TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Tim Densus 88 Antiteror Polri menemukan bahan peledak Triacetone Triperoxide Aseton Peroksida (TATP) seberat 35 kilogram, di Gunung Ceremai, Majalengka, Jawa Barat, Jumat (1/10/2021) pekan lalu.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, bahan peledak itu milik Imam Mulyana (31), narapidana teroris Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang ditangkap pada 2017 silam.
Pada Oktober 2021, Imam baru mengakui pernah menyimpan bahan baku peledak seberat 35 kilogram yang disembunyikan di Gunung Ceremai.
Baca juga: Partai Buruh Bakal Dideklarasikan Hari Ini, Said Iqbal Jadi Calon Tunggal Ketua Umum
Hal itu diakuinya usai menjalankan ikrar untuk sumpah setia kepada kedaulatan NKRI dan Pancasila.
"Kepada Densus 88, Imam membuat pengakuan bahwa dia bersama komplotannya masih menyimpan bahan baku TATP seberat 35 kilogram di Gunung Ceremai," ungkap Ahmad saat dikonfirmasi, Senin (4/10/2021).
Ahmad menjelaskan, bahan baku peledak ini memiliki daya ledak tinggi. Bahkan, bahan peledak ini dijuluki The Mother Of Satan.
Baca juga: Diduga Pasang Bendera HTI di Meja Kerjanya, Jaksa KPK Dilaporkan ke Jamwas Kejagung
"Penyimpanan bahan peledak yang dikenal sebagai The Mother Of Satan karena ledakannya yang dahsyat itu berada di Kaki Gunung Ceremai," jelasnya.
Ia menyampaikan, sejumlah TATP itu ditemukan di beberapa wadah terpisah.
Rinciannya, TATP di wadah toples berisi 10 kilogram, dan botol plastik ukuran 250 ml berisikan gotri.
Baca juga: Partai Demokrat Bilang Moeldoko Ngebet Jadi Presiden, Pernah Minta Jabatan Ketua Umum kepada SBY
Bahan baku peledak TATP tersebut dimasukan di 4 wadah tupperware, setengah botol air minum, hingga beberapa wadah lainnya.
"Selanjutnya, tim Jibom Brimob Polda Jabar melakukan tindakan pemusnahan terhadap bahan peledak tersebut di sekitar lokasi penemuan."
"Dari hasil pemusnahan itu diketahui ternyata bahan peledak tersebut masih menghasilkan efek ledakan yang dahysat," terangnya.
Baca juga: Tak Sebut Suku, Natalius Pigai Bantah Lontarkan Ujaran Rasisme kepada Jokowi dan Ganjar Pranowo
Ahmad mengatakan, tidak mudah mencari barang bukti tersebut.
Barang bukti itu ditemukan di lokasi tersembunyi di ketinggian 1450 MDPL.
"Tim pada akhirnya menemukan bahan peledak berupa TATP sebanyak 35 kilogram itu di ketinggian 1450 MDPL."
Baca juga: Dituding Dibayar Rp 100 Miliar untuk Gugat AD/ART Partai Demokrat, Yusril: Tidak Intelektual
"Di sebuah lokasi tersembunyi dan sulit untuk dijangkau di seputaran Blok Cipager, Desa Bantar Agung, Sidangwangi, Majalengka, Jawa Barat," beber Ramadhan.
Ia menuturkan, lokasi itu ditemukan berdasarkan arahan dari pelaku yang juga narapidana kasus terorisme Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Imam Mulyana (31).
Imam juga turut dilibatkan dalam pencarian.
Baca juga: Demi Efektivitas dan Efisiensi, Gerindra Setuju Pemilu 2024 Digelar pada 15 Mei
"Tim Densus 88 Antiteror Polri bersama dengan tim Jibom Brimob Polda Jawa Barat, Infafis Polres Majalengka, tim Polres Majalengka, dan tim Lapas Sentul yang mengawal napiter Imam Mulyana melakukan pencarian."
"Seluruh tim membelah hutan yang lebat dengan rute yang tidak lazim selama berhari-hari."
"Selanjutnya tim Jibom Brimob Polda Jabar melakukan tindakan pemusnahan terhadap bahan peledak tersebut di sekitar lokasi penemuan."
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 4 Oktober 2021: Suntikan Pertama 94.223.690, Dosis Kedua 53.006.923
"Dari hasil pemusnahan itu diketahui ternyata bahan peledak tersebut masih menghasilkan efek ledakan yang dahysat," jelasnya.
Imam ditangkap saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Cirebon, Jawa Barat, pada 2017 lalu.
"Pada 18 September 2017, Presiden Jokowi akan menghadiri acara penutupan kegiatan Festival Keraton Nusantara (FKN) IX Tahun 2017 di Taman Gua Sunyaragi, Cirebon."
Baca juga: Pekerja di Indonesia Sangat Banyak, Gerindra Bilang Partai Buruh Berpeluang Besar Masuk Parlemen
"Densus 88 Antiteror Polri menangkap teroris di sekitar bandara Cakrabhuwana, Cirebon, Jawa Barat, tiga jam sebelum Presiden mendarat," papar Ramadhan.
Dari tangan Imam, kata Ramadhan, Tim Densus 88 Antiteror Polri juga menemukan barang bukti lain.
Di antaranya, satu buah koper yang berisikan sangkur, airsoft gun, buku ajakan berjihad, dan beberapa benda mencurigakan lainnya.
"Dari hasil penyelidikan awal pada saat itu, Imam diketahui terkait dengan jaringan JAD dan berniat untuk merampas senjata anggota polisi yang mengamankan kedatangan presiden sekaligus melukainya," terangnya.
Belajar Terorisme dari Medsos
Tiga dari 48 tersangka teroris yang ditangkap Densus 88, merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Ketiganya mengenal pemahaman terorisme dari media sosial.
"Lebih tepatnya jaringan JAD, tapi dia gunakan medsos 3 orang ya."
Baca juga: Dari Sumatera Hingga Kalimantan, Densus 88 Ciduk 48 Tersangka Teroris dalam Waktu 4 Hari
"Dia mengenal tentang pemahaman teroris juga dari medsos."
"Menyebar berita-berita tentang informasi dari medsos," ungkap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/8/2021).
Ahmad menuturkan, ketiganya mengetahui cara pembuatan senjata hingga kegiatan aksi terorisme melalui media sosial.
Baca juga: Pemerintah Turunkan Harga Tes PCR: Maksimal Rp 495 Ribu di Jawa-Bali, dan Pulau Lainnya Rp 525 Ribu
"Sama belajar mengetahui, membuat senjata, membeli senjata dari medsos."
"Buku-buku mempelajari teroris dia dari medsos."
"Sehingga JAD itu ya pemahamannya pengetahuannya dari medsos."
Baca juga: Ombudsman Nilai Capaian Vaksinasi Covid-19 Jakarta Ambigu, Pemprov Diminta Bersihkan Data
"Jadi kadang saling mengenal dari medsos," ungkapnya.
Ahmad menambahkan, jaringan ini berbeda dari Jamaah Islamiah (JI).
Kegiatan mereka juga berbeda satu wilayah dengan wilayah lainnya.
Baca juga: Modus Yayasan Milik Teroris JI Galang Dana, Tebar Kotak Amal Hingga Gelar Tablig Akbar
"JAD beda sama JI."
"JI itu kumpul-kumpul ya punya kelompok, dan biasanya antar-wilayah satu dengan wilayah lainnya terhubung," jelasnya. (Igman Ibrahim)