Imigrasi Soekarno-Hatta Ungkap Strategi Berlapis Cegah TPPO, Mulai Pengawasan hingga Edukasi

Sebanyak 1.524 warga yang diduga sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dicegah keberangkatannya oleh Imigrasi Bandara Soetta.

Penulis: Nurmahadi | Editor: Joko Supriyanto
Tribuntangerang.com/Nurmahadi
IMIGRASI SOETTA - Sebanyak 1.524 warga yang diduga sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dicagah keberangkatannya oleh Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta sepanjang Januari hingga September 2025. Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Galih Priya Kartika Perdhana mengatakan pencegahan TPPO dimulai sejak tahap paling awal, yakni melalui desa binaan imigrasi. (Tribuntangerang.com/Nurmahadi)    

Laporan Reporter Tribuntangerang.com, Nurmahadi

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG - Sebanyak 1.524 warga yang diduga sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dicegah keberangkatannya oleh Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta sepanjang Januari hingga September 2025.

Pencegahan keberangkatan ribuan korban TPPO itu merupakan hasil dari rangkaian langkah pengawasan berlapis, mulai dari sosialisasi di desa binaan hingga pengawasan ketat di bandara.

Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Galih Priya Kartika Perdhana mengatakan pencegahan TPPO dimulai sejak tahap paling awal, yakni melalui desa binaan imigrasi.

"Program ini menempatkan petugas imigrasi sebagai penggerak edukasi masyarakat agar memahami bahaya TPPO dan TPPM," katanya kepada wartawan, Jumat (10/10/2025). 

Galih menjelaskan petugas Imigrasi di desa merupakan yang relatif baru. Mereka menjadi pemecah ombak dengan memberikan sosialisasi dan edukasi tentang TPPO dan TPPM kepada masyarakat.

Kemudian, filter kedua dilakukan dalam proses pembuatan paspor, terutama pada tahap wawancara. 

Galoh menjelaskan petugas imigrasi akan mendalami motif dan tujuan keberangkatan pemohon. Menurut Galih, langkah ini mampu mengidentifikasi calon korban sejak dini.

“Dari hasil evaluasi kami, ada 167 penolakan paspor yang berkaitan dengan potensi TPPO/ TPPM dan pelanggaran prosedural. Ini menjadi indikator bahwa wawancara imigrasi sangat efektif mencegah dari hulu,” ungkapnya.

Selanjutnya tahap filter ketiga dilakukan di bandara. Petugas tetap melakukan profiling manual, meskipun sistem autogate telah diterapkan. Ciri-ciri seperti gestur, pakaian, hingga bahasa tubuh tetap menjadi perhatian.

“Harapan kami ke depan adalah integrasi sistem subject of interest. Jika ada data dari BP3MI, Kemenaker, atau Kepolisian tentang calon korban yang hendak berangkat, maka sistem kami bisa otomatis mengenali dan menolak keberangkatan,” ungkap Galih. 

Di samping itu Asisten Muda Ombudsman RI, Andi memberikan apresiasi terhadap langkah progresif Imigrasi Soekarno-Hatta dalam mencegah TPPO.

“Kami melihat langsung fakta di lapangan, dan benar ada program seperti Simpasa dan desa binaan. Ini di luar tugas pokok dan fungsi imigrasi, tapi mereka tetap melakukannya. Terobosannya luar biasa,” katanya. 

Andi menilai sistem imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta saat ini sudah sangat baik, dengan keamanan berlapis dan teknologi canggih. 

Namun, ia mengingatkan peluang lolosnya korban tetap ada, sehingga diperlukan kolaborasi lintas instansi.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved