Partai Politik
Dituding Dibayar Rp 100 Miliar untuk Gugat AD/ART Partai Demokrat, Yusril: Tidak Intelektual
Untuk itu, menurutnya, upaya JR yang diajukan kliennya ke MA seharusnya dihadapi secara substantif dan dibantah di pengadilan.
Yusril mengatakan, ada saksi lain yang juga menyatakan di bawah sumpah, bahwa mereka tidak diberi kesempatan bicara meski hadir pada kongres tersebut.
Artinya, kata dia, prosedur pembentukan AD/ART tidak dibahas dalam kongres tersebut.
Selain itu, kata dia, materi pengaturan AD/ART juga tidak dibahas dan diputuskan begitu saja.
Dengan demikian, menurutnya para kliennya memiliki legal standing, karena ada hak-hak mereka yang diberikan oleh undang-undang, dirugikan dengan berlakunya AD/ART tersebut.
Selain itu, mereka juga memiliki legal standing karena merupakan perorangan Warga Negara Indonesia.
"Jadi saya pikir yang paling penting sekarang, ini saran saya saja, bukan mengajari, kepada Partai Demokrat, siap-siap mereka."
"Hadapi argumen di Mahkamah Agung, bukan di isu-isu Yusril dibayar Rp 100 miliar. Isunya macam-macam lah," cetus Yusril.
Yusri menilai terkait dengan tudingan bayaran Rp 100 miliar tersebut tidaklah substansial.
"Saya pikir itu si tidak substansial. Itu persoalan politik, tidak menyangkut substansi, dan MA tidak peduli dengan semua itu."
"MA peduli dengan ini lho permohonan, ini jawaban Anda, ini apa, itu yang diperiksa MA," jelas Yusril.
Yusril menilai langkah kliennya yang mengajukan JR ke MA secara resmi perlu dihormati.
"Menurut saya, kalau ada konflik terjadi di Partai, orang membawa itu ke ranah pengadilan saya kira itu langkah yang harus dihormati."
"Langkah terhormat. Negara hukum dan demokratis kan maksudnya mengalihkan perkelahian di jalanan menjadi perkelahian intelektual di pengadilan," ucap Yusril. (Gita Irawan)