Terganggu 3 Warna Lampu Traffic Light karena Buta Warna Parsial, 2 Pemuda Gugut UUD LLAJ ke MK
Lampu ini berfungsi untuk mengatur arus lalu lintas di persimpangan jalan atau tempat penyeberangan, memberikan sinyal kapan
Hal ini membuat keduanya memutuskan untuk mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau UU LLAJ ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 20 Agustus 2025.
Singgih Wiryono dan Yosafat mempersoalkan Pasal 1 angka 19 dan Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau UU LLAJ yang hanya mengandalkan tiga warna, yakni merah, kuning, dan hijau.
Penggunaan tiga warna lampu lalu lintas tersebut menyulitkan Singgih Wiryono dan Yosafat yang menderita buta warna parsial.
Kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa menjelaskan permohonan mengatakan, formasi ketiga warna itu dirasa tidak ramah bagi para pemohon sebagai penyandang defisiensi warna (buta warna parsial) seperti mereka.
Singgih dan Yosafat jadi kesulitan dalam membedakan warna itu saat berkendara.
“Klien kami setiap hari menghadapi ancaman keselamatan di jalan raya hanya karena keterbatasan penglihatan warna yang tidak diakomodasi UU."
"Negara wajib memberikan akomodasi yang layak, misalnya simbol tambahan atau bentuk berbeda pada lampu lalu lintas,” ujar Viktor usai menyerahkan permohonan uji materi ke MK, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Dalam permohonannya, para pemohon meminta MK menyatakan pasal-pasal UU LLAJ yang diuji bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai bahwa “Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas harus mengakomodasi penyandang defisiensi warna parsial, misalnya dengan merubah warna dan/atau bentuk dan/atau jarak antar lampu.”
Bagi para pemohon, gugatan ini bukan soal pribadi, tetapi menyangkut hak keselamatan seluruh warga negara.
Langkah ini diharapkan menjadi momentum bagi negara untuk menghadirkan sistem lalu lintas yang lebih aman, adil, dan ramah disabilitas, sehingga setiap warga, tanpa terkecuali, dapat berkendara dengan setara.
“Keselamatan lalu lintas adalah hak semua orang. Permohonan ini kami ajukan agar jalan raya menjadi ruang yang inklusif bagi penyandang buta warna parsial di Indonesia,” ucap Singgih.
Sementara itu, Yosafat menekankan pentingnya prinsip nondiskriminasi dalam regulasi lalu lintas. “Negara tidak boleh membiarkan aturan yang secara tidak langsung mendiskriminasi sebagian warganya. Sudah saatnya UU Lalu Lintas diperbarui agar lebih adil dan manusiawi,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp di sini
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News
Dilaporkan Yoni Dores, Lesti Kejora Minta Perlindungan Hukum di Sidang Mahkamah Konstitusi |
![]() |
---|
MK Wajibkan Pendidikan Dasar Gratis, Tangsel Sudah Jalankan tapi Belum 100 Persen |
![]() |
---|
MK Putuskan SD-SMP Gratis, Orangtua di Tangerang Ucap Syukur: Kalau Bisa Gratis Sampai Universitas |
![]() |
---|
Pemkot Tangsel Masih Tunggu Arahan Pusat untuk Jalankan Putuskan MK Tentang Sekolah Gratis |
![]() |
---|
MK Putuskan SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis, Warga Sambut Baik Tapi Kapok dengan Janji Manis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.