Konflik Rempang

Kronologi Bentrok di Rempang Batam yang Jadi Sorotan Kapolri Usai Gas Air Mata Buat Pelajar Pingsan

Kamis 7 September 2023 suasana Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau mendadak menjadi mencekam, setalah adanya bentrok akibat Rempang Eco City

|
Editor: Joko Supriyanto
(Tribun Batam/Eko Setiawan)
Kondisi di Pulau Rempang Galang, Kota Batam, Provinsi Kepri saat terjadi bentrok. 

TRIBUNTANGERANG.COM -  Kamis 7 September 2023 suasana Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau mendadak menjadi mencekam.

Aparat kepolisian hingga TNI datang ke Pulau Rempang untuk memasang patok batas lahan Rempang  Eco City.

Hanya saja aksi tersebut menuai protes warga, hingga melakukan aksi memblokade jembatan buntut aksi protes pembangunan Rempang Eco City.

Warga melakukan aksi tersebut lantaran terancam direlokasi dari tanah kelahiran mereka.

Total ada 10.000 warga dari 16 kampung adat dilaporkan terdampak Rempang Eco City.

Dikutip Tribunnews.com, jika duduk perkara ini terjad berawal pada Juni 2023 lalu, perwakilan dari warga kampung adat Pulau Rempang menyampaikan keluhan mereka kepada Fraksi PKB DPR RI.

Mereka diterima oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari PKB, Yanuar Prihatin dan Anggota Fraksi PKB Ratna Juwita di ruang Fraksi PKB, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023).

Baca juga: Menparekraf Sandiaga Uno Sebut Pulau Rempang Batam Akan Dijadikan Pusat Ekonomi Industri Hijau

Rusli Ahmad sebagai perwakilan warga 16 kampung adat Pulau Rempang mengatakan pihak terancam dengan rencana relokasi warga.

Ia berharap, hak-hak sebagai warga atas tanah bisa dipenuhi.

 "Kami merasa terancam dengan rencana relokasi warga 16 Kampung Tua untuk kepentingan pengembangan industri dari pihak swasta. Kami berharap Fraksi PKB bisa membantu kami dalam memperjuangkan hak-hak kami atas tanah maupun hak untuk hidup dengan layak di tanah kelahiran kami," ucapnya.

Ia mengungkapkan, relokasi warga dari 16 kampung adat tersebut bisa berikan dampak negatif, seperti hilangnya pekerjaan ribuan kepala keluarga hingga potensi konflik horizontal di lokasi baru.

"Kami menyayangkan sikap pemerintah kota Batam yang seolah lebih berpihak kepada kepentingan swasta daripada kami sebagai warga mereka," katanya.

Rusli mengatakan, pihaknya tak menghalangi pengembangan industri, tapi ia meminta untuk pihak swasta mengelola tanah yang bukan tanah adat.

"Kami tidak menghalangi rencana pengembangan industri, toh kebutuhan lahan kami dari 16 kampung adat kami hanya sekitar 1.000 hektare, padahal pihak swasta mendapatkan izin mengarap lahan hingga 17.000 hektare. Kembangkan saja industri di 16.000 hektare di luar lahan kami," katanya.

Baca juga: Polemik Pulau Rempang, Warga Berbagai Daerah Datang ke Batam Menolak Pengusuran Berakhir Ricuh

Sejumlah pelajar SMPN 22 Batam di Tanjung Kertang Rempang Cate dilaporkan pingsan karena efek gas air mata yang mengarah ke sekolah, Kamis (7/9/2023). Mereka terdampak dari sikap tegas tim gabungan mengamankan lokasi Rempang untuk memasang patok. (TribunBatam.id/Bereslumbantobing)
Baca juga: Fakta Bentrok Warga dan Polisi di Rempang Batam: Kronologi hingga Anak Sekolah Kena Gas Air Mata

Minta Perlindungan Hukum ke Presiden Jokowi
Warga Pulau Rempang juga pernah meminta perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak direlokasi dalam proses pengembangan proyek bernama Rempang Eco City tersebut.

Rempang Eco City sendiri akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG).

Hal ini disampaikan oleh Kuasa Hukum warga Rempang yang tergabung dalam Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Pulau Rempang dan Galang, Batam, Petrus Selestinus dalam konferensi pers di Kawasan Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2023).

"Pada prinsipnya warga tidak menolak pengembangan Rempang Eco City. Mereka mendukung program tersebut tetapi mereka menuntut agar pengembangan tersebut tanpa harus merelokasi warga dan juga meminta agar hak-haknya terpenuhi," kata Petrus.

Menurut Petrus, tuntutan warga ini sudah sesuai dengan amanat UUD NRI 1945 dan hukum tanah nasional (UU Agraria) yakni pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum harus mengedepankan prinsip penghormatan terhadap hak-hak masyarakat atas tanah.

Dimana  di dalamnya, menurut Petrus, mengandung unsur keadilan, kemanusiaan, kepastian, kemanfaatan, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai hidup berbangsa dan bernegara.

Anggota Fraksi PKB DPR RI menerima keluhan warga dari kampung tua Pulau Rempang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023). (ist)
Baca juga: Rempang Eco City: Belasan kampung adat dekat Singapura terancam tergusur proyek strategis nasional, kalau direlokasi hilang sejarah kami

"Jadi, itu penegasan dari UU Nomor 2 Tahun 2012 Jo PP No. 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum berikut penjelasannya yang menempatkan warga pemilik tanah, penggarap, penghuni berikut tanamannya sebagai pihak yang berhak mendapat ganti rugi yang adil dan layak dalam kesetaraan," tandas Petrus.

Karena hal tersebut, Petrus meminta Jokowi untuk turun tangan memastikan BP Batam dan PT MEG memenuhi tuntutan warga sehingga pengembangan Rempang Eco City tetap berjalan.

"Gunakan pendekatan hukum dan humanis karena pada dasarnya warga mendukung pengembangan Rempang Eco City dengan syarat mereka tidak direlokasi dan mereka mendapatkan ganti rugi yang layak dan adil," imbuh Petrus.

Warga Rempang Blokade Jalan di Jembatan 4 Barelang
Pada Senin 21 Agustus 2023 lalu, ratusan masyarakat Rempang blokade jalan di Jembatan 4 Barelang.

Warga berkumpul untuk mengadang tim dari BP Batam yang ke lokasi proyek untuk melakukan pengukuran lahan.

Tokoh Masyarakat Pulau Rempang, Suwardi mengatakan, blokade tersebut tidak akan terjadi apabila dari instansi terkait mau membahas proyek pengembangan lewat musyawarah.

Ia mengatakan, sebelum melakukan pengembangan, alangkah lebih baiknya dilakukan dulu pertemuan antara BP Batam, pengembang, dan masyarakat.

"Jika ada itikad baik, kami warga Rempang Galang pasti dukung. Kami harapkan BP Batam, pengembang, masyakarat hadir dan duduk bersama," kata Suwardi saat dihubungi Tribun Batam.

Bentrokan Pecah Polisi vs Warga
Lalu, pengukuran lahan dan pemasangan patok juga akan kembali dilakukan kemarin, Kamis (7/9/2023).

Namun, warga kembali mencegat polisi dan Satpol PP serta TNI di Jembatan 4 Barelang yang akan melakukan pemasangan patok.

Bahkan, mengutip TribunBatam.id, personel Brimob Polda Kepri dikerahkan untuk mencegah aksi anarkis.

"Brimob maju Brimob," sebut sejumlah anggota yang bertugas di sana.

Gas air mata juga dikeluarkan oleh pihak berwajib untuk mengurai massa.

"Kami imbau kepada saudara-saudaraku untuk membubarkan diri," ujar Kapolresta Barelang, Kombes Pol Nugroho Tri Nuryanto sambil menggunakan pengeras suara, Kamis (7/9/2023).

Pelajar SMP Pingsan karena Efek Gas Air Mata
Asap gas air mata masuk ke lingkungan sekolah lantaran lokasinya tidak jauh dari lokasi bentrokan.

Dilaporkan Tribun Batam, seorang pelajar pingsan karena efek gas air mata.

Siswa SMP 22 Batam tersebut dibawa menggunakan motor untuk mendapatkan penanganan medis.

Pihak sekolah juga mengimbau kepada para siswa untuk tak pulang terlebih dahulu agar terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan.

"Kami masih menunggu informasi di lingkungan dekat sekolah. Oleh sebab itu, kami mohon dari pihak kepolisian atau dari pihak TNI kalau ada di sini untuk kita berkoordinasi dulu," ujar seorang guru menggunakan pengeras suara di lapangan sekolah, Kamis (7/9/2023).

Disorot Kapolri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya akan memprioritaskan musyawarah dalam upaya penyelesaian masalah yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Diketahui, di lokasi tereebut terjadi bentrokan antara aparat gabungan TNI-Polri dan warga yang menolak soal pemasangan patok, Kamis (7/9/2023).

"Upaya sosialisasi penyelesaian dengan musyawarah mufakat menjadi prioritas hingga kemudian masalah di Batam, Pulau Rempang bisa diselesaikan," ujar Listyo Sigit, kepada wartawan, Kamis.

Pihak BP Batam, kata dia, telah melakukan musyawarah dengan masyarakat di sana.

Uang ganti rugi bagi warga yang terdampak bahkan telah disiapkan.

"Namun, ada beberapa aksi, karena ada beberapa aksi yang kemudian hari ini dilakukan upaya penertiban," ucap jenderal bintang satu itu. 

(Tribunnews.com/Muhammad Renald Shiftanto/TribunTangerang.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved