BEM SI Ancam Gelar Unjuk Rasa Jika dalam Waktu 3 Hari Jokowi Tak Angkat 56 Pegawai KPK Jadi ASN

Mereka menuturkan sejumlah alasan yang bisa menjadi dasar bagi Jokowi untuk bertindak.

Editor: Yaspen Martinus
ISTIMEWA
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK (GASAK) memberi waktu 3x24 jam kepada Presiden Jokowi, untuk segera mengangkat 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN). 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Gerakan Selamatkan KPK (GASAK) memberi ultimatum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi diberi waktu 3x24 jam untuk segera mengangkat 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Jika tidak, mereka mengancam bakal menggelar aksi massa.

Baca juga: Masih Periksa Saksi Lain, Bareskrim Belum Jadikan Irjen Napoleon Tersangka Penganiaya M Kece

"Kami Aliansi BEM Seluruh Indonesia dan GASAK memberikan ultimatum kepada Presiden Jokowi, untuk berpihak dan mengangkat 56 pegawai KPK menjadi ASN dalam waktu 3x24 jam sejak hari ini."

"Jika Bapak masih saja diam, maka kami bersama elemen rakyat akan turun ke jalan menyampaikan aspirasi yang rasional untuk Bapak realisasikan," bunyi petikan surat tertanggal 23 September yang dikirim BEM SI dan GASAK kepada Jokowi, dikutip pada Kamis (23/9/2021).

Surat itu telah dibenarkan oleh Koordinator Wilayah BEM Se-Jabodetabek Banten (BSJB) Alfian.

Baca juga: Bareskrim Tetapkan Irjen Napoleon Bonaparte Sebagai Tersangka Pencucian Uang Suap dari Djoko Tjandra

Dalam surat itu, BEM SI dan GASAK menyinggung komitmen Jokowi yang berjanji akan menguatkan KPK dengan cara menambah anggaran, menambah penyidik, dan memperkuat KPK dengan tegas.

Mereka mengecam sikap diam Jokowi atas pemecatan 56 pegawai karena tak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi ASN.

Padahal, pelaksanaan alih status tersebut telah terbukti malaadministrasi dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana temuan Ombudsman dan Komnas HAM.

Baca juga: PROFIL dan Jejak Kejahatan Ali Kalora, Gembong Teroris MIT Poso yang Ditembak Mati, Bunuh 17 Warga

"Alih-alih pegawai KPK ditambah ternyata ada 57 (56 dipecat, 1 pensiun) pegawai KPK diberhentikan dengan SK No.1327," kata surat itu.

Mereka menuturkan sejumlah alasan yang bisa menjadi dasar bagi Jokowi untuk bertindak.

Di antaranya, KPK dilemahkan secara terstruktur, sistematis, dan masif melalui revisi undang-undang; pimpinan KPK terpilih bermasalah karena telah terbukti melanggar etik; hingga proses alih status pegawai yang sarat pelanggaran.

Baca juga: PIDATO Lengkap Jokowi di Sidang Majelis Umum PBB: Politisasi dan Diskriminasi Vaksin Masih Terjadi

Selain itu, mereka juga mencantumkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan proses alih status tidak boleh merugikan hak para pegawai KPK.

"Dasar tersebut menurut kami sudah cukup membuat rakyat muak, sehingga layak rasanya untuk kita marah atas keadaan KPK saat ini."

"Maka, siapa yang bisa menyelamatkan KPK?"

Baca juga: LPSK: Demi Keamanan dan Keselamatan, Sel Muhammad Kece Harus Dipisah dari Tahanan Lain

"Pak Jokowi, perihal 57 Pegawai KPK yang dikebiri dari haknya bukan hanya persoalan para pekerja yang kehilangan pekerjaannya."

"Tapi, ini adalah persoalan martabat dan muruah bangsa Indonesia yang punya semangat antikorupsi dan keadilan," sambungnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberhentikan 57 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), pada 30 September 2021.

Baca juga: Peringati Hari Maritim Nasional, Jokowi: Kita Harus Jadi Raja di Laut Sendiri

Dari jumlah tersebut, enam orang di antaranya merupakan pegawai yang menolak mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) bela negara, untuk bisa bergabung kembali dengan KPK.

"Memberhentikan dengan hormat kepada 51 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021," ucap Wakil Ketua KPK Alexandre Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/9/2021).

Baca juga: Pesawat Rimbun Air Jatuh di Hutan Papua, Tiga Orang Meninggal, Satu Korban Sudah Dievakuasi

Pemberhentian tersebut lebih cepat satu bulan dibandingkan yang termuat dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

Dalam SK tersebut, puluhan pegawai KPK akan diberhentikan pada 1 November 2021.

Ketua KPK Firli Bahuri membantah pihaknya telah mempercepat waktu pemberhentian kepada 57 pegawai tersebut.

Baca juga: Ogah Disebut Salurkan Pegawai ke BUMN, Nurul Ghufron: Sejak Kapan KPK Jadi Penyalur Tenaga Kerja?

Firli mengatakan pemberhentian telah sesuai batas waktu yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.

"Jadi, bukan percepatan. Tapi memang dalam durasi yang dimandatkan oleh UU. Saya kira begitu," kata Firli.

Berikut ini daftar lengkap 57 pegawai KPK yang akan diberhentikan pada 30 September 2021.

Baca juga: Jokowi Berterima Kasih kepada Peternak Ayam yang Bentangkan Poster Keluhkan Harga Jagung Mahal

Satu di antara 57 pegawai itu telah pensiun per Juni lalu, atas nama Sujanarko.

1. Sujanarko, Direktur PJKAKI;

2. A Damanik, Kasatgas Penyidik;

3. Arien Winiasih, ULP mantan Plh Korsespim;

4. Chandra Sulistio Reksoprodjo, Karo SDM;

5. Hotman Tambunan, Kasatgas Diklat;

6. Giri Suprapdiono, Direktur Soskam Antikorupsi;

7. Harun Al Rasyid, Waka WP, Kasatgas Penyelidik;

8. Iguh Sipurba, Kasatgas Penyelidik;

9. Herry Muryanto, Deputi Bidang Korsup;

10. Arba'a Achmadin Yudho Sulistyo, Kabag Umum, mantan Pemeriksa;

11. Faisal, Litbang, mantan Ketua WP;

12. Herbert Nababan, Penyidik;

13. Afief Yulian Miftach, Kasatgas Penyidik;

14. Budi Agung Nugroho, Kasatgas Penyidik;

15. Novel Baswedan, Kasatgas Penyidik;

16. Novariza, Fungsional Pjkaki, WP;

17. Sugeng Basuki, Korsup;

18. Agtaria Adriana, Penyelidik;

19. Aulia Postiera, Penyelidik;

20. M Praswad Nugraha, Penyidik;

21. March Falentino, Penyidik;

22. Marina Febriana, Penyelidik;

23. Yudi Purnomo, Ketua WP, Penyidik;

24. Yulia Anastasia Fu'ada, Fungsional PP LHKPN;

25. Andre Dedy Nainggolan, Kasatgas Penyidik;

26. Airien Marttanti Koesniar, Kabag Umum;

27. Juliandi Tigor Simanjuntak, fungsional biro hukum;

28. Nurul Huda Suparman, Plt Kepala Bidang Pengelolaan Kinerja dan Risiko, mantan pemeriksa PI;

29. Rasamala Aritonang, Kabag Hukum;

30. Farid Andhika, Dumas;

31. Andi Abdul Rachman Rachim, fungsional Gratifikasi;

32. Nanang Priyono, Kabag SDM;

33. Qurotul Aini Mahmudah, Dit Deteksi dan Analisis Korupsi;

34. Rizka Anungnata, Kasatgas Penyidik;

35. Candra Septina, Litbang/Monitor;

36. Waldy Gagantika, Kasatgas Dit Deteksi dan Analisis Korupsi;

37. Heryanto, Pramusaji, Biro Umum;

38. Wahyu Ahmat Dwi Haryanto, Pramusaji, Biro Umum;

39. Dina Marliana, Admin Dumas;

40. Muamar Chairil Khadafi, Admin Dumas;

41. Ronald Paul Sinyal, Penyidik;

42. Arfin Puspomelistyo, Pengamanan Biro Umum;

43. Panji Prianggoro, Dit Deteksi dan Analisis Korupsi;

44. Damas Widyatmoko, Dit Manajemen Informasi;

45. Rahmat Reza Masri, Dit. Manajemen informasi;

46. Anissa Rahmadhany, Fungsional Jejaring Pendidikan;

47. Benydictus Siumlala Martin Sumarno, Fungsional Peran Serta Masyarakat;

48. Adi Prasetyo, Dit PP LHKPN;

49. Ita Khoiriyah, Biro Humas;

50. Tri Artining Putri, Fungsional humas, WP;

51. Christie Afriani, Fungsional PJKAKI;

52. Nita Adi Pangestuti, Dumas;

53. Rieswin Rachwell, Penyelidik;

54. Samuel Fajar Hotmangara Tua Siahaan, Fungsional Biro SDM;

55. Wisnu Raditya Ferdian, Dit manajemen informasi;

56. Erfina Sari, Biro Humas;

57. Darko, Pengamanan, Biro Umum. (Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved