TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Yahya Waloni, tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan SARA, mencabut gugatan praperadilan yang diajukan kuasa hukumnya, Senin (27/9/2021).
Sidang pencabutan praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu, diwarnai perdebatan.
Awalnya, hakim Anry Widyo Laksono menanyakan kepada Yahya, apakah ia ingin mencabut praperadilan dan kuasa terhadap penasihat hukumnya?
Baca juga: INI 7 Kader Golkar yang Dinilai Berpeluang Besar Gantikan Azis Syamsuddin Sebagai Wakil Ketua DPR
Abdullah Alkatiri, penasihat hukum Yahya, kemudian meminta izin kepada hakim untuk bertanya kepada kliennya.
Alkatiri kemudian menyatakan rekan setimnya telah berusaha berkali-kali menghubungi Yahya di Rutan Bareskrim Polri.
Ia menanyakan kepada Yahya apakah pihak penyidik tidak menyampaikannya?
Baca juga: IDAI Minta Pemerintah Segera Vaksinasi Covid-19 Anak Umur di Bawah 12 Tahun, Paling Telat Awal 2022
Kuasa hukum pihak kepolisian selaku termohon dalam sidang tersebut, kemudian mengajukan keberatan dengan pertanyaan tersebut.
"Sekali lagi, saya di sini membatasi apakah betul yang bersangkutan ini ingin mencabut kuasanya?
"Kalau seandainya terjadi suatu pelanggaran-pelanggaran dari kepolisian, itu ranahnya pada instansi yang mengawasi kinerja polisi, bukan praperadilan ini."
Baca juga: Masih Penyelidikan, Belum Ada Tersangka di Kasus Dugaan Penggelapan Aset Kwarnas Pramuka
"Jadi itu hak saudara untuk menanyakan ini," kata hakim Anry, mencoba melerai.
Alkatiri kemudian kembali bertanya kepada Yahya, mengapa tak meminta ia dan rekan-rekannya mundur saja sebagai kuasa hukum, bukan malah langsung mencabut.
Lagi-lagi kuasa hukum dari pihak kepolisian keberatan dengan pertanyaan Alkatiri, karena dinilai terlalu teknis.
Baca juga: 137 Juta Penduduk Indonesia Laki-laki, Perempuan 134 Juta
Hakim Anry kemudian menegaskan tidak mau berpanjang-panjang.
Ia kemudian menanyakan lagi kepada Yahya, apakah benar dirinya mencabut kuasa dari penasihat hukumnya tersebut?
Yahya kemudian membenarkannya.
Baca juga: Calon Tersangka Penganiaya Muhammad Kece Ada 6 Orang, Salah Satunya Irjen Napoleon Bonaparte
Alkatiri kemudian bertanya kepada Yahya terkait surat.
Belum selesai kalimat Alkatiri, kuasa hukum kepolisian keberatan.
Hakim Anry kemudian memberi kesempatan kepada Alkatiri melanjutkan pertanyaannya.
Baca juga: Tak Harus Mengunduh, Mulai Bulan Depan Fitur PeduliLindungi Bisa Diakses dari Aplikasi Lain
Alkatiri bertanya kepada Yahya, perihal apakah Yahya menulis surat kepadanya dan menyatakan tidak pernah memberi kuasa kepadanya, atau Yahya tidak setuju dengan praperadilan?
Yahya menjawab dengan mengatakan ia memang tidak setuju dengan praperadilan tersebut.
Alkatiri kemudian mengklarifikasi pertanyaannya, yang langsung disambut keberatan kuasa hukum kepolisian.
Baca juga: 37.706 Anak Indonesia Terpapar Covid-19 pada Maret-Desember 2020, Usia 10-18 Tahun Banyak yang Wafat
Hakim Anry kemudian menengahi perdebatan tersebut, dan bertanya kepada Yahya.
"Saudara Yahya, apakah sesuai surat saudara, ini hanya klarifikasi saja, saudara mencabut, salah satu alasannya adalah karena tidak ingin mengajukan praperadilan ini?"
"Apakah betul?" Tanya Hakim Anry.
Baca juga: Tujuh Provinsi Sumbang Kasus Kematian Anak Akibat Covid-19 Terbanyak, Jakarta Nomor Dua
Yahya kemudian membenarkan pertanyaan tersebut.
Alkatiri kemudian mengajukan keberatan.
"Maaf Yang Mulia, mohon dibatasi secara hukum, ini tidak fair, Yang Mulia," ucap Alkatiri.
Baca juga: Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus Kandidat Kuat Gantikan Azis Syamsuddin Jadi Wakil Ketua DPR
Hakim Anry kemudian menegaskan kembali bahwa ia tidak ingin berpanjang-panjang mengenai sidang tersebut.
Ia pun bertanya lagi kepada Yahya, dan memintanya menegaskan jawaban atas pertanyaan, apakah ia ingin tetap melanjutkan praperadilan ini, atau tetap akan menggunakan kuasa hukumnya yang hadir tersebut?
"Saya menyatakan mencabut," tegas Yahya.
Baca juga: Sore Ini Atau Besok Golkar Bakal Umumkan Pengganti Azis Syamsuddin Sebagai Wakil Ketua DPR
Hakim Anry kemudian meminta Alkatiri dan rekan-rekannya keluar dari ruang sidang.
"Silakan saudara penasihat hukum, legalisasi saudara sudah dicabut, silakan keluar dari ruangan ini."
"Silakan, ini sudah dicabut, silakan."
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 27 September 2021: Suntikan Pertama 87.162.526, Dosis Kedua 48.915.476
"Silakan untuk keluar dari persidangan ini, karena kuasa saudara sudah dicabut."
"Kita tidak perlu memperpanjang lagi," ujar hakim Anry.
"Kami keberatan dan ingin membuat laporan," jawab Alkatiri.
Baca juga: Kepala Densus 88: Penggunaan Kata Terorisme Diikuti Kata Papua Harus Dihindari
"Silakan. Silakan keluar dari persidangan ini karena kuasa saudara sudah dicabut," ulang hakim Anry.
Alkatiri dan rekan-rekannya kemudian keluar dari ruang sidang.
Hakim Anry kemudian meminta waktu sebentar untuk menyiapkan putusan terkait permohonan praperadilan tersebut.
Baca juga: Kadensus 88 Minta Masalah Papua Dilokalkan, Sehingga Tak Jadi Isu Internasional
Hakim Anry kemudian membacakan amar putusan, yang dalam pertimbangannya menyatakan permohonan praperadilan tersebut tidak diberikan izin dari Yahya selaku prinsipal.
Yang dengan sendirinya, permohonan Yahya untuk pencabutan praperadilan patut untuk dikabulkan.
Sebagai konsekuensi pencabutan surat permohonan tersebut, kata dia, pihak yang mencabut permohonan diwajibkan membayar biaya yang timbul dalam perkara.
Baca juga: Tak Ada Tenggat Waktu Penggantian Azis Syamsuddin, DPR Bakal Tentukan Plt Wakil Ketua
"Menetapkan. Satu. Mengabulkan permohonan pencabutan perkara praperadilan Nomor 85/Pid.Prap/2021/PN.Jkt.Sel."
"Dua. Memerintahkan panitra pengadilan negeri Jaksel untuk mencatat pencabutan perkara praperadilan Nomor Nomor 85/Pid.Prap/2021/PN.Jkt.Sel."
"Tiga. Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar nihil," papar hakim Anry. (Gita Irawan)