Kualitas Udara

Ahok Sebut Pertamini Juga Ikut Penyumbang Buruknya Kualitas Udara Karena Jual Oktan Rendah

Salah satu penyebabnya ialah banyak masyarakat yang masih memakai bahan bakar minyak (BBM) tak sesuai atau kotor untuk kendaraannya.

Editor: Joko Supriyanto
Otomotifnet
Ilustrasi Dispenser Pertamini 

TRIBUNTANGERANG.COM - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ikut bersuara terkait kualitas udara yang baru-baru ini menjadi berbincangan hangat di masyarakat karena kualitasnya buruk.

Kata Ahok, banyak faktor yang menyebabkan kualitas udara menjadi buruk.

Salah satu penyebabnya ialah banyak masyarakat yang masih memakai bahan bakar minyak (BBM) tak sesuai atau kotor untuk kendaraannya.

"Sebetulnya dulu kita cabut Premium, lu (masyarakat) pada teriak. Padahal Premium itu jelas kotor. Pertalite juga tidak sesuai," kata Ahok dikutip Kompas.com dalam acara Gaikindo International Automotive Conference di ICE BSD, Tangerang, Selasa (15/8/2023).

Ahok mengatakan jika penggunaan minimal RON 92 seperti Pertamax menjadi solusi agar kualitas udara lebih baik, menurut dia langkah ini sudah dilakukan oleh Pertamina yaitu dengan upaya pembatasan Pertalite dan Solar subsidi.

Dimana masyarakat yang ingin membeli Pertalite dan Solar subsidi menggunakan MyPertamina, hanya saja masyarakat masih membeli bbm kualitas rendah.

"Yang jadi masalah sekarang, orang beli bensin Pertalite karena subsidi. Solar subsidi di SPBU dibawa ke kampung. Jadi Pertamini tidak tutup-tutup," ucapnya.

"Pertamini dijual lebih mahal (dari harga eceran Pertamina). Rakyat beli mahal dengan kualitas yang rendah. Kalau kita sekarang dorongnya jual Pertamax. di kota ini. Tetapi semua dipindahin Pertashop ke daerah-daerah," kata Ahok lagi.

Energi Hidrogen

Untuk mendorong agar kualitas udara di Indonesia lebih baik, Ahok juga menyampaikan jika lebih baik mendorong agar terjadi percepatan pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia, yang kemudian diterapkan pada kendaraan bermotor.

Menurut Ahok jika energi itu ialah, energi hidrogen. Sebab, potensi hidrogen bersih di Indonesia sebagai bahan bakar cukup besar.

"Kami dari Pertamina, infrastrukturnya dari mulai geotermal, kilang, pipa itu paling siap adalah untuk hidrogen. Kita bisa mengganti terminal hidrogen," ucap Ahok dalam acara Gaikindo International Automotive Conference di ICE BSD, Tangerang pada Selasa (15/8/2023).

Baca juga: Masuk 5 Besar Kualitas Udara Terburuk, Pemkot Tangerang Minta ASN Naik Sepeda ke Kantor

Baca juga: Seberapa Buruk Kualitas Udara di Jabodetabek Hingga Membuat Jokowi Batuk 4 Minggu

Baca juga: Dinas Lingkungan Hidup Klaim Kualitas Udara di Tangsel Sehat, Versi IQAir Dianggap Tidak Jelas

Ia melanjutkan, ada beberapa kelebihan yang dimiliki Indonesia untuk memanfaatkan energi ini. Pertama, sumber energi yang dimiliki cukup beragam dengan jumlah melimpah.

Kedua, ukuran pasar yang besar mendorong potensi permintaan hidrogen yang tinggi di masa depan, terutama di sektor transportasi berat.

Hanya saja percepatan transisi menggunakan hidrogen pada kendaraan bermotor, baik mobil maupun angkutan umum serta berat, tergantung pasar sebagaimana kendaraan listrik. 

"Makanya ini barang tidak pasti. Terpenting sebenarnya New Energi Vehicle bukan terbatas Electric Vehicle (EV) saja. Jadi Anda mau pakai angin juga boleh, mau pakai apa juga boleh, yang penting pasarnya mau beli apa enggak," kata Ahok.

"No single solution saat ini. Siapa duluan yang membangun ekosistem, efisien semua, rakyat suka beli itu, itulah yang akan unggul. Sama seperti handphone dulu, semua orang beli Nokia, bisa hilang juga kan (ketika ada pergeseran pasar)," katanya.

Dorong WFH

Masalah polusi udara di wilayah Jabodetabek mendapat perhatian dari Presiden Joko Widodo.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan minta digelar rapat terbatas (ratas) membahas polusi udara di wilayah Jabodetabek yang semakin memburuk dalam sepekan terakhir.

Terlepas dari metode dan alat ukur, Jokowi menyatakan ada penurunan pada kualitas udara di wilayah Jabodetabek.

"Tanggal 12 Agustus 2023 kualitas udara di DKI Jakarta di angka 156 dengan keterangan tidak sehat," kata Jokowi dalam ratas di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (14/8/2023).

Baca juga: WASPADA Dinkes Catat Ada Ribuan Kasus ISPA Sejak Januari 2023 di Tangerang Selatan

Jokowi menjelaskan ada sejumlah faktor penyebab memburuknya kualitas udara di Jabodetabek.

Di antaranya adalah kemarau panjang selama tiga bulan terakhir ini yang menyebabkan peningkatan konsentrasi polutan tinggi.

"Pembuangan emisi dari transportasi dan juga aktivitas industri di Jabodetabek, terutama yang menggunakan batu bara di sektor industri manufaktur," ujar Presiden.

Baca juga: Kasus ISPA di Tangsel Meningkat 20 Persen Dibandingkan Tahun Lalu, Faktor Polusi?

Menteri yang hadir dalam ratas tersebut di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Sebagai informasi, polusi udara kian bertambah parah di Jakarta dalam beberapa hari terakhir. Dari laman IQAir, indeks kualitas udara Jakarta pada dua hari itu adalah 160 hingga 164.

Salah satu konsentrasi yang menjadi polutan utama, yaitu PM2.5 sebanyak 72 mikrogram per meter kubik.

Dalam rapat tersebut, Presiden Jokowi juga memberikan empat instruksi atau perintah untuk menangani buruknya kualitas udara di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

"Pertama, untuk penanganan polusi dalam jangka pendek harus secepatnya dilakukan intervensi yang bisa meningkatkan kualitas udara di Jabodetabek agar lebih baik. Kemudian ada rekayasa cuaca untuk memancing hujan di Jabodetabek," ujar Jokowi dikutip dari Kompas.com.

"Dan menerapkan regulasi untuk percepatan penerapan batas emisi khususnya di Jabodetabek. Kemudian memperbanyak ruang terbuka hijau dan tentu saja ini memerlukan anggaran, siapkan anggaran," tutur dia.

Apabila diperlukan, lanjut Presiden, pemerintah akan mendorong work from home (WFH) untuk karyawan perkantoran. Atau bisa juga dilakukan kerja secara hibrid dengan skema WFH dan work from office (WFO).

Baca juga: Walkot Tangsel Pertimbangkan WFH Imbas Polusi Udara yang Meningkat

Kedua, untuk penanganan jangka menengah, Jokowi meminta kementerian dan lembaga terkait secara konsisten mendorong penerapan kebijakan mengurangi penggunaan kendaraan berbasis fosil dan segera beralih ke transportasi massal.

Hal tersebut menurut Jokowi didukung dengan adanya moda transportasi light rail transit (LRT) yang segera beroperasi dan mass rapid transit (MRT) yang sudah beroperasi.

Selain itu, ada pula kereta cepat Jakarta-Bandung yang akan dioperasikan pada bulan depan. "Dan percepatan elektrifikasi kendaraan umum dengan bantuan pemerintah," tutur Jokowi.

Ketiga, Presiden meminta agar secara jangka panjang pemerintah memperkuat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Selain itu, harus dilakukan pengawasan kepada sektor industri dan pembangkit listrik terutama di sekitar wilayah Jabodetabek. "Dan yang terakhir mengedukasi publik yang seluas-luasnya," kata Jokowi. 

 

(Kompas.com/Rully/Tribunnews.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved