Dicopot karena Diduga Terlibat Pemerasan Penonton DWP, AKBP Bariu dan AKBP Wahyu Belum Lapor HKPN

Padahal dirinya berdasarkan tes urine dari polisi negatif narkoba. Namun banyak di antara penonton yang negatif narkoba tetap harus membayar sejumlah

Editor: Joseph Wesly
Tribunnews
Ilustrasi polisi. 

"Awalnya saya kira mereka adalah driver ojek online yang sedang mencari pelanggan," kata Amir.

Amir berasumsi demikian lantaran orang-orang itu berpakaian bebas dan tidak menunjukkan tanda pengenal sebagai polisi maupun surat izin penggeledahan.

"Mereka memanggil teman saya yang berjalan dengan saya. Mereka menggeledah teman saya, lalu saya menunggu teman saya karena saya sudah memesan taksi online untuk pulang bersama. Mereka (polisi) lalu ikut menarik saya, mengecek dompet dan barang-barang saya," kenangnya.

Amir mengeklaim, polisi tidak menemukan barang bukti narkoba apa pun saat dia digeledah.

Dia juga melihat polisi melakukan hal yang sama kepada sejumlah pengunjung DWP lainnya secara acak.

Mereka kemudian dikumpulkan dan dibawa ke Polda Metro Jaya. Sesampainya di kantor polisi, Amir mengaku diminta melakukan tes urine.

Ponsel mereka disita, tak dibolehkan menghubungi siapa pun termasuk pengacara atau Kedutaan Besar Malaysia.

"Mereka cuma mengizinkan kami menghubungi keluarga kami, tapi mereka memonitor komunikasi kami, lalu menyita kembali ponsel kami. Mereka juga tidak mengizinkan kami menunjuk pengacara. Mereka memaksa kami menandatangani surat penunjukan pengacara yang sudah mereka tentukan," terangnya.

Pada pagi harinya, polisi memberi tahu hasil tes urine mereka.

"Sebagian dari kami positif dan sebagian lainnya negatif. Tapi walaupun hasil tesnya negatif, mereka tetap mengunci kami di kantor mereka. Mereka bilang karena kami datang sama-sama, walaupun sebagian (hasil tes urine) negatif, kami diminta mengaku salah dan membayar untuk bisa bebas," kata Amir.

Amir mengeklaim bahwa dia dan delapan orang temannya diminta membayar Rp 800 juta untuk bisa bebas. 

"Padahal tidak ditemukan barang bukti apa pun pada kami, hanya tes urine sebagian dari kami hasilnya positif. Kami harus membayar Rp 800 juta, walaupun hasilnya negatif, kami tetap harus bayar," jelasnya.

Amir mencoba menawar nominal uang yang harus dibayarkan. Akhirnya, mereka membayar sekitar 100.000 ringgit Malaysia (sekitar Rp 360 juta).

Amir dan delapan temannya mentransfer dana sebesar total RM 100.000 secara bertahap.

Berdasarkan bukti transfer yang masih dia simpan, dana itu mereka kirimkan ke rekening pribadi seseorang berinisial MAB.

Amir mengeklaim MAB adalah pengacara yang ditunjuk polisi sebagai pendamping hukum Amir dan teman-temannya.

Ada pula seorang pengacara lainnya berinisial AT yang punya peran serupa dengan MAB, klaim Amir.

Menurutnya, AT dikenal sebagai salah satu pengacara di lingkup Polda Metro Jaya.

BBC News Indonesia telah meminta konfirmasi Polda Metro Jaya dan Mabes Polri terkait klaim-klaim Amir ini, namun hingga artikel ini diterbitkan belum mendapat respons.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Sapriyanto Refa mengaku belum tahu soal dugaan keterlibatan sejumlah pengacara dalam kasus dugaan pemerasan ini.

"Ada beberapa yang diperlakukan lebih buruk dari kami" Amir menghabiskan waktu hampir dua malam di kantor polisi.

Selama itu, dia hanya diberi makan satu kali.

Dia mengaku melihat banyak orang bernasib sama. Orang-orang itu, kata Amir, tak cuma dari Malaysia.

"Ada orang-orang Indonesia, Singapura, dan Taiwan. Ada beberapa yang diperlakukan lebih buruk dari kami. Ada orang Taiwan yang ditaruh di sel karena kantor mereka sudah penuh dengan kami," sambung Amir.

Dia akhirnya dibebaskan pada Minggu (15/12/2024) siang.

Amir hanyalah satu dari banyak warga negara asing (WNA) yang menjadi korban pemerasan polisi berkedok razia narkoba. Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini

Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News

Sumber: Kompas.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved