Menilik Peran DPR sebagai 'Rumah Rakyat', Menampik Isu Ketidakpercayaan Publik
Andreas Hugo Pareira tak heran jika ada warga yang menyindir terkait 'ketidakhadiran' seorang anggota DPR RI paska resmi terpilih.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Lucky Oktaviano
Menurut Andreas, pertanyaan itulah yang seharusnya dinilai oleh masyarakat itu sendiri. Yakni, terkait pilihannya, terhadap seorang figur wakil rakyat.
"Saya kira tantangan untuk kami juga, baik sebagai anggota DPR maupun sistem yang kami bangun di dalam sistem perwakilan kita gitu. Yang seharusnya mewakili, bukan hanya sekadar terpilih," jelas Andreas.
Oleh karena itu, dia menyampaikan bahwa anggota DPR dan DPR memiliki dua perbedaan meskipun berada dalam satu tubuh yang sama.
"Orang selalu menyampaikan kalau seseorang bicara di anggota DPR, bicara itu seolah-olah mewakili seluruh DPR gitu kan. Sementara DPR itu kan lembaga yang sangat heterogen gitu. Ada anggota, ada fraksi, ada komisi (dalam menjalankan kerjanya)," kata Andreas.
Sehingga menurutnya, kerja-kerja anggota DPR RI seharusnya diukur dari tingkat kehadiran dia, serta bagaimana menjalankan fungsi legislasi dalam hal membuat dan menyusun anggaran yang sesuai dengan hajat hidup orang banyak.
DPR di Era Disrupsi Teknologi
Sorotan publik terhadap DPR RI paling banyak terjadi lewat platfom media sosial. Pasalnya semua pemberitaan, isu terkini, hingga agenda rapat dan sidang, dapat diakses masyarakat luas.
Terlebih paska pandemi Covid-19, DPR RI mulai bertranformasi dengan menciptakan e-Parliament hingga penyediaan TV Pool di beberapa sidang dan rapat-rapat.
"Suka tidak suka, kami harus mengikuti instrumen ini gitu ya. Instrumen media sosial, media mainstream untuk kemudian ya lebih mengekspos diri, mengekspos apa yang kita lakukan gitu ke masyarakat," jelas Andreas.
"Cuma memang ya itu tadi gitu, faktor keterpilihan tadi yang saya maksudkan itu sangat erat kaitannya dengan popularitas. Nah karena itu, suka tidak suka. Orang tidak akan memilih kalau tidak dikenal," imbuhnya.
Sehingga, ia seolah menggambarkan bahwa hal ini bisa terlihat sebagai pisau bermata dua dan money politics.
Di mana kepopularan seseorang terlihat dari banyaknya sorotan di media. Namun, pertanyaan apakah yang ditampilkan itu akan sesuai dengan kerjanya selama 5 tahun ke depan atau tidak, masih belum bisa dibuktikan.
Hal itulah yang dianggap Andreas menjadi sebuah tantangan bagi DPR RI di era digital seperti sekarang ini. Belum lagi dengan adanya sebaran hoaks.
"Kalau dari DPR, kami menggunakan semua instrumen yang ada untuk mendengar, melihat, mengalami, membaca dari berbagai macam gejala yang muncul di publik," kata Andreas.
"Tapi ya tentu tidak semua informasi itu benar. Sehingga juga seorang anggota DPR dia juga harus pandai untuk memfilter informasi, apakah ini informasi atau disinformasi atau hoaks yang dilemparkan ke publik," imbuhnya.
Apabila isu yang berkembang adalah hal yang bagus untuk ditindaklanjuti, maka DPR akan membawanya dalam rapat parlemen.
| Daftar 14 Substansi Utama Kerangka Revisi KUHAP yang Disahkan DPR Menjadi Undang-Undang |
|
|---|
| Ahmad Sahroni Buka Suara Soal Foto 'Black Mamba' yang Viral Usai Penjarahan |
|
|---|
| Wakil BKSAP DPR RI Bramantyo Suwondo: Ekonomi Biru Harus Sejalan dengan Pelestarian Lingkungan |
|
|---|
| Wakil BKSAP Bramantyo Suwondo Soroti Adanya Pergeseran Interaksi Sosial dalam Keluarga Akibat AI |
|
|---|
| Aksi Demo Hari Ini, Buruh Geruduk DPR RI, Mahasiswa di Gambir dan Kementerian Haji |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tangerang/foto/bank/originals/Andreas-Hugo-Pareira-dari-PDI-Perjuangan.jpg)