Gedung DPR RI Warisan Era Bung Karno Ganti Nama Jadi ‘Kepak Garuda’

Bangunan utama DPR RI ini, sejak dahulu diidentikkan dengan atap berbentuk tempurung kura-kura berwarna hijau.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Lucky Oktaviano
Istimewa
KEPAK GARUDA -- Gedung DPR RI diusulkan berganti nama menjadi Gedung Kepak Garuda 

"Setelah memiliki penetapan status kecagarbudayaan, diharapkan usaha pelestarian Cagar Budaya di dalam Kompleks Gedung Parlemen RI akan lebih optimal," jelas Linda.

Linda memastikan, dari tahun ke tahun pihaknya selalu memonitor perawatan aset gedung dan bangunan Kepak Garuda bersama pengelola dan DPR RI.

Dengan adanya perawatan secara berkala tersebut, hingga kini baik aset maupun bangunannya masih terawat dengan baik sebagaimana aslinya.

"Intinya masih ada bukti fisik. Tapi dari kami, Dinas Kebudayaan itu, kami membuat satu prasasti Cagar Budaya sebagai penanda bahwa ini adalah bangunan cagar budaya dengan sedikit ada narasi tentang sejarahnya bangunan tersebut," katanya.

Selain itu, pihak Linda juga mengupayakan untuk mengenalkan gedung Kepak Garuda sebagai bangunan cagar budaya melalui website resmi Dinas Kebudayaan agar informasi dan publikasi mengenai objek tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat dan generasi berikutnya. 

Linda berharap, penanda fisik yang disimpan oleh Dinas Kebudayaan di tiap bangunan bersejarah, dapat menjadi saksi sejarah atas perkembangan kota Jakarta.
Lebih lanjut, terkait pergantian nama (rebranding) gedung Conefo menjadi Kepak Garuda, Linda menyambut baik rencana tersebut, asalkan secara fisik tidak mengurangi atau menghilangkan sejarah yang melekat pada arsitektur, ornamen, hingga relief yang saat inI dimiliki MPR DPR RI.

Pasalnya menurut Linda, setiap goresan dalam bangunan tersebut, dapat menjadi bukti sejarah politik dan kedaulatan rakyat dalam negara Republik Indonesia.

"Rebranding untuk gedung DPR ini sih menurut saya sih bisa saja. Karena dari dulu pun mengalami beberapa perubahan ya, yang pertama adalah gedung Conefo zaman Pak Soekarno, kemudian juga zaman Pak Soeharto berganti menjadi gedung MPR-DPR gitu. Kemudian sekarang dikenal sebagai gedung Nusantara. Mungkin bisa saja dilakukan lagi," tutur dia.

Linda juga berharap, nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalam gedung ini, tidak kabur atau terganti bersamaan dengan pergantian nama tersebut. Pasalnya, ada banyak peninggalan-peninggalan yang disimpan di dalam gedung tersebut sebagai harga jati diri bangsa.

"Sejarah panjang, termasuk proses demokrasi, di mana tahun 1998 terjadi reformasi seperti itu. Nah, dalam hal pengembangan maupun pemanfaatan, bisa saja dilakukan perubahan ataupun ada mungkin penambahan-penambahan mengikuti kebutuhan teknologi misalnya, itu bisa saja dilakukan, perubahan fungsi juga bisa dilakukan," jelas Linda.

"Tapi tetap harus kaidah-kaidah kecagaranbudayaan itu tidak boleh dilepaskan seperti itu," lanjutnya.

Sehingga menurut Linda, tantangan besar buntut perubahan nama cagar budaya adalah keinginan merubah. 

Selain itu, seiring berjalannya waktu, kondisi fisik bangunan akan terus menurun dan terkadang membutukan penyesuaian teknologi maupun sarana-prasarana penunjang di dalamnya. 

Tujuannya, agar terhindar dari kerusakan, kehancuran, kemusnahan, dan tetap dapat didayagunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. 

"Tetapi di DKI Jakarta itu, ketika ada satu pengembangan bangunan cagar budaya atau pemanfaatan cagar budaya, kami ada tim yang namanya tim ahli pelestarian. Nah, ketika akan dipugar atau dirubah, tentunya itu harus melalui tim ahli pelestari," tutur Linda.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved