Gubernur Lemhannas: Jangan Gubris Generasi Tua yang Teriak Isu Komunisme, Ditanggapi Makin Jadi

Menurut Agus, generasi tua itu justru tak membawa perubahan lebih maju untuk Indonesia.

Editor: Yaspen Martinus
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyoroti rutinnya isu komunisme muncul setiap mendekati akhir September, setiap tahun. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengatakan, isu kebangkitan komunisme diembuskan oleh generasi tua.

Mereka selalu menceritakan perannya dalam peristiwa G30S tahun 1965.

Menurut Agus, generasi tua itu justru tak membawa perubahan lebih maju untuk Indonesia.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 2 Oktober 2021: Dosis Pertama 93.066.494, Suntikan Kedua 52.316.566

Hal itu disampaikan Agus dalam dialog Kesaktian Pancasila dan Menjaga NKRI yang disiarkan kanal YouTube Radio Elshinta, Jumat (1/10/2021).

"Kesalahan kita adalah ketika generasi tua, generasi saya masih berbicara, mereka bericara tentang peran mereka di tahun 1965."

"Tidak lagi memandang secara reflektif dari Indonesia di tahun 2021."

Baca juga: BEGINI Penampakan Meterai Elektronik yang Diluncurkan Pemerintah, Nantinya Bisa Dibeli di Bank

"Apabila itu tetap dilakukan, maka sebetulnya Indonesia sekarang ini masih berada pada tahun 1965," tutur Agus.

Agus menambahkan, hal itu semestinya tak perlu didengar oleh generasi saat ini.

Sebab, ketika isu komunisme yang diserukan oleh generasi tua mendapat atensi, maka di situlah isu tersebut mendapat kesempatan semakin besar dibicarakan.

Baca juga: Ini Penyebab Single Identity Number di Indonesia Masih Belum Sempurna Meski Diterapkan Sejak 2013

"Jangan dengarkan mereka."

"Biarkan mereka berteriak di tengah medan yang terbuka, yang kosong."

"Semakin mereka ditanggapi, semakin jadi, dan semakin seperti gatal mungkin ya, alergi."

Baca juga: Mantan Satpam Viralkan Foto Bendera HTI di Meja Pegawai, KPK Bilang Ingin Sebar Hoaks

"Semakin digaruk semakin keluar gatelnya."

"Biarkan saja, jangan digubris."

"Biarkan mereka itu mencari kepuasaan di dalam dirinya sendiri dengan angan-angan mereka," paparnya.

Baca juga: Setelah Mekanisme Rekrutmen Rampung Digodok, Polri Segera Undang 57 Mantan Pegawai KPK

Agus juga menyoroti rutinnya isu komunisme muncul setiap mendekati akhir September, setiap tahun.

Menurut Agus, jika isu komunisme hadir dan menjadi ritual tahunan, maka patut dicurigai hal itu sebagai muatan politis kelompok tertentu atau individu.

Hal itu disampaikan Agus dalam dialog Kesaktian Pancasila dan Menjaga NKRI yang disiarkan kanal YouTube Radio Elshinta, Jumat (1/10/2021).

Baca juga: Baleg DPR Ingin Kunker ke Brasil dan Ekuador, Formappi: Sudah Kebelet Pelesiran Ya?

"Kalau kembali menghadirkan sebagai ritual tahunan (isu komunisme), saya curiga bahwa ini mempunyai muatan politis," kata Agus.

Agus beralasan, tema komunisme sangat mudah membangun emosi suatu kelompok atau kelompok lainnya.

Sehingga, tak dipungkiri jika isu itu akan dijadikan alat dalam menggalang emosi kelompok massa.

Baca juga: Per 1 Oktober, Tinggal 280 Pasien Covid-19 Dirawat di Wisma Atlet Kemayoran

Ia mencontohkan, bagaimana kelompok salah satu agama yang percaya akan Tuhan.

Sementara, komunisme yang dianggap ateis, tentu akan menimbulkan konflik.

"Karena tema ini, tema yang mudah untuk membangunkan emosi."

Baca juga: Menuju Single Identity Number, Dirjen Dukcapil Minta Masyarakat Mulai Hafalkan NIK

"TNI AD yang memang mempunyai konflik terus menerus dengan komunis," jelasnya.

Sebelumnya, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menuding PKI menyusupi TNI.

Tudingan itu dikaitkan dengan pembongkaran patung tokoh militer di Museum Darma Bhakti Kostrad.

Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman membenarkan patung tiga tokoh yang tadinya ada di Museum Darma Bhakti Kostrad itu, kini sudah tidak ada.

Ketiga patung itu adalah patung Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD).

Patung tersebut, kata Dudung, dibuat pada masa Panglima Kostrad Letjen TNI Azmyn Yusri (AY) Nasution pada 2011 sampai 2012.

Dudung mengatakan, kini patung tersebut diambil oleh penggagasnya, yakni Letjen TNI (Purn) AY Nasution sendiri, yang meminta izin kepadanya selaku Panglima Kostrad saat ini.

Ia menghargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution yang merasa berdosa membuat patung-patung tersebut, menurut keyakinan agamanya.

"Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan," jelas Dudung lewat keterangan tertulis, Senin (27/9/2021).

Dudung membantah tudingan yang mengaitkan penarikan tiga patung tersebut untuk melupakan peristiwa sejarah pemberontakan G30S pada 1965.

Ia juga menegaskan tudingan tersebut tidak benar.

Dudung menegaskan dirinya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama, yakni tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD, dan perwira pertama Kapten Piere Tendean.

"Jadi, tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan bahwa AD telah disusupi oleh PKI."

"Itu tudingan yang keji terhadap kami," tuturnya.

Seharusnya, kata dia, Gatot selaku senior di TNI, terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan menanyakan langsung kepada dirinya selaku Panglima Kostrad.

Dudung juga mengingatkan pentingnya tabayun dalam Islam, agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang membuat fitnah, dan menimbulkan kegaduhan terhadap umat dan bangsa.

Ia melanjutkan, foto-foto peristiwa serta barang-barang milik Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto saat peristiwa 1965, masih tersimpan dengan baik di museum tersebut.

"Hal ini sebagai pembelajaran agar bangsa ini tidak melupakan peristiwa pemberontakan PKI dan terbunuhnya pimpinan TNI AD serta Kapten Piere Tendean," beber Dudung.

Klarifikasi Kostrad

Kostrad mengklarifikasi adanya pemberitaan dalam diskusi bertajuk “TNI Vs PKI” yang digelar pada Minggu (26/9/2021) malam.

Lewat keterangan tertulis, Kapen Kostrad Kolonel Inf Haryantana mengatakan, dalam diskusi yang digelar secara daring tersebut, diputar sebuah klip video pendek yang memperlihatkan Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad, Gambir, Jakarta Pusat.

Museum itu disebut berada di bekas ruang kerja Panglima Kostrad (Pangkostrad) Mayjen Soeharto ketika peristiwa G30S terjadi.

Di dalam museum itu juga disebut tadinya terdapat diorama yang menggambarkan suasana di pagi hari, 1 Oktober 1965, beberapa jam setelah enam Jenderal dan seorang Perwira muda TNI AD diculik pasukan kawal pribadi presiden, Cakrabirawa.

Adegan yang digambarkan itu disebut merupakan saat Mayjen Soeharto menerima laporan dari Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) Kolonel Sarwo Edhie Wibowo.

Sementara, Menteri/Panglima TNI Angkatan Darat Jenderal AH Nasution yang selamat dari upaya penculikan PKI beberapa jam sebelumnya, juga disebut duduk tidak jauh dari Soeharto dan Sarwo Edhie.

Dalam ruang kerja Pak Harto juga disebutkan ada patung Soeharto, Sarwo Edhie, dan AH Nasution, yang menggambarkan saat kritis (setelah penculikan enam Jenderal TNI AD) dan rencana menyelamatkan negara dari pengkhianatan PKI.

Sekaligus, peran utama Panglima Angkatan Darat, Pangkostrad, dan Resimen Parako yang kini menjadi Kopassus.

Oleh karena itu, Haryantana menyatakan tidak benar Kostrad mempunyai ide membongkar patung Soeharto, Sarwo Edhie, dan AH Nasution, di Museum Dharma Bhakti Markas Kostrad.

Pada Hari Senin tanggal 30 Agustus 2021, kata Haryantana, Panglima Kostrad ke-34 Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution didampingi Kaskostrad dan Irkostrad, bersilaturahmi kepada Pangkostrad, untuk meminta pembongkaran patung-patung tersebut.

"Bahwa pembongkaran patung-patung tersebut atas keinginan dan ide Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution."

"Karena pada saat menjabat Pangkostrad periode (9 Agustus 2011 sampai dengan 13 Maret 2012), beliau yang membuat ide untuk pembuatan patung-patung tersebut," jelas Haryantana.

Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution, kata dia, meminta patung-patung yang telah dibuatnya, dibongkar demi ketenangan lahir dan batin, sehingga pihak Kostrad mempersilakan.

Ia menegaskan, tidak benar Kostrad menghilangkan patung sejarah (penumpasan G30S/PKI).

Pembongkaran patung-patung tersebut, kata dia, murni keinginan Letnan Jenderal TNI (Purn.) Azmyn Yusri Nasution sebagai pembuat ide.

"Disimpulkan bahwa Kostrad tidak pernah membongkar atau menghilangkan patung sejarah (penumpasan G30S/PKI) Museum Dharma Bhakti di Markas Kostrad."

"Tapi pembongkaran patung-patung tersebut murni permintaan Letnan Jenderal TNI (Purn) Azmyn Yusri Nasution sebagai pembuat ide dan untuk ketenangan lahir dan batin," terangnya. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved