Kasus Impor Emas Batangan Rp 189 Triliun di Bea Cukai, Johan Budi Minta Datanya Diserahkan ke KPK

Anggota DPR Johan Budi mengusulkan agar kasus impor emas batangan senilai Rp 189 triliun di Bea Cukai diserahkan ke KPK

Editor: Ign Prayoga
Istimewa
Ilustrasi emas batangan 

Kronologi Kasus Impor Emas Batangan

Sekitar dua pekan lalu, Mahfud MD mengungkap adanya dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai dengan 15 entitas senilai Rp 189 triliun atas impor emas batangan.

"Ekspor yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, Selasa (4/4/2023).

Prastowo menjelaskan, pada Januari 2016, Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta, Tangerang, melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yang dilakukan oleh PT Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan.

Saat itu, PT Q memasukkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan penyebutan sebagai perhiasan bekas.

Namun petugas Bea Cukai Soekarno-Hatta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan X-ray sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah barang masuk ke pesawat.

Saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB.

Untuk barang jenis tersebut, seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan.

Prastowo menjelaskan, ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas berbentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui mesin X-ray, seolah yang akan diekspor merupakan perhiasan. Nyatanya, dalam setiap kemasan ada emas batangan.

Sebelumnya, pada tahun 2015, PT Q pernah mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor (Dasar Pengenaan Pajak/DPP senilai Rp 7 triliun). Namun ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak dapat memberikan data yang menunjukkan impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor.

"Hal tersebut memang modus PT Q mengaku sebagai produsen gold jewellry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor," kata Prastowo.

Kasus tersebut diproses dan setelah dinyatakan P-21, dilakukan persidangan dengan hasil putusan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

Jaksa kemudian mengajukan kasasi yang menyatakan PT Q terbukti bersalah melakukan tindak pidana.

Namun, PT Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang menyatakan PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

Sejalan dengan penanganan perkara PT Q tersebut, Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh Ditjen Bea Cukai, penelitian administrasi perpajakan oleh Ditjen Pajak, serta penyelidikan dugaan TPPU.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved