Konflik Rempang

PBNU Haramkan Rebut Tanah Rempang Batam Secara Paksa Hingga Sebabkan Bentrokan

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai merebut hak orang lain secara tidak sah hukumnya haram hal ini dicontohkan dalam konflik rempang batam.

Editor: Joko Supriyanto
(Tribun Batam/Eko Setiawan)
Kondisi di Pulau Rempang Galang, Kota Batam, Provinsi Kepri saat terjadi bentrok. 

Sebab, konflik yang terjadi di Rempang berujung bentrokan antar warga dan petugas kepolisian.

Warga setempat menolak proyek Rempang Eco City yang menyebakan warga terusir dari kampung kelahirannya.

Konflik yang terjadi pun juga menyita perhatian, termasuk salah satunya Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Baca juga: Kronologi Bentrok di Rempang Batam yang Jadi Sorotan Kapolri Usai Gas Air Mata Buat Pelajar Pingsan

Bahkan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Majelis Hukum dan HAM mengeluarkan sikap terkait dengan bentrok yang terjadi di Pulau Rempang, Batam itu.

Ada 8 sikap yang dikeluarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait apa yang terjadi di Rempang, Batam.

Pertama, meminta agar Presiden Joko Widodo dan Menteri Kooridinator bidang Perekonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco City sebagai PSN.

"Presiden juga didesak untuk mengevaluasi dan mencabut PSN yang memicu konflik dan memperparah kerusakan lingkungan," ujar Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dalam keterangan tertulis, Rabu (13/9/2023).

Baca juga: Warga Rempang Dapat Rp1,2 Juta Per Bulan Per Orang dari BP Batam Jika Mau Relokasi

Sikap kedua, mendesak agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan. Serta menarik seluruh aparat bersenjata di lokasi konflik.

Ketiga, mendesak agar pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini ditempat dan mengedepankan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), dan berdialogi dengan cara yang damai.

Sikap keempat, mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengevaluasi beragam aturan yang tidak sesuai dengan mandat konstitusi karena menjadikan masyarakat sebagai korban.

"Kelima, mendesak Kementerian PPN/Bappenas untuk menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah yang penuh dengan partisipasi bermakna, melibatkan pihak yang terdampak dan memastikan prinsip keadilan antar generasi," tutur Busyro.

Baca juga: Jokowi Sebut Komunikasi yang Kurang Baik Jadi Faktor Picu Bentrokan di Pulau Rempang Batam

Keenam, PP Muhammadiyah meminta Kapolri dan Panglima TNI menarik pasukannya di lokasi yang dimiliki masyarakat Pulau Rempang.

"Minta mengevaluasi penggunaan gas air mata dalam bentrok yang terjadi 7 September 2023. Kapolri juga didesak mencopot Kapolda Kepulaua Riau, Kapolres Barelang dan Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut Batam yang terbukti melakukan kekerasan pada masyarkat sipil," katanya.

Ketujuh, mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggungjawab melakukan pemulihan kepada perempuan dan anak terdampak brutalitas aparat kepolisian dan pemerintah.

"Terakhir, mendesak pemerintah agar segera menjamin dan memuliakan hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup, mempertahankan kebudayaan dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati, serta mengedepankan pendekatan HAM," pungkas Busyro.

(Wartakotalive.com/Kompas.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved