KISAH Juragan Becak Kayuh di Tangerang, Tak Patok Jumlah Setoran, Tinggal di Gubuk Dekat Parit

Tak banyak penghasilan yang bisa diharapkan dari profesi tukang becak. Terkadang, untuk memenuhi kebutuhan makan pun susah.

Penulis: Rafzanjani Simanjorang | Editor: Yaspen Martinus
WARTA KOTA/RAFSANZANI SIMANJORANG
Ajo Beca, pemilik 15 becak kayuh yang disewakan. 

TRIBUNTANGERANG, SUKASARI - Salah satu profesi yang bertahan sejak 1940-an hingga kini adalah becak kayuh.

Becak kayuh merupakan becak sepeda yang cara mengoperasikannya dengan cara dikayuh.

Saat ini, becak kayuh kerap ditemui di pasar tradisional.

Baca juga: Jokowi Kumpulkan Pimpinan Parpol Koalisi di Istana di Tengah Isu Reshuffle, PAN Diajak

Biasanya dimanfaatkan warga untuk membawa barang belanjaan dari pasar ke rumah, atau dari pasar induk ke pasar tradisional.

Namun, kondisi pandemi Covid-19 membuat pengemudi becak kayuh sengsara, belum lagi harus bersaing dengan moda transportasi online lainnya.

Tak banyak penghasilan yang bisa diharapkan dari profesi tukang becak.

Baca juga: Tiba di Bareskrim Polri, Muhammad Kece: Semoga Bangsa Indonesia pada Nyadar

Terkadang, untuk memenuhi kebutuhan makan pun susah.

Namun, kerja sama dan solidaritas dipegang para pengayuh becak.

Ajo Beca misalnya. Pria paruh baya kelahiran Karawang, Bekasi tahun 1970 ini merupakan pengayuh becak, sekaligus pemilik usaha penyewaan becak kayuh.

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 25 Agustus 2021: Suntikan Pertama 59.011.333, Dosis Kedua 33.094.505

Ajo memiliki 15 becak kayuh yang ia sewakan setiap hari.

"Sejak kerusuhan dulu (1998) saya sudah jadi penarik becak."

"Saya membawa lima becak dari Karawang, tapi sekarang ada 15."

Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 25 Agustus 2021: 18.671 Pasien Baru, 33.703 Orang Sembuh, 1.041 Meninggal

"Saya mau membantu teman-teman yang susah cari kerja, jadi bisa kerja di becak."

"Saya sewakan Rp 5.000 per harinya," ungkap Ajo kepada TribunTangerang, Selasa (23/8/2021).

Ia enggan mematok tarif sewa yang tinggi, karena merasa iba dengan kondisi teman-temannya yang kesulitan pendapatan.

Baca juga: Pemerintah Panggil 48 Obligor dan Debitur BLBI Termasuk Tommy Soeharto untuk Lunasi Utang

Saking sulitnya akibat pandemi, terkadang dari 15 becak yang ia miliki, hanya tujuh atau delapan becak yang disewa oleh kawan-kawannya.

Kadang pula ia meminjamkan uang kepada teman-temannya yang tidak mendapatkan uang sama sekali dalam sehari itu.

"Kadang-kadang itu terjadi, mereka tidak dapat penumpang."

Baca juga: Mayoritas Disuntik Sinovac, 86% Penduduk Indonesia Harus Divaksin Jika Ingin Herd Immunity Terbentuk

"Ada yang minjam untuk biaya makan, Rp 20.000, ada Rp 25.000. Itu saya kasih."

"Pokoknya setoran becak mah sederhana."

"Kalau ada setor, kalau tidak ya jangan dipaksain," sambungnya.

Baca juga: Jika Herd Immunity Tak Terbentuk Tahun Ini, IDI Sarankan Masyarakat Umum Disuntik Vaksin Booster

Meskipun punya 15 becak yang disewakan, bukan berarti Ajo hidup berkecukupan.

Ia bahkan rela dua tahun tak pulang kampung demi mencari nafkah untuk keluarganya.

"Kalau dulu mah bisa pulang, bawa Rp 2.000.000-an, kalau sekarang paling tiap bulan transfer Rp 300 (ribu)-an," tuturnya.

Baca juga: Mayoritas Disuntik Sinovac, 86% Penduduk Indonesia Harus Divaksin Jika Ingin Herd Immunity Terbentuk

Ajo pun tidak mengontrak rumah.

Ia hanya tinggal di sebuah gubuk kecil tak jauh dari aliran air (parit) di Jalan TMP Taruna, Kota Tangerang.

Agar bertahan dari terpaan hujan atau panas, ia mendesain sedemikian rupa tenda gubuknya.

Baca juga: Pemerintah Panggil 48 Obligor dan Debitur BLBI Termasuk Tommy Soeharto untuk Lunasi Utang

Untuk keperluan mandi dan makan, ia biasanya datang ke warteg yang telah ia anggap sebagai saudara.

"Harapannya semoga bisa kembali seperti dulu. Kami tidak bingung. Kalau dulu banyak langganan," ucapnya.

Demi Anak Istri, Warga Kampung Melayu Jakarta Ini Rela Kayuh Becak di Pasar Anyar Tangerang

Yahya, rela menempuh jarak becak puluhan kilometer, demi menafkahi keluarganya.

Yahya, biasa mangkal di Pasar Anyar, Kota Tangerang.

Pria kelahiran Karawang, Bekasi tahun 1968 ini, rela berangkat subuh dari rumahnya di Kampung Melayu, Jakarta Timur, demi mencari rezeki di Kota Tangerang.

Baca juga: ISU Reshuffle Kabinet Berembus Lagi, Enam Menteri Ini Dinilai Layak Diganti

Pekerjaan itu sangat menguras tenaga dan fisik. Namun, demi istri dan empat buah hatinya, hal itu setiap pagi ia lakukan.

Tak jauh berbeda dari tukang becak lainnya, Yahya mengaku hanya bisa bersabar dengan pandemi Covid-19 yang membuat pendapatannya anjlok.

"Sebelum pandemi lalu, uang Rp 100.000 masih bisa saya bawa pulang."

Baca juga: Tak Bahas Capres dengan Gerindra, Sekjen PDIP: Karena untuk Jadi Pemimpin Ada Campur Tangan Tuhan

"Kalau sekarang, boro-boro biaya sekolah anak, untuk makan saja susah," ungkapnya kepada TribunTangerang, saat ditemui tak jauh dari Stadion Benteng Taruna, Kota Tangerang, Selasa (24/8/2021).

Yahya berkisah, rata-rata per hari dirinya hanya mampu mengumpulkan uang sekira Rp 30.000.

Uang tersebut pun belum termasuk biaya makan dan ongkos saat naik angkot ke Jakarta.

Baca juga: Hampir Suntikkan 100 Juta Dosis, Menkes Yakin Vaksinasi Covid-19 Indonesia Bisa Susul Inggris-Turki

Tak jarang ia berusaha seirit mungkin agar tetap bisa membawa uang yang tak seberapa ke rumah.

Terkadang, ia menunggu sampai malam hanya untuk mendapat penumpang.

Baginya, asalkan ada uang yang bisa dibawa pulang.

Baca juga: 80,7 Juta Vaksin Covid-19 Tiba Bulan Depan, Cukup untuk Suntik 2 Juta Orang per Hari

"Untungnya anak saya tiga sudah lulus SMK, satu sudah kerja, dua lagi mencari kerja."

"Sisa satu lagi nih, yang masih sekolah dasar, kelas V," sambungnya.

Demi bertahan hidup, selain mengirit semua kebutuhan, untuk keperluan beli beras, ia terbantu pula dari penghasilan anak pertama.

Baca juga: Belum Semua Buruh Divaksin Covid-19, KSPI Tolak Pabrik Beroperasi Penuh Tanpa Pembatasan

Meski hanya serba seadanya, ia enggan berputus asa.

Pernah satu waktu, ia dan istri terpaksa menjual anting anaknya hanya untuk memperbaiki mesin pompa air di rumahnya.

"Air kan penting ya, buat mandi dan kebutuhan lainnya."

Baca juga: Warna Dasar TNKB Bakal Diubah Jadi Putih, Tilang Pakai Kamera ETLE Bakal Lebih Mudah

"Jadi itu satu-satunya anting anak yang dipunya terpaksa dijual," bebernya.

Yahya mengaku belum mendapat bantuan sosial sejak tinggal di Kampung Melayu.

Ia hanya mendapat bantuan dari para dermawan yang kerap melintas dan membagikan sembako kepada tukang becak, termasuk dirinya.

Baca juga: Luhut: Beberapa Hari ke Depan Tren Kasus Positif Covid-19 dan Kematian Bakal Naik

Ia pun berharap agar kondisi segera berubah, aktivitas warga bisa normal lagi, sehingga pendapatannya bisa kembali seperti dulu kala. (*)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved