Daftar Lembaga dan Tokoh yang Tolak Wacana Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak Militer

Bukan sembarangan mengirim, anak yang dikirim ke barak TNI adalah anak yang orang tuanya sudah tidak mampu lagi untuk mendidik secara etika

Editor: Joseph Wesly
(Tribun Jabar/Lutfi AM)
BARAK TNI- Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memiliki wacana mengirim anak nakal ke barak TNI. Namun wacana itu ditolak oleh sejumlah lembaga dan tokoh. (Tribun Jabar/Lutfi AM) 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Wacana Dedi Mulyadi mengirim anak nakal ke barak militer dikritik berbagai pihak.

Sebelumnya Dedi Mulyadi mengaku ingin mengirim pelajar nakal ke barak TNI agar hidup disiplin.

Bukan sembarangan mengirim, anak yang dikirim ke barak TNI adalah anak yang orang tuanya sudah tidak mampu lagi untuk mendidik secara etika dan perilaku. 

Berdasarkan kategori, anak yang akan dikirimkan barak TNI adalah  siswa yang terlibat tawuran dan terlibat geng motor.

Dedi Mulyadi juga sudah bekerjasama dengan Kodam III Siliwangi terkait penanganan siswa bermasalah itu.

Kerjasama itu juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen Wahyu Yudhayana.

Brigjen Wahyu Yudhayana mengatakan rencana tersebut akan dibicarakan secara lebih rinci dengan Pemprov Jabar.

Namun wacana itu direspon berbeda oleh Amnesty International Indonesia.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyoroti potensi pelanggaran hak-hak asasi anak terkait rencana kerja sama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan TNI Angkatan Darat terkait pembinaan siswa bermasalah.

Usman memandang pelibatan personel TNI untuk melakukan pembinaan siswa bermasalah dengan cara militer adalah cara yang tidak tepat.

Displin militer, menurutnya tidak cocok untuk pertumbuhan anak karena metode militer sering kali melibatkan disiplin keras dan hukuman fisik yang tidak sesuai untuk anak-anak yang masih dalam proses perkembangan dan pertumbuhan.

Menurutnya, anak-anak justru membutuhkan pendekatan yang mendukung perkembangan emosi, sosial, dan kognitif mereka.

"Pendekatan itu membawa potensi terjadinya pelanggaran hak-hak asasi anak. Pembinaan dengan cara militer dapat berpotensi melanggar hak-hak anak, seperti hak atas perlindungan dari kekerasan fisik dan psikologis, serta hak untuk berkembang dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung," kata Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, pendekatan yang dibutuhkan untuk menangani siswa bermasalah adalah pendekatan yang lebih holistik.

Pendekatan tersebut menurutnya termasuk dukungan psikologis, pendidikan khusus, dan bantuan sosial. 

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved