Ujaran Kebencian
Yahya Waloni Ajukan Gugatan Praperadilan, Polri: Nanti Kita Uji di Pengadilan
Menurut Argo, praperadilan merupakan hak setiap tersangka yang tengah berperkara dalam hukum.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menyatakan pihakya menghormati gugatan praperadilan yang diajukan oleh Yahya Waloni, tersangka kasus dugaan penistaan agama.
Menurut Argo, praperadilan merupakan hak setiap tersangka yang tengah berperkara dalam hukum.
"Hak dari tersangka," kata Argo kepada wartawan, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Waspada, Korban Kebocoran Data Bisa Dituduh Sebagai Teroris
Argo menambahkan, penyidik Polri juga bersedia mendengarkan keberatan yang diajukan tersangka di pengadilan.
Nantinya, pengadilan yang akan memutuskan apakah penegakan hukum yang dilakukan penyidik Polri telah sesuai dengan aturan yang berlaku, atau tidak.
"Nanti kita uji di pengadilan," ucapnya.
Baca juga: Daripada Cari Kambing Hitam Soal Data Bocor, DPR Ajak Pihak Terkait Duduk Bareng dan Cari Solusi
Sebelumnya, tersangka kasus penistaan agama Yahya Waloni mengajukan permohonan praperadilan, ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/9/2021).
Permohonan praperadilan ini didaftarkan oleh kuasa hukumnya, Abdullah Alkatiri, Senin (6/9/2021) pagi.
"Kuasa Hukum Ustaz Yahya Waloni telah mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pagi ini," kata Abdullah saat dikonfirmasi, Senin (6/9/2021).
Baca juga: Yahya Waloni Dikembalikan ke Bareskrim Usai Dirawat karena Pembengkakan Jantung
Ia menuturkan, alasan pengajuan praperadilan itu berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Hal ini untuk menguji apakah penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polri sudah tepat atau tidak.
"Pada pokoknya menyatakan bahwa lembaga praperadilan berwewenang untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka, sebagai pintu masuk upaya paksa lainnya seperti penangkapan, penahanan, maupun penyitaan," tuturnya.
Baca juga: Penyidik KPK Tak Lulus TWK: Harun Masiku Ada di Indonesia pada Agustus 2021
Abdulah menjelaskan, penangkapan Yahya Waloni tanpa adanya pemanggilan dan pemeriksaan pendahuluan, seperti yang diatur dalam KUHAP maupun Peraturan Kapolri (Perkap).
"Yang mana penangkapan yang tidak sesuai due process of law dapat dibenarkan pada kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) seperti teroris, narkoba, human trafficking ataupun kejahatan yang tertangkap tangan," paparnya.
Ia juga mempersoalkan penetapan tersangka Yahya Waloni dalam kasus dugaan penistaan agama.
Baca juga: Wamenkes Bilang Herd Immunity Tak Terbentuk Meski 70-80 Persen Penduduk Sudah Divaksin Covid-19
Ia menyatakan ceramah kliennya adalah kajian ilmiah yang diungkapkan di internal sesama umat muslim.
"Kajian secarah ilmiah tentang Bible Kristen di dalam masjid tempat khusus ibadah orang muslim (ekslusif)."
"Yang dalam ceramahnya beliau menyinggung Bible Kristen yang ada sekarang ini sesuai kajian beliau adalah palsu (bukan asli), dan hasil kajian di tempat khusus tersebut dijadikan dasar oleh pelapor," tuturnya.
Baca juga: Jangan Dipakai Seumur Hidup! Usia Masker Kain Paling Lama Cuma 6 Bulan
Abdullah juga menyoal pasal yang dilaporkan oleh pelapor yang berkaitan dengan pasal 45 A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU 19/2016.
"Yang mana yang dikenakan oleh pasal-pasal tersebut adalah yang menyebarkan, bukan yang membuat pernyataan, dan pasal 156 a huruf a KUHP tentang penodaan agama, sedangkan dalam perkara ini bukan Ustaz Yahya Waloni yang memvideokan."
"Apalagi menyebarkan, dan suatu kajian ilmiah dengan data dan referensi yang ada tidak dapat dikatakan sebagai penodaan," bebernya.
Baca juga: INI 4 Tugas Berat Panglima TNI Pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto Menurut TB Hasanuddin
Abdullah menambahkan, kasus ini dikhawatirkan dapat merusak kerukunan umat beragama jika dilanjutkan ke proses persidangan.
"Dan jika perkara ini sampai di persidangan terbuka nanti, dikhawatirkan akan berdampak pada kerukunan beragama."
"Apalagi ada puluhan ahli teologi dan Kristologi yang menyatakan kesediannya menjadi ahli di persidangan nanti," ucapnya.
Baca juga: KPU Takedown NIK Jokowi dari Situs kpu.go.id, Pastikan Bukan Kebocoran Data
Sementara, Baresrkim Polri langsung memeriksa Yahya Waloni usai kembali dari perawatan di RS Polri.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyampaikan, kondisi Yahya Waloni sehat. Yahya telah dikembalikan ke Bareskrim Polri pada Jumat (3/9/2021) malam.
Dengan begitu, kata Ahmad, Yahya kini telah mulai menjalani pemeriksaan kembali atas statusnya sebagai tersangka.
Baca juga: Amien Rais Bilang Ada Pihak yang Kecewa Berat Usai Partai Ummat Disahkan Kemenkumham, Siapa?
"Penyidikan tetap berlangsung," ucap Ramadhan saat dikonfirmasi, Senin (6/9/2021).
Namun demikian, ia tidak menjelaskan secara detail ihwal materi pemeriksaan yang akan digali kepada Yahya Waloni. Termasuk, total saksi yang telah diperiksa dalam kasus ini.
Jadi Tersangka Sejak Mei 2021
Yahya Waloni ternyata telah ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA), sejak Mei 2021.
Hal itu diungkapkan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono.
Ia menyebut penyidik telah menggelar penyelidikan sejak laporan itu terdaftar pada April 2021.
Baca juga: BREAKING NEWS: Bareskrim Polri Ciduk Yahya Waloni Atas Dugaan Penistaan Agama
Selanjutnya, penyidik menaikkan perkara tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan pada Mei 2021. Artinya, Yahya telah berstatus tersangka sejak Mei 2021 lalu.
"Sudah (tersangka)."
"Itu kan prosesnya sejak Bulan April, Bulan Mei sudah naik penyidikan sudah jadi tersangka. Proses seperti itu," kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (27/8/2021).
Baca juga: Pemeriksaan Berjalan Normal, Polisi Belum Berniat Tes Kejiwaan Muhammad Kece
Ia juga mengungkapkan alasan Yahya Waloni baru ditangkap oleh pihak kepolisian.
Menurutnya, hal itu untuk menjawab kegelisahan masyarakat.
"Kan semua ada prosesnya."
Baca juga: Kabupaten Tangerang Masuk Zona Kuning Covid-19, Bupati: Harus Tetap Terapkan Prokes Ketat
"Polri tetap merespons segala sesuatu yang terjadi di masyarakat."
"Dan itu udah dibuktikan, ada laporan, ada kegelisahan masyarakat polisi merespons itu semua," tuturnya.
Dijerat Pasal yang Sama dengan Muhammad Kece
Yahya Waloni disangkakan melanggar pasal yang sama seperti yang telah dilakukan Muhammad Kece.
Dia diduga melanggar pasal tentang penistaan agama.
"Yang bersangkutan dilaporkan karena telah melakukan suatu tindak pidana."
Baca juga: Agung Mozin Keluar dari Partai Ummat, Sebut Ada Sekat dan Komunikasi Elitis Tak Akhlakul Karimah
"Yaitu berupa ujaran kebencian berdasarkan SARA dan juga penodaan terhadap agama tertentu," jelas Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (27/8/2021).
Hal itu termaktub pasal 28 ayat 2 Jo pasal 45 a ayat 2 Undang-undang ITE tentang ujaran kebencian dan SARA.
Yahya juga disangka melanggar pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 26 Agustus 2021: Dosis Pertama 59.426.934, Suntikan Kedua 33.357.249
Rusdi menerangkan ceramah yang diduga mengandung unsur SARA itu diucapkan Yahya Waloni di akun YouTube Tri Datu.
Hingga kini, Yahya masih diperiksa oleh penyidik Bareskrim.
"Yang bersangkutan masih dalam proses pemeriksaan oleh penyidik," ucapnya.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 26 Agustus 2021: 30.099 Orang Sembuh, 16.899 Positif, 889 Meninggal
Aparat Direktorat Siber Bareskrim Polri sebelumnya menangkap Yahya Waloni atas dugaan penistaan agama.
Yahya diciduk di rumahnya di daerah Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (26/7/2021).
Penangkapan ini dibenarkan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono.
Baca juga: 4 Merek Vaksin Covid-19 Sedang Proses Registrasi Izin di BPOM, Ada yang Cuma Butuh Sekali Suntik
Ia menyebut Yahya ditangkap di rumahnya sore tadi.
"Iya benar (Yahya Waloni ditangkap)," kata Rusdi saat dikonfirmasi, Kamis (26/8/2021).
Rusdi membenarkan Waloni ditangkap terkait kasus ujaran kebencian yang didasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).
Baca juga: KISAH Juragan Becak Kayuh di Tangerang, Tak Patok Jumlah Setoran, Tinggal di Gubuk Dekat Parit
"Terkait ujaran kebencian berdasarkan SARA," ucap Rusdi. (Igman Ibrahim)