BMKG Luncurkan SIRITA, Ponsel Bakal Berbunyi Keras Seperti Sirene Saat Ada Peringatan Dini Tsunami

Dua inovasi ini diluncurkan untuk mengantisipasi potensi tsunami di selatan Jawa.

Penulis: Yaspen Martinus | Editor: Yaspen Martinus
bmkg.go.id
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meluncurkan EWS Radio Broadcaster dan aplikasi SIRITA (Sirens for Rapid Information on Tsunami Alert) di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (4/10/2021). 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meluncurkan EWS Radio Broadcaster dan aplikasi SIRITA (Sirens for Rapid Information on Tsunami Alert) di Cilacap, Jawa Tengah, Senin (4/10/2021).

Dua inovasi ini diluncurkan untuk mengantisipasi potensi tsunami di selatan Jawa.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, peluncuran dua inovasi ini sebagai respons BMKG atas meningkatnya aktivitas kegempaan di Indonesia.

Baca juga: Partai Buruh Targetkan Rebut 20 Kursi di DPR dan Menang di 10 Kabupaten/Kota Saat Pilkada

Berdasarkan pengamatan BMKG, selama periode 2008-2016, rata-rata terjadi 5.000 hingga 6.000 kali gempa bumi.

Pada 2017 meningkat menjadi 7,169, lantas mulai 2018 hingga 2019 melompat menjadi lebih dari 11.500 kali dalam satu tahun.

Meskipun kemudian agak menurun menjadi 8.258 kali di tahun 2020, jumlah ini masih di atas rata-rata kejadian gempa bumi tahunan di Indonesia.

Baca juga: Pandemi Covid-19 Bikin Jumlah Orang Miskin di Indonesia Bertambah Menjadi 10,19 Persen

Dwikorita menjelaskan, EWS Radio Broadcaster merupakan moda diseminasi berbasis suara, guna mengantisipasi kerusakan jaringan komunikasi selular pasca-gempa merusak.

Sistem ini memanfaatkan jaringan komunikasi berbasis radio yang banyak digunakan oleh pegiat kebencanaan dan komunitas radio berbasis masyarakat, seperti RAPI dan ORARI.

Sistem ini sebagai hub untuk menyebarkan informasi secara cepat, akurat, serta ramah terhadap kelompok masyarakat rentan yang memiliki keterbatasan menelaah pesan berbasis teks.

Baca juga: Partai Ummat Optimis Tembus 5 Besar di Pemilu 2024

Sedangkan SIRITA adalah aplikasi sirene tsunami berbasis android, yang dibuat untuk memudahkan pemerintah daerah menyampaikan perintah evakuasi kepada masyarakat sebagai bentuk peringatan dini.

Dwikorita menyebut inovasi yang diprakarsai Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara ini, menjadi terobosan di tengah kendala banyaknya sirene tsunami yang mati akibat usia pakai.

"Di era saat ini, saya yakin hampir semua orang telah memiliki ponsel pintar berbasis android."

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 8 Oktober 2021: Dosis Pertama 99.373.294, Suntikan Kedua 56.908.664

"Paling tidak, dalam satu rumah tangga pasti ada yang memiliki ponsel pintar, bisa jadi bahkan lebih."

"Maka dari itu, aplikasi ini akan sangat bermanfaat sebagai bentuk peringatan dini evakuasi bagi masyarakat di pesisir pantai," tutur Dwikorita, dikutip dari laman bmkg.go.id.

Dwikorita membeberkan, dipilihnya Cilacap sebagai tempat peluncuran inovasi teranyar BMKG tersebut, karena pusat perekonomian dan pemerintahan di kabupaten ini berada di pesisir pantai.

Baca juga: Dikurangi Menjadi Lima Hari, Sandiaga Uno Ingin Ada Resor Khusus untuk Karantina Wisatawan

Sedangkan jarak evakuasi menuju tempat yang relatif aman cukup jauh, sehingga cukup memakan waktu.

Di Cilacap juga, tambah Dwikorita, terdapat berbagai objek vital nasional dan strategis, di antaranya Kilang Minyak Pertamina, Pembangkit Listrik Tenaga Uap, dan pabrik semen Dynamix.

"Berdasarkan pemodelan, potensi ketinggian tsunami berkisar belasan meter, dengan estimasi kedatangan tsunami sekitar 50 menit."

Baca juga: Beredar Surat M Kece Cabut Laporan Polisi Terhadap Irjen Napoleon Bonaparte, Mengaku Tanpa Tekanan

"Namun, karena wilayah pesisir Cilacap sangat padat penduduk, maka butuh waktu lebih untuk proses evakuasi."

"Terlebih tempat evakuasi cukup jauh sekitar 2 hingga 4 kilometer," paparnya.

Harapannya, keberadaan EWS Broadcaster dan SIRITA ini dapat meminimalisir jumlah korban jiwa jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menerjang selatan Pulau Jawa.

Baca juga: Meski Sudah Diizinkan BPOM, Pemerintah Belum Niat Pakai Zifivax untuk Program Vaksinasi Nasional

Dwikorita menyebut penggunaan teknologi digital dan aplikasi yang terkoneksi satu sama lain akan meningkatkan efektivitas sistem peringatan dini yang dikeluarkan.

Karena, dapat menghindarkan dari terputusnya rantai alur informasi peringatan dini dari BMKG kepada masyarakat.

Dwikorita mengungkapkan, keterbatasan jaringan komunikasi kerap menjadi salah satu kendala saat penyebaran peringatan dini, karena tidak jarang jaringan komunikasi selular mengalami gangguan usai gempa merusak.

Baca juga: Minta Teroris MIT Poso Menyerah, Narapidana Terorisme: Turunlah, Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Kendala inilah yang coba BMKG pecahkan dengan meluncurkan EWS Broadcaster dan SIRITA.

"Khusus SIRITA, handphone yang menginstal aplikasi SIRITA akan berbunyi keras layaknya sirene apabila BMKG mengeluarkan peringatan dini mengenai potensi tsunami."

"Jadi, kendala seperti tidak tersampaikannya peringatan dini kepada masyarakat bisa diminimalisir."

Baca juga: Pemerintah Usulkan Pemilu 2024 Digelar pada 15 Mei, Mardani Ali Sera Anggap Tak Etis

"Pun, akibat jauhnya tempat tinggal dengan lokasi sirene karena sifat handphone yang sangat personal."

"Bunyi sirene yang keluar dari handphone didefinisikan sebagai perintah untuk segera melakukan evakuasi, mencari dataran tinggi atau tempat-tempat yang lebih tinggi guna menghindari terjangan tsunami," terangnya.

Pantai Pacitan Berpotensi Dilanda Tsunami 28 Meter, Tiba di Darat dalam Waktu 29 Menit

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta masyarakat dan Pemkab Pacitan, bersiap untuk skenario terburuk gempa dan tsunami.

Hal tersebut dilakukan untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai pesisir selatan Jawa, akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.

"Berdasarkan hasil penelitian, di Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit."

Baca juga: Siapa Penganiaya Muhammad Kece? Penyidik Bakal Gelar Perkara dan Tentukan Tersangkanya

"Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15-16 meter."

"Dengan potensi jarak genangan mencapai 4 - 6 kilometer dari bibir pantai," beber Dwikorita saat simulasi gempa bumi dan tsunami yang digelar bersama Kementerian Sosial di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Sabtu (11/9/2021), dikutip dari laman bmkg.go.id.

Dalam simulasi tersebut, Dwikorita bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji melakukan verifikasi zona bahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.

Baca juga: Muncul Opsi Jalan Tengah Pemilihan Panglima TNI, Setara Institute: Bisa Jadi Persoalan Baru

Dwikorita menyebut, dengan skenario tersebut, maka masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin untuk melakukan langkah evakuasi mandiri, bila mendapatkan Peringatan Dini Tsunami maksimum 5 menit setelah gempa terjadi.

Masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pesisir pantai, harus segera mengungsi ke dataran yang lebih tinggi jika merasakan goncangan gempa yang besar.

"Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine."

Baca juga: Muhammad Kece Dianiaya Tahanan Lain di Rutan Bareskrim, Polisi Belum Tetapkan Tersangka

"Segera lari, karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh," imbuhnya.

Dwikorita mengatakan, yang namanya skenario artinya masih bersifat potensi, yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi.

Namun demikian, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk tersebut.

Baca juga: Menteri Perdagangan: Aplikasi PeduliLindungi Belum Siap Diterapkan di Pasar Tradisional

Artinya, lanjut Dwikorita, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalisir.

Dengan skenario terburuk ini, kata dia, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif.

"Jika masyarakat terlatih, maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi."

Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 17 September 2021: 3.835 Orang Positif, 7.912 Sembuh, 219 Meninggal

"Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," tegasnya.

Dwikorita menegaskan, hingga saat ini tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat.

Apalagi, lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi, dan magnitudo gempa.

Baca juga: Timba Ilmu di Bali, Siswa Program ADEM Dukung PON XX Papua Berjalan Sukses

Semua masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.

BMKG memberi rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi, lengkap dengan rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.

Mengingat luasnya zona bahaya (zona merah) dan padatnya pemukiman penduduk, maka pemerintah daerah harus lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan jumlah dan lokasi jalur evakuasi yang diperlukan.

Baca juga: Hasil Survei Ungkap 34,33 Persen Warga Enggan Divaksin Covid-19 karena Anggap Prosesnya Rumit

Pertimbangannya adalah jarak lokasi tempat evakuasi, waktu datangnya gelombang genangan tsunami, kelayakan jalur, serta menyiapkan mekanisme dan sarana prasarana evakuasi secara tepat.

Pemerintah daerah, lanjut Dwikorita, juga perlu menyiapkan secara khusus sarana dan prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel.

Masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai potensi bencana dan cara menghadapinya.

Baca juga: PKS Wacanakan Duet Anies-Sandi di Pilpres 2024, Gerindra Risih

"Saya rasa perlu juga disiapkan semacam Tempat Evakuasi Sementara (TES) ataupun Tempat Evakuasi Akhir (TEA)."

"Sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi dengan ketersediaan stok/cadangan logistik yang memadai," usulnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved