Rentan Jadi Ajang Korupsi, Din Syamsudin Sebut Konsesi Tambang untuk Muhammadiyah-NU Jebakan

Eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan pengelolaan tambang dengan sistem Izin Usaha Pertambangan rentan jadi ajang korupsi seperti

Editor: Joseph Wesly
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Mantan ketum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin. 

TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA- Din Syamsuddin berharap pengurus PP Muhammdiyah tidak menerima tawaran untuk mengelola tambang yang ditawarkan pemerintahan Jokowi untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Eks Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan pengelolaan tambang dengan sistem Izin Usaha Pertambangan rentan jadi ajang korupsi seperti yang sudah-sudah.

Din Syamsudin mengatakan pemberian konsesi izin tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah jebakan.

Din mengatakan, sistem tata kelola tambang dengan menggunakan sistem Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kontrak karya merupakan sistem era kolonial Belanda.

Sistem tersebut bahkan dilanggengkan melalui Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Hal ini dikatakan Din dengan mengutip pernyataan seorang pakar. Menurut Din, sistem IUP yang diterapkan pemerintah tidak sesuai konstitusi.

Apalagi, sistem IUP selama beberapa tahun belakangan ini terbukti disalahgunakan oleh oknum pejabat negara, mulai dari level bupati, gubernur, hingga direktorat jenderal dalam mengeluarkan IUP dijadikan sebagai sumber korupsi.

"Jika ormas keagamaan masuk ke dalam lingkaran setan kemungkaran struktural tersebut, siapa lagi yang diharapkan memberi solusi," kata Din dalam siaran pers, Selasa (4/6/2024), dikutip dari Kompas TV, Kamis (6/6/2024).

Meski demikian, Din berusaha untuk husnuzon atau berbaik sangka bahwa pemberian konsesi tambang untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka.

”Namun hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzon (buruk sangka) tak terhindarkan,” katanya. Menurut dia, pemberian konsesi tambang kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam itu.

Sebagai warga Muhammadiyah, Din minta PP Muhammadiyah menolak tawaran dari pemerintah itu. "Sebagai warga Muhammadiyah saya mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menolak tawaran Menteri Bahlil dan Presiden Joko Widodo itu," tegas dia.

"Pemberian itu lebih banyak mudarat dari pada maslahatnya. Muhammadiyah harus menjadi penyelesai masalah bangsa, bukan bagian dari masalah," imbuh dia.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam beleid atau regulasi tersebut terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola pertambangan.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) langsung menunjuk bendahara umumnya, Gudfan Arif Ghofur sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan usaha pertambangan.

Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah tak mau asal menerima tawaran pemerintah untuk mengelola usaha Pertambangan. Muhammadiyah akan terlebih dahulu melihat sisi positif dan negatif tawaran tersebut, serta mengukur kemampuan sumber daya yang dimiliki.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved