Vaksinasi Covid19
Direktur RS PON: Tak Ada Hubungan Antara Pendarahan Otak dengan Vaksin Covid-19
Hingga kini, belum ada bukti ilmiah yang kuat dan valid, yang menunjukkan ada kaitan antara vaksinasi Covid-19 dengan pecahnya pembuluh darah.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Direktur RS Pusat Otak Nasional Mursyid Bustami menegaskan, vaksinasi Covid-19 tak mengakibatkan pendarahan dalam tubuh.
Hingga kini, belum ada bukti ilmiah yang kuat dan valid, yang menunjukkan ada kaitan antara vaksinasi Covid-19 dengan pecahnya pembuluh darah.
Kalaupun ada efek samping dari pemberian vaksinasi Covid-19, sifatnya masih sangat ringan dan mudah diatasi, seperti demam, nyeri, mengantuk, hingga lapar.
Baca juga: Bawa-bawa Ahok, Kuasa Hukum Napoleon Bilang Penghina Agama Pasti Babak Belur Kalau Masuk Penjara
Efek ini biasanya tidak berlangsung lama, maksimal 2 hari pasca-penyuntikan vaksin.
“Terkait adanya info bahwa vaksin berisiko menyebabkan strok pendarahan otak."
"Kami klarifikasi bahwa secara ilmiah pun tidak ada hubungan antara strok pendarahan dengan vaksin Covid-19,” kata Mursyid dalam keterangan pers Kementerian Kesehatan, Jumat (24/9/2021), dikutip dari laman sehatnegeriku.kemkes.go.id.
Baca juga: Ali Kalora Ditembak Mati Densus 88 Saat Hendak Ambil Logistik dari Warga
Mursyid menjabarkan, sekitar 20 persen strok pendarahan disebabkan adanya penyumbatan pada pembuluh darah, dengan penyebab utamanya karena tingginya faktor risiko tertentu, dan bukan disebabkan vaksin Covid-19.
Adapun faktor risiko dari strok dan menjadi common respector di antaranya adalah diabetes, hipertensi, pola makan yang buruk, merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik, alkohol, dan narkotika.
“Kalau strok pendarahan biasanya adalah penderita hipertensi."
Baca juga: Negatif Covid-19 Saat Dijemput KPK di Rumahnya, Azis Syamsuddin Langsung Ditahan
"Yang terjadi adalah tidak kuatnya pembuluh darah menahan tekanan darah yang tinggi, sehingga terjadilah kebocoran,” jelasnya.
Mursyid mengungkapkan, sebenarnya faktor risiko ada dua, yakni yang bisa dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan.
Faktor risiko yang bisa dikendalikan sebaiknya dicegah sedini mungkin, agar tidak menjadi bom waktu ke depannya.
Baca juga: Dari Komitmen Rp 4 M, Azis Syamsuddin Baru Setor Rp 3,1 Miliar kepada AKP Robin dan Maskur Husain
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Tidak melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masa depan seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol, batasi konsumsi gula, garam dan lemak.
Sedangkan faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan adalah umur, genetik, dan jenis kelamin.
Baca juga: Siang Ini Partai Gokar Bakal Bersikap Soal Azis Syamsuddin yang Ditahan KPK
Untuk mengetahuinya, sebaiknya melakukan cek kesehatan secara berkala untuk mengetahui riwayat kesehatan, sehingga apabila ada kelainan dalam tubuh bisa diketahui dan diantisipasi sedini mungkin.
“Untuk mengetahui itu, maka dilakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mencari faktor risiko sehingga bisa kita kendalikan secepatnya,” terang Mursyid.
Update Vaksinasi
Sejak program vaksinasi Covid-19 dimulai pada 13 Januari 2021, pemerintah sudah menyuntikkan dosis pertama kepada 85.433.518 (41,02%) penduduk hingga Sabtu (25/9/2021).
Sedangkan dosis kedua sudah diberikan kepada 47.996.105 (23,05%) orang.
Dikutip dari laman kemkes.go.id, rencana sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia adalah 208.265.720 penduduk yang berumur mulai dari 12 tahun.
Baca juga: Butuh Sejumlah Regulasi, Pendaftaran Aplikasi PeduliLindungi ke PSE Kemenkominfo Sedang Berproses
Hal ini untuk mencapai tujuan timbulnya kekebalan kelompok (herd immunity).
Karena ketersediaan jumlah vaksin Covid-19 bertahap, maka dilakukan penahapan sasaran vaksinasi.
Untuk tahap pertama, vaksinasi Covid-19 dilakukan terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK).
Baca juga: Tak Semua Warga Punya Smartphone, Pemerintah Diminta Siapkan Aplikasi PeduliLindungi di Tempat Umum
Yang meliputi tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Berdasarkan pendataan yang dilakukan sampai saat ini, jumlah SDM Kesehatan yang menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 adalah 1.468.764 orang, sedangkan populasi vaksinasi sebanyak 12.552.001 orang.
Berikut ini sebaran kasus Covid-19 di Indonesia per 24 September 2021, dikutip TribunTangerang dari laman Covid19.go.id:
DKI JAKARTA
Jumlah Kasus: 856.931 (20.4%)
JAWA BARAT
Jumlah Kasus: 701.723 (16.7%)
JAWA TENGAH
Jumlah Kasus: 480.688 (11.4%)
JAWA TIMUR
Jumlah Kasus: 394.385 (9.4%)
KALIMANTAN TIMUR
Jumlah Kasus: 156.365 (3.7%)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Jumlah Kasus: 154.398 (3.7%)
BANTEN
Jumlah Kasus: 131.202 (3.1%)
RIAU
Jumlah Kasus: 127.383 (3.0%)
BALI
Jumlah Kasus: 112.059 (2.7%)
SULAWESI SELATAN
Jumlah Kasus: 108.230 (2.6%)
SUMATERA UTARA
Jumlah Kasus: 104.194 (2.5%)
SUMATERA BARAT
Jumlah Kasus: 89.066 (2.1%)
KALIMANTAN SELATAN
Jumlah Kasus: 69.219 (1.6%)
NUSA TENGGARA TIMUR
Jumlah Kasus: 62.427 (1.5%)
SUMATERA SELATAN
Jumlah Kasus: 59.482 (1.4%)
KEPULAUAN RIAU
Jumlah Kasus: 53.523 (1.3%)
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Jumlah Kasus: 50.882 (1.2%)
LAMPUNG
Jumlah Kasus: 48.836 (1.2%)
SULAWESI TENGAH
Jumlah Kasus: 45.978 (1.1%)
KALIMANTAN TENGAH
Jumlah Kasus: 44.963 (1.1%)
KALIMANTAN BARAT
Jumlah Kasus: 39.664 (0.9%)
ACEH
Jumlah Kasus: 37.395 (0.9%)
KALIMANTAN UTARA
Jumlah Kasus: 34.684 (0.8%)
SULAWESI UTARA
Jumlah Kasus: 34.026 (0.8%)
PAPUA
Jumlah Kasus: 33.576 (0.8%)
JAMBI
Jumlah Kasus: 29.437 (0.7%)
NUSA TENGGARA BARAT
Jumlah Kasus: 27.286 (0.6%)
BENGKULU
Jumlah Kasus: 22.990 (0.5%)
PAPUA BARAT
Jumlah Kasus: 22.869 (0.5%)
SULAWESI TENGGARA
Jumlah Kasus: 19.993 (0.5%)
MALUKU
Jumlah Kasus: 14.500 (0.3%)
SULAWESI BARAT
Jumlah Kasus: 12.085 (0.3%)
MALUKU UTARA
Jumlah Kasus: 11.935 (0.3%)
GORONTALO
Jumlah Kasus: 11.708 (0.3%). (*)