Makin Runyam, Muannas Alaidid Bantah Nusron Wahid Soal Ada HGB di Area Pagar Laut Tangerang

Pernyataan Menteri ATR/BPN kemarin sangat jelas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada adalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi

Penulis: Nurmahadi | Editor: Joseph Wesly
TribunTangerang/Nurmahadi
Pagar laut dibongkar Angkatan Laut di Pantai Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, pada Sabtu (18/1/2025). 
Laporan Reporter Tribuntangerang.com, Nurmahadi
TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG- Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pesisir Kabupaten Tangerang, menimbulkan polemik baru usai munculnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki perusahaan swasta maupun perorangan.
Menanggapi hal tersebut, Konsultan Hukum PIK-2 Muannas Alaidid menegaskan klaim laut yang disertifikatkan tidaklah benar.
Muannas menilai, yang terjadi adalah alih fungsi lahan tambak atau sawah milik warga yang terabrasi.
Meski demikian, batas-batasnya masih jelas kemudian dialihkan sesuai prosedur hukum.
“Pernyataan Menteri ATR/BPN kemarin sangat jelas. Tidak ada laut yang disertifikatkan. Yang ada adalah lahan tambak atau sawah yang terabrasi, namun batasnya tetap dapat diketahui dan tercatat dalam dokumen resmi, lalu dialihkan menjadi HGB dan SHM,” kata Muannas kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).
Berdasarkan hasil kordinasi dengan Lembaga Geospasial Menteri ATR/BPN sebelumnya, telah memerintahkan Dirjen SPPN untuk melakukan koordinasi dengan Badan Informasi Geospasial (GIB) untuk memeriksa garis pantai Desa Kohod.
Pemeriksaan itu kata Muannas, bertujuan untuk memastikan apakah HGB dan SHM berada di dalam atau di luar garis pantai, berdasarkan perubahan garis pantai, sejak 1982 hingga 2024.
Muannas mengaku, dalam pengecekan melalui Google Earth menunjukkan kavling HGB dan SHM yang berada di sekitar pagar bambu bukan laut, melainkan lahan warga yang terabrasi.
"Masalah ini muncul karena ada yang salah memahami bahwa pagar laut sepanjang 30 km tersebut adalah bagian dari SHGB milik pengembang, padahal sebagian di antaranya adalah SHM milik warga,” tuturnya.
Muannas mengatakan, seluruh dokumen yang diterbitkan melalui proses yang legal, sesuai prosedur penertiban HGB dsn SHM.
Lahan yang semula berupa tambak atau sawah milik warga lanjut Muannas, dialihkan menjadi SHGB milik PT setelah melalui pembelian resmi, pembayaran pajak, serta dilengkapi Surat Keputusan (SK) Izin Lokasi dan PKKPR (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).
“SHGB yang ada diterbitkan sesuai proses dan prosedur. Semula lahan tersebut SHM milik warga, dibeli secara resmi oleh PT, dibalik nama, dan pajaknya dibayar. Semua dokumen lengkap,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Muannas juga menyoroti adanya narasi yang keliru mengenai pagar laut sepanjang 30 kilometer tersebut.
“Isu ini mirip dengan narasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikaitkan secara keliru dengan PIK 2. Sama seperti itu, klaim bahwa seluruh pagar laut sepanjang 30 km adalah bagian dari HGB PIK juga tidak benar,” kata Muannas.
“Keterangan BPN sudah jelas, tidak semua pagar laut ini terkait HGB PIK. Ada SHM warga lainnya yang terlibat,” tambahnya.
Nusron Benarkan Ada HGB dan SHM di Area Pagar Laut

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid buka suara.

Politkus Golkar ini pun mengamini bahwa kabar bahwa ada SHM dan HGB di lokasi pagar laut tersebut berada.

Dia membenarkan baw sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di lokasi tersebut benar adanya.

Informasi adanya HGB dan SHM di lokasi tersebut juga dikabarkan oleh warganet di aplikasi BHUMI ATR/BPN yang menemukan bahwa kawasan sekitar pagar laut Tangerang ternyata bersertifikat HGB. 

"Kami mengakui atau kami membenarkan ada sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak sosmed (media sosial)," kata Nusron, dikutip dari siaran langsung Kompas TV, Senin (20/1/2025).

Menurutnya, sertifikat HGB itu berjumlah 263 bidang. Selain HGB, terdapat pula SHM sebanyak 17 bidang. Lantas, siapa pemilik sertifikat HGB dan SHM di kawasan Pagar Laut Tangerang itu? 

Daftar pemilik HGB di Pagar Laut Tangerang Nusron merinci, sertifikat HGB berjumlah 263 bidang itu merupakan milik beberapa perusahaan, yaitu: PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang Perorangan sebanyak 9 bidang.

Baca juga: Muncul HGB dalam Kasus Pagar Laut di Pesisir Tangerang, Ombudsman akan Minta Penjelasan ATR/BPN

Selain itu, terdapat pula SHM yang terbit di kawasan Pagar Laut Tangerang dengan jumlah 17 bidang.

Namun, Nusron tidak menyebutkan siapa pemilik masing-masing perusahaan di atas. "Kalau saudara-saudara ingin tanya siapa pemilik PT tersebut, silakan cek ke Administrasi Hukum Umum (AHU), untuk mengecek di dalam aktanya," ujarnya.

Pengecekan garis pantai Menindaklanjuti temuan sertifikat HGB dan SHM, Nusron menginstruksikan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (Dirjen SPPR) untuk berkoordinasi dan melakukan pengecekan bersama Badan Informasi Geospasial (BIG) pada Senin (20/1/2025).

Tujuannya adalah memeriksa apakah lokasi sertifikat-sertifikat tanah tersebut berada dalam garis pantai (daratan) Desa Kohod atau di luar garis pantai (laut).

Pasalnya, pengecekan sementara menunjukkan bahwa dalam proses pengajuan sertifikat tersebut, terdapat dokumen-dokumen yang terbit pada 1982. 

"Karena itu, kami perlu cek, mana batas pantai tahun 1982, mana batas pantai 1983, 1984, 1985, sampai batas garis pantai 2024 dan sampai sekarang," tuturnya.

Dengan begitu, pihaknya dapat mengecek apakah lokasi yang dimaksud termasuk dalam peta bidang tanah SHGB atau SHM itu berada dalam garis pantai atau di luar garis pantai.

Dia menargetkan hasil pemeriksaan sudah didapatkan pada Selasa (21/1/2025), karena tidak terlalu sulit.

"Kami tidak mau berspekulasi apakah ini dulunya berupa tambak atau berupa apa, yang berhak untuk itu patokannya adalah garis pantai," jelas dia dia.

Jika hasil koordinasi dengan BIG menunjukkan adanya sertifikat HGB dan SHM yang terbukti berada di luar garis pantai atau di wilayah laut, pihaknya akan melakukan evaluasi dan peninjauan ulang.

Menurutnya, Kementerian ATR/BPN masih memiliki kewenangan untuk meninjau ulang sertifikat tanah tersebut, karena baru terbit pada 2023.

"Berdasarkan PP, selama sertifikat itu belum berusia 5 tahun dan ternyata dalam perjalanan terbukti secara faktual, ada cacat material, prosedural, dan cacat hukum, maka dapat kami batalkan dan kami tinjau ulang tanpa perintah pengadilan," terang Nusron.

Tak hanya itu, Kementerian ATR/BPN juga akan melakukan penindakan terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam proses penerbitan sertifikat tanah tersebut, terutama jika bukti menunjukkan bahwa sertifikat HGB dan SHM berada di wilayah laut.

Baca juga: Titiek Soeharto Heran Otak di Balik Pagar Laut Belum Terungkap: Mosok Ngak Dapat-dapat

Dia merinci, oknum-oknum yang terlibat di antaranya juru ukur, Kepala Seksi Pengukuran dan Survei Kantor Pertanahan (Kantah) Tangerang, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kantah Tangerang, serta Kepala Kantah Tangerang.

"Manakala nanti terbukti berada di luar garis pantai, dan manakala terbukti tidak compliance, manakala terbukti tidak sesuai dengan prosedur, dan manakala tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, kami akan tindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada," tandasnya.

Ombudsman Minta Keterangan ATR/BPN

Kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Pesisir Kabupaten Tangerang, ternyata menimbulkan polemik baru.
Yang mana, terdapat Hak Guna Bangunan (HGB) hingga Sertifikat Hak Milik (SHM), dari perusahaan swasta maupun perorangan.
Hal itu pun menjadi perhatian publik, lantaran adanya HGB hingga SHM tersebut telah menabrak hak konstitusi terkait laut.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten, Fadli Afriadi menuturkan, jika sampai ada penerbitan di HGB di kawasan itu, maka perairan yang dipasangi pagar laut, telah dianggap sebagai daratan.
Fadli menilai, hal tersebut berbanding terbalik dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VII/2010 menyangkut ketentuan mengenai pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).
“Yang jelas satu, kalau kebetulan mahkamah konstitusi sebenarnya di laut itu tidak berlaku rezim hak, artinya tidak boleh ada kepemilikan. Jadi kalau bentuknya ini ada Hak Guna bangunan, tentu perlu diselidiki lebih lanjut kok bisa keluarnya itu adalah dalam bentuk hak,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (21/1/2025).
Atas hal tersebut, Fadli mengatakan pihaknya akan memanggil perwakilan dari kantor wilayah (Kanwil) ATR/BPN, untuk mengetahui Informasi lebih lanjut soal HGB dan SHM tersebut.
“Jadi kami akan secepatnya mengundang ke Kanwil ATR/BPN kita perlukan informasi yang lebih jelas nih terkait antara keberadaan kabar HGB tersebut dengan pagar laut yang ada,” kata dia.
Lebih lanjut Fadil menegaskan akan memanggil pihak-pihak yang terlibat baik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tangerang hingga Provinsi Banten. 
“Ya kami (akan panggil). (Tapi) akan fokus pihak terkait (terlebih dahulu). Nanti akan kita panggil (dari Pemda ) untuk memastikan lagi, bagaimana bisa ada HGB di sana,” ungkapnya.(m41)

Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved