Pangkostrad: Isu Kebangkitan PKI Kekhawatiran yang Kedaluwarsa, Hadirkan Kebohongan yang Disamarkan
Dudung berpandangan, apabila PKI benar-benar bangkit, seharusnya ia telah menerima laporan dari jajaran bawah.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman menepis isu kebangkitan komunisme di Indonesia, yang selalu diembuskan setiap Bulan September.
Dudung berpandangan, apabila PKI benar-benar bangkit, seharusnya ia telah menerima laporan dari jajaran bawah.
Pasukan di Kostrad, kata dia, juga memiliki pembinaan teritorial dengan radius 500 meter, 1 km, sampai 5 km.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 29 September 2021: 3.077 Orang Sembuh, 1.954 Positif, 117 Meninggal
Dengan demikian, apabila terjadi perkembangan signifikan, di antaranya kegiatan yang terpengaruh dengan komunisme, kata Dudung, maka pihaknya akan tahu lebih dahulu.
Ia lantas menyoroti isu tersebut yang muncul dan selalu digaungkan setiap September.
Padahal, kata dia, TNI mewaspadai ancaman ideologi tersebut setiap saat.
Baca juga: MAKI Belum Perpanjang SKT, Hakim PN Jaksel Tolak Gugatan Praperadilan Soal King Maker
Hal tersebut ia sampaikan, menjawab pertanyaan warga dalam program Talk Highlight Radio Elshinta Jakarta bertajuk 'Menjaga NKRI' bersama Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman, yang disiarkan di kanal YouTube Radio Elshinta, Kamis (30/9/2021).
"Tak hanya sekadar PKI yang kita waspadai, tapi juga ekstrem kanan juga. Ini yang harus kita waspadai."
"Jangan kita mengalihkan ke PKI yang sudah dibubarkan dan saat ini sudah, menurut saya, sudah tak ada, kemudian diembuskan kembali dengan dalil apapun, seakan-akan itu ada," tutur Dudung.
Baca juga: Mengaku Sudah Memperjuangkan Nasib 56 Pegawai, Pimpinan KPK Sambut Baik Tawaran Kapolri
Menurutnya, kekhawatiran tersebut kedaluwarsa, dan justru menghadirkan kebohongan yang disamarkan.
Seakan-akan, kata dia, kebohongan tersebut terus berulang sehingga masyarakat percaya.
"Padahal itu sudah tak ada. Kita yakin lah. Percaya sama TNI, bahwa TNI itu berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan seluruhnya untuk kepentingan rakyat," papar Dudung.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Diisolasi karena Pengaruhi Saksi Lain dan Tak Akui Aniaya Muhammad Kece
Terkait hal itu, Dudung menceritakan pengalamannya ketika menjabat sebagai Pangdam Jaya.
Ia mencermati di negara-negara berpenduduk muslim seperti Afganistan, Irak, Iran, Libya, Lebanon, Kuwait, Mesir, dan sebagainya, telah terjadi konflik yang membuat negeri mereka porak poranda.
Sementara di Indonesia, sebagai negara dengan umat muslim terbanyak di dunia, ia mensinyalir ketika itu sudah mulai ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan kepentingan politik dan pribadinya menggunakan dalil-dalil agama.
Baca juga: Kapolri Ingin Rekrut 56 Pegawai KPK Jadi ASN Polri, Legislator PDIP: Polisi Pintar, Hebat, dan Bijak
Bahkan, kata dia, kelompok tersebut menjelek-jelekkan pemerintah dengan dalil agama.
"Melihat fenomena seperti ini saya merasa terpanggil."
"Saya sebagai TNI, hal demikian kita tak boleh tinggal diam."
Baca juga: Pemerintah Usul Pemilu 2024 Digelar pada 15 Mei, Gerindra: Yang Penting Tahunnya Enggak Berubah
"Karena cara yang seperti ini berbahaya."
"Karena jika doktrin sudah masuk ke dalam masyarakat dengan dalil agama, maka ini akan jadi pertaruhan yang sangat luar biasa," paparnya.
Dudung memandang seyogianya kebijakan pemerintah harus dihargai dan berpegang teguh pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Ternyata Dua Kali Aniaya Muhammad Kece dalam Satu Hari
Namun demikian, ketika menjabat sebagai Pangdam Jaya, Dudung menemukan banyak sekali kegiatan-kegiatan kelompok tersebut yang dilakukan sesukanya.
Antara lain, dengan memasang baliho bermuatan ajakan berjihad dan revolusi akhlak tanpa mematuhi aturan yang berlaku.
Kalau tidak ditindak dan ditertibkan, kata Dudung, maka hal tersebut akan membahayakan.
Baca juga: Kapolri Ingin Rekrut 56 Pegawai KPK, Komnas HAM: Apakah Ini Tindak Lanjut Rekomendasi Kami?
Ia juga mengatakan program-program yang dijalankan pemerintah saat ini sudah sangat baik, dan hanya segelintir orang yang memprovokasi di media sosial.
"Hanya segelintir orang saya lihat karena ketidakpuasan, yang dulunya tak ada jabatan kembali, berbicara di media sosial, memprovokasi masyarakat, jangan lah seperti itu."
"Dulu pernah menjabat, ya sudah."
Baca juga: Nadiem Makarim: Tutup dan Buka Sekolah Saya Disalahkan, Sudah Biasa, Namanya Pengorbanan
"Mari sekarang serahkan ke generasi penerus, kasihan bangsa ini."
"Kita salah berbicara, salah berucap, yang justru dampaknya pada masyarakat," ucap Dudung.
Sebelumnya, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menuding PKI menyusupi TNI.
Baca juga: Tak Setuju 56 Pegawai Jadi ASN Polri, Abraham Samad: Mereka yang Selama Ini Jaga Integritas KPK
Tudingan itu dikaitkan dengan pembongkaran patung tokoh militer di Museum Darma Bhakti Kostrad.
Panglima Kostrad Letjen TNI Dudung Abdurachman membenarkan patung tiga tokoh yang tadinya ada di Museum Darma Bhakti Kostrad itu, kini sudah tidak ada.
Ketiga patung itu adalah patung Jenderal TNI AH Nasution (Menko KSAB), Mayjen TNI Soeharto (Panglima Kostrad), dan Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo (Komandan RPKAD).
Patung tersebut, kata Dudung, dibuat pada masa Panglima Kostrad Letjen TNI Azmyn Yusri (AY) Nasution pada 2011 sampai 2012.
Dudung mengatakan, kini patung tersebut diambil oleh penggagasnya, yakni Letjen TNI (Purn) AY Nasution sendiri, yang meminta izin kepadanya selaku Panglima Kostrad saat ini.
Ia menghargai alasan pribadi Letjen TNI (Purn) AY Nasution yang merasa berdosa membuat patung-patung tersebut, menurut keyakinan agamanya.
"Jadi, saya tidak bisa menolak permintaan yang bersangkutan," jelas Dudung lewat keterangan tertulis, Senin (27/9/2021).
Dudung membantah tudingan yang mengaitkan penarikan tiga patung tersebut untuk melupakan peristiwa sejarah pemberontakan G30S pada 1965.
Ia juga menegaskan tudingan tersebut tidak benar.
Dudung menegaskan dirinya dan Letjen TNI (Purn) AY Nasution mempunyai komitmen yang sama, yakni tidak akan melupakan peristiwa terbunuhnya para jenderal senior TNI AD, dan perwira pertama Kapten Piere Tendean.
"Jadi, tidak benar tudingan bahwa karena patung diorama itu sudah tidak ada, diindikasikan bahwa AD telah disusupi oleh PKI."
"Itu tudingan yang keji terhadap kami," tuturnya.
Seharusnya, kata dia, Gatot selaku senior di TNI, terlebih dahulu melakukan klarifikasi dan menanyakan langsung kepada dirinya selaku Panglima Kostrad.
Dudung juga mengingatkan pentingnya tabayun dalam Islam, agar tidak menimbulkan prasangka buruk yang membuat fitnah, dan menimbulkan kegaduhan terhadap umat dan bangsa.
Ia melanjutkan, foto-foto peristiwa serta barang-barang milik Panglima Kostrad Mayjen TNI Soeharto saat peristiwa 1965, masih tersimpan dengan baik di museum tersebut.
"Hal ini sebagai pembelajaran agar bangsa ini tidak melupakan peristiwa pemberontakan PKI dan terbunuhnya pimpinan TNI AD serta Kapten Piere Tendean," beber Dudung. (Gita Irawan)