Virus Corona

Satgas Covid-19 PB IDI: Varian Mu Tidak Seganas Delta, tapi Lebih Serius dari Alfa, Beta, dan Gamma

Sejauh ini para peneliti menilai varian Mu memiliki kemampuan menurunkan efektivitas vaksin dan menyebar di 49 negara.

Editor: Yaspen Martinus
bbc.co.uk/kompas.com
Varian Mu diduga bakal menjadi sumber masalah gelombang baru pandemi Covid-19. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Varian Mu diduga bakal menjadi sumber masalah gelombang baru pandemi Covid-19.

Sejauh ini para peneliti menilai varian Mu memiliki kemampuan menurunkan efektivitas vaksin dan menyebar di 49 negara.

Namun benarkah demikian?

Baca juga: Satu Jam Mengudara, Pesawat Rimbun Air Hilang Kontak di Papua, Angkut Bahan Bangunan dan Sembako

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban memberi pandangannya dalam sebuh video yang diterima Tribun, Rabu (15/9/2021).

Menurutnya, varian Mu bukanlah varian yang baru ditemukan, melainkan ada sejak 8-9 bulan lalu, atau tepatnya terdeteksi pertama pada Januari 2021 di Kolombia dan menyebar ke Ekuador.

Selama perjalanan varian Mu ini, angka penularannya terhitung kecil atau 0 01 persen.

Baca juga: Varian Mu Dikabarkan Terdeteksi di Malaysia, Pemerintah dan Masyarakat Diminta Jangan Kecolongan

Meski demikian, kewaspadaan dan antisipasi tetap diperlukan, mengingat kejadian varian Delta yang begitu menakutkan.

Lonjakan kasus naik drastis di sejumlah negara, bahkan di Amerika Serikat dan Israel yang sebelummya telah memiliki kasus sangat rendah dan cakupan vaksinasi di atas 50 persen.

"Kenapa khawatir dengan varian Mu? Karena punya sejarah dari varian Delta kan amat menakutkan."

Baca juga: Peternak Ayam yang Bentangkan Poster Saat Kunjungan Presiden di Blitar, Dundang Jokowi ke Istana

"Jadi sekali lagi varian Mu mungkin sekali tidak akan menjadi masalah jangka panjang, kita memang perlu antisipasi namun tidak perlu panik," tuturnya.

Prof Zubairi mengingatkan, varian Mu tidak seganas varian Delta, namun lebih serius dari varian Alfa, Beta, maupun Gamma.

"Jadi sekali lagi tidak seserius varian Delta, buktinya sampai sekarang pertama prevalensinya rendah sekitar 0,1 persen untuk dunia."

"Yang kedua, tidak ada bukti bahwa varian Mu lebih serius dan lebih gawat dibandingkan dengan varian Delta, yang ketiga, kita tetap harus waspada," pesannya.

Belum Terdeteksi di Indonesia

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono memastikan varian Covid-19 Mu belum masuk di Indonesia.

Hal itu mengacu pada hasil pelacakan melalui metode Whole Genome Sequencings (WGS) dari 7 ribu sampel.

"Di beberapa tempat di sekitar kita belum ditemukan."

Baca juga: Waspada, Korban Kebocoran Data Bisa Dituduh Sebagai Teroris

"Kita sudah melakukan Whole Genome Sequencings terhadap 7.000 orang di seluruh Indonesia, tapi belum tedeteksi," kata Dante saat memberikan keterangan terkait PPKM, Senin (6/9/2021) malam.

Ia mengatakan, semakin banyak kasus berkembang dan semkain lama pandemi berlangsung maka virus akan melakukan modifikasi dan mutasi.

Varian Mu yang pertama kali terdeteksi di Kolombia ini, disebut-sebut memiliki sifat resistensi terhadap vaksin dalam skala laboratorium.

Baca juga: Daripada Cari Kambing Hitam Soal Data Bocor, DPR Ajak Pihak Terkait Duduk Bareng dan Cari Solusi

Meski demikian, penyebarannya tidak secepat varian Delta.

"Mudah-mudahan varina Mu ini akan abortif seperti varian Lambda beberapa waktu yang lalu," harapnya.

Sementara, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah terus berupaya membendung masuknya varian-varian baru Covid-19, termasuk varian Mu.

Baca juga: Pengelola Pusat Belanja Berharap Anak di Bawah 12 Tahun Boleh Masuk dan Waktu Makan Tak Dibatasi

Ia menyebut pemerintah terus mengawasi mobilitas, baik dalam dan luar negeri.

"Walaupun saat ini kondisi cenderung normal dan beberapa pembukaan sektor juga secara gradual dilakukan."

"Pemerintah terus berusaha mengawasi mobilitas dalam dan luar negeri dengan penuh kehati-hatian," ucap Wiku dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.

Baca juga: Digerebek Polisi, Dua Penyabung Ayam Tewas Tenggelam di Sungai Cidurian Kresek Tangerang

Ia mengatakan, varian yang terdeteksi pertama kali pada Januari 2021 ini telah banyak ditemukan di negara lain seperti Amerika Selatan dan Eropa.

Menurut Wiku, status VOI diberikan pada varian yang sedang diamati untuk dapat memberikan kesimpulan.

"Bahwa varian ini bersifat lebih infeksius daripada varian originalnya (Corona asal Wuhan, Tiongkok)," imbuhnya.

Baca juga: Ini Indikator yang Diperlukan Agar Covid-19 Turun Status Jadi Endemi

Varian Mu atau B.1621 sedang dalam pengamatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), atau masuk kategori Varian of Interest (VoI).

Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (3/9/2021), sebanyak 48 kasus telah diidentifikasi di Inggris, bersamaan dengan ratusan lainnya di Amerika Serikat (AS), dengan total kasus di seluruh dunia mencapai sekitar 4.500.

Varian B.1.621 yang ditetapkan pada 30 Agustus 2021 dengan huruf ke-12 alfabet Yunani oleh WHO ini, kali pertama diidentifikasi di Kolombia pada Januari lalu.

Baca juga: Wamenkes: Semakin Lama Pandemi, Semakin Banyak Mutasi Covid-19

Buletin mingguan WHO mengatakan, studi awal kode genetik strain baru ini menunjukkan varian ini seperti varian Beta yang ditemukan di Afrika Selatan, karena kemungkinan dapat menghindari antibodi yang dibangun oleh vaksinasi.

Kendati demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendukung teori itu.

"Varian Mu memiliki konstelasi mutasi yang menunjukkan sifat potensial untuk lolos dari kekebalan."

Baca juga: Ajukan Praperadilan, Kuasa Hukum Yahya Waloni: Kerukunan Beragama Berdampak Jika Sampai Disidang

"Data awal yang disajikan kepada kelompok kerja evolusi virus menunjukkan pengurangan kapasitas netralisasi serum pemulihan dan vaksin yang serupa, dengan yang terlihat untuk varian Beta."

"Namun ini perlu dikonfirmasi oleh penelitian lebih lanjut," seperti tertulis dalam buletin itu.

WHO menyebut varian Mu menyebar di Kolombia dan Ekuador, serta muncul pula di Eropa.

Baca juga: Wakil Ketua DPR: Kalau Presiden Perlu Cepat, Surpres Pergantian Panglima TNI Pasti Segera Dikirim

Namun prevalensi globalnya masih kurang dari satu dalam seribu kasus.

Ahli Epidemiologi Penyakit Menular WHO Maria van Kerkhov pun menuliskan cuitan terkait informasi terbaru yang tersedia tentang varian tersebut.

Lembaga Kesehatan Masyarakat Inggris (PHE) mengatakan pada bulan lalu, 'tidak ada bukti' yang menunjukkan Mu lebih menular dibandingkan varian Delta.

Baca juga: Amien Rais Bilang Amandemen UUD 1945 Salah Satu Upaya Menghancurkan Bangsa Indonesia

Karena, varian Delta yang diketahui lebih cepat dan mudah menular dibandingkan varian sebelumnya, telah mendorong Pemerintah Inggris menunda pencabutan sistem penguncian (lockdown) negara itu.

Sementara, varian minat terakhir WHO yang disebut sebagai Lambda, diyakini berasal dari Peru, sebelum akhirnya menyebar luas di Amerika Latin dan Amerika Utara, kemudian mencapai seluruh dunia. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved