Eks Kapolda Skakmat Polres Jaktim Soal Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Kalau Fokus 3 Hari Selesai
Pasalnya sudah dua bulan kasus ini berjalan namun belum menemui titik terang hingga akhirnya GSH ditangkap polisi.
TRIBUN TANGERANG.COM, CAKUNG- Anggota Komisi III DPR RI, memanggil Kapolres Jakarta Timur dalam dengar pendapat Selasa (17/12/2024).
Komisi III ingin menggali soal perkembangan penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan anak toko bos roti, Lindayes Cake & Bakery, George Sugama Halim (GSH).
Pasalnya sudah dua bulan kasus ini berjalan namun belum menemui titik terang hingga akhirnya GSH ditangkap polisi.
Penangkapan terhadap GSH juga bukan karena berjalannya penyidikan namun karena beredarnya video kasus tersebut di media sosial.
Dalam video terlihat GSH melempar kursi hingga mesin EDC kepada karyawan Toko Roti Lindayes Cake & Bakery.
Setelah video tersebut viral, polisi langsung menangkap GSH saat bersembunyi di sebuah hotel di daerah Sukabumi.
Pelaku ditangkap polisi saat sedang asyik menonton televisi.
Menanggapi kasus tersebut, Rikwanto mengatakan penanganan kasus yang dinilai lamban menimbulkan pertanyaan di masyarakat terkait kinerja Polri dalam menangani laporan.
Apalagi institusi kepolisian bukan hal yang asing bagi Rikwanto mengingat dirinya merupakan purnawirawan anggota Polri yang sempat menjadi kapolda di sejumlah daerah.
Rikwanto yang merupakan pensiunan dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu menyebut penanganan kasus tersebut dinilai tidak perlu membutuhkan waktu lama.
"Saya berpikir sebagai anggota Polri dahulu, kalau kita fokus kejadian itu langsung ditangani tiga hari sampai seminggu itu selesai itu," kata Rikwanto saat RDP di DPR RI, Selasa (17/12/2024).
Baca juga: Bos Toko Roti Bantah Pernyataan Dwi Ayu Darmawati Soal Gaji hingga Kirim Pengacara Palsu
Rikwanto mengatakan penanganan kasus yang dinilai lamban menimbulkan pertanyaan di masyarakat terkait kinerja Polri dalam menangani laporan.
Sebagai seorang purnawirawan polisi yang terakhir menyandang pangkat bintang dua, dia menyebut penanganan kasus tersebut dinilai tidak perlu membutuhkan waktu lama.
Dalam pandangannya kasus penganiayaan dialami Dwi merupakan tindak penganiayaan nyata dan terbuka, hanya persoalan kecepatan Polres Metro Jakarta Timur dalam menangani kasus.
Korban pun sejak awal kasus sudah melaporkan kasus ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polres Metro Jakarta Timur, membuat Visum et Repertum di RS Polri Kramat Jati.
Kemudian terdapat barang bukti berupa baju terdapat ceceran darah korban, dan terdapat bukti video amatir yang merekam jelas ketika George menganiaya Dwi hingga babak belur.
Sehingga dia heran ketika Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Nicolas Ary Lilipaly memberikan penjelasan terkait alur penanganan dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga penangkapan.
"Saya tadi lihat penyelidikannya hampir satu bulan, penangkapan hampir satu bulan juga, itu pun setelah viral. Ini juga menjadi catatan seharusnya itu bisa lebih cepat lagi ya," ujarnya.
Rikwanto yang pernah menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan dan Kapolda Maluku Utara menuturkan lambatnya penanganan ini membuat masyarakat mempertanyakan kasus.
Hingga akhirnya kasus timbul jargon di masyarakat 'no viral no justice' terkait penanganan kasus penganiayaan dialami Dwi yang ditangani Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur.
Baca juga: Cerita Pilu Dwi Ayu, Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti: Ditolak 2 Polsek, Kena Tipu Pengacara
Padahal Polri dan Polres Metro Jakarta Timur yang menjadi bagian di dalamnya diberikan kewenangan dan mendapat anggaran dari negara untuk mengani kasus tindak pidana.
Pelajaran bagi kepolisian di tempat lain. Apapun kasusnya, siapapun pelapornya sama di muka hukum. Polri dibiayai negara, dikasih kewenangan, perlengkapan penegakan hukum," tuturnya.
Terlepas lambatnya kasus Rikwanto mengapresiasi kinerja Polres Metro Jakarta Timur yang sudah menetapkan George sebagai tersangka, dan melakukan penahanan.
Namun dalam proses hukum dia mengingatkan agar Polres Metro Jakarta Timur tidak termakan isu George Sugama Halim melakukan penganiayaan karena mengalami gangguan psikologis.
Sebagai aparat penegak hukum, jajaran Polres Metro Jakarta Timur perlu mendapatkan bukti medis kuat untuk memastikan apa George benar mengidap gangguan psikologis atau tidak.
"Jangan diterima mentah-mentah, observasi dulu kalau perlu. Di tempat yang ditentukan, disimpulkan oleh ahli. Kalau tidak perlakuan seperti orang, atau pelaku, tersangka umumnya," lanjut Rikwanto.
Sebelumnya, Dwi menjadi korban penganiayaan dilakukan anak pemilik toko kue tempatnya bekerja di Cakung, Jakarta Timur pada Kamis (17/10/2024) sekira pukul 21.00 WIB.
Korban dianiaya hingga mengalami pendarahan di kepala, memar di tangan, kaki, paha, dan pinggang saat sedang bekerja oleh anak laki-laki pemilik toko George Sugama Halim.
George sempat melempar patung, mesin EDC, kursi, dan loyang untuk membuat kue hingga mengakibatkan Dwi mengalami pendarahan di kepala, memar di tangan, kaki, paha, dan pinggang.
Kapolres Jaktim Minta Maaf
Merespons kasus itu, Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly meminta maaf atas keterlambatan tim penyidik mengusut kasus penganiayaan anak bos toko roti di Cakung, George Sugama Halim, terhadap pegawai bernama Dwi Ayu Darmawati.
Baca juga: George Sugama Halim Disebut Punya IQ Rendah, Pernah Bikin Ibu Patah Kaki dan Kepala Adik Bocor
Nicolas mengaku ada sejumlah kendala nonteknis yang membuat polisi baru menangkap George pada Senin (16/12/2024) setelah kasusnya viral meski penganiayaan terjadi pada 17 Oktober 2024.
"Kami selaku penyidik mohon maaf atas keterlambatan proses penyidikan ini bukan karena keinginan kami, tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi," kata Nicolas di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
Nicolas menegaskan, pihak kepolisian sudah menindaklanjuti kasus penganiayaan ini sebelum viral di media sosial.
Setelah laporan dibuat, polisi sudah mengantarkan korban untuk visum dan memeriksa saksi pada 1 November 2024.
"Memang dalam penanganannya terkesan lama, kami mengaku itu karena standar operasional prosedur yang harus kita lalui dalam proses penyidikan itu sendiri," kata dia.
Ia melanjutkan, kendala lain yang dihadapi polisi adalah saksi yang tak kunjung memenuhi panggilan penyidik serta mengulur waktu pemeriksaan.
"Yang kedua, memang ada saksi, karena ini tahapnya penyelidikan, maka kami mengundang para saksi itu untuk undangan klarifikasi, tidak ada alat penekan di situ," kata Nicolas.
Dalam kasus ini, Dwi dianiaya oleh anak bosnya, George Sugama Halim, pada 17 Oktober 2024.
Dalam video yang beredar, George sempat melempar Dwi Ayu dengan barang-barang hingga melukainya.
George telah ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) dini hari.
Polisi menjerat George dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan. Ia terancam hukuman penjara paling lama lima tahun. Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News
George Sugama Halim
Irjen (purn) Rikwanto
Komisi III DPR RI
Dwi Ayu Darmawati
Lindayes Cake & Bakery
8 Syarat Penahanan yang akan Diatur dalam RUU KUHAP 'Baru', Tindakan Penahan Tidak Lagi Sembarangan |
![]() |
---|
Respons Hercules Soal Advokat Anti Preman Datang ke Komisi III DPR RI dan Meminta Dirinya Ditangkap |
![]() |
---|
Komisi III Pertanyakan Langkah Polda Metro dalam Restorative Justice 2 WNA Kasus Dugaan Penggelapan |
![]() |
---|
Viral Dugaan Anak Kapolda Kalsel Flexing, Anggota Komisi III DPR Desak Kapolri Beri Teguran Keras |
![]() |
---|
Bos Toko Roti Bantah Pernyataan Dwi Ayu Darmawati Soal Gaji hingga Kirim Pengacara Palsu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.