Pemilu 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih Laporkan Hakim PN Jakpus ke Komisi Yudisial 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih hari ini, Senin (6/3/2023), telah melaporkan Hakim PN Jakpus ke Komisi Yudisial (KY) RI.

Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Ign Agung Nugroho
Tribun Tangerang/Yolanda Putri Dewanti
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ke Komisi Yudisial (KY) RI, Senin (6/3/2023). 

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih hari ini, Senin (6/3/2023), telah melaporkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ke Komisi Yudisial (KY) RI. 

Anggota Koalisi Kawal Pemilu Bersih, Saleh Alghifari mengatakan,  pelaporan ini merupakan buntut atas putusan PN Jakpus yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Pihaknya, kata dia, memandang pengabulan gugatan tersebut telah melanggar kode etik dan perilaku hakim, sebagaimana dibuat oleh Mahkamah Agung (MA) RI dan KY RI.

 

 

"Kami menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku majelis hakim PN Jakarta Pusat yang memutus penundaan Pemilu (Pemilihan Umum) melalui sengketa perbuatan melawan hukum gugatan perdata, yang menurut kami, itu melanggar kode etik dan perilaku hakim yang telah dibuat KY dan MA," kata Saleh saat  konferensi pers di kantor KY, Senen, Jakarta Pusat.

Menurutnya, penilaian itu berdasarkan dua poin dalam peraturan kode etik dan perilaku hakim.

Pertama, berkaitan dengan profesionalitas hakim, di mana hakim harus menerapkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas.

 

Baca juga: KPU Telah Terima Salinan Putusan PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu 2024, Segera Ajukan Banding

 

Baca juga: Begini Tanggapan Partai Prima Soal Pernyataan Megawati Tentang Pemilu 2024 Ditunda

 

Kedua, berkaitan dengan keharusan hakim untuk melandaskan tindakannya dari nilai-nilai hukum dan luhur yang ada di masyarakat.

"Di mana, kami nilai dalam perkara ini, Majelis Hakim mengabaikan konstitusi pada Pasal 22E ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang mewajibkan Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali secara luber dan jurdil," kata Saleh. 

"Walupun tadi sudah disinggung juga soal irisan dengan teknis yudisial, dengan pertimbangan hukum, dan independensi, tapi menurut kita, ini sangat-sangat jauh melenceng. Nah ini kita wajib mencurigai, apakah di sini ada dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku," tambahnya. 

 

Baca juga: Mahfud MD Sebut Putusan PN Jakpus Soal Tunda Pemilu 2024 Harus Dilawan Habis-habisan

 

Baca juga: Ray Rangkuti: Putusan PN Jakpus Soal Penundaan Pemilu 2024 Terkesan Genit dan Seadanya

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved