali ponsel kami. Mereka juga tidak mengizinkan kami menunjuk pengacara. Mereka memaksa kami menandatangani surat penunjukan pengacara yang sudah mereka tentukan," terangnya.

Pada pagi harinya, polisi memberi tahu hasil tes urine mereka.

"Sebagian dari kami positif dan sebagian lainnya negatif. Tapi walaupun hasil tesnya negatif, mereka tetap mengunci kami di kantor mereka. Mereka bilang karena kami datang sama-sama, walaupun sebagian (hasil tes urine) negatif, kami diminta mengaku salah dan membayar untuk bisa bebas," kata Amir.

Amir mengeklaim bahwa dia dan delapan orang temannya diminta membayar Rp 800 juta untuk bisa bebas. 

"Padahal tidak ditemukan barang bukti apa pun pada kami, hanya tes urine sebagian dari kami hasilnya positif. Kami harus membayar Rp 800 juta, walaupun hasilnya negatif, kami tetap harus bayar," jelasnya.

Amir mencoba menawar nominal uang yang harus dibayarkan. Akhirnya, mereka membayar sekitar 100.000 ringgit Malaysia (sekitar Rp 360 juta).

Amir dan delapan temannya mentransfer dana sebesar total RM 100.000 secara bertahap.

Berdasarkan bukti transfer yang masih dia simpan, dana itu mereka kirimkan ke rekening pribadi seseorang berinisial MAB.

Amir mengeklaim MAB adalah pengacara yang ditunjuk polisi sebagai pendamping hukum Amir dan teman-temannya.

Ada pula seorang pengacara lainnya berinisial AT yang punya peran serupa dengan MAB, klaim Amir.

Menurutnya, AT dikenal sebagai salah satu pengacara di lingkup Polda Metro Jaya.

BBC News Indonesia telah meminta konfirmasi Polda Metro Jaya dan Mabes Polri terkait klaim-klaim Amir ini, namun hingga artikel ini diterbitkan belum mendapat respons.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sapriyanto Refa mengaku belum tahu soal dugaan keterlibatan sejumlah pengacara dalam kasus dugaan pemerasan ini.

"Ada beberapa yang diperlakukan lebih buruk dari kami" Amir menghabiskan waktu hampir dua malam di kantor polisi.

Selama itu, dia hanya diberi makan satu kali.

Dia mengaku melihat banyak orang bernasib sama. Orang-orang itu, kata Amir, tak cuma dari Malaysia.

"Ada orang-orang Indonesia, Singapura, dan Taiwan. Ada beberapa yang diperlakukan lebih buruk dari kami. Ada orang Taiwan yang ditaruh di sel karena kantor mereka sudah penuh dengan kami," sambung Amir.

Dia akhirnya dibebaskan pada Minggu (15/12/2024) siang.

Amir hanyalah satu dari banyak warga negara asing (WNA) yang menjadi korban pemerasan polisi berkedok razia narkoba. Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved