Berita Jakarta Raya

Begini Sejarahnya Orang Dengan Marga Al Idryus Disegani di Kampung Pulo Jatinegara

Penulis: Miftahul Munir
Editor: Lilis Setyaningsih
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur sedang membersihkan rumah pascabanjir pada banjir tahun 2020

TRIBUNTANGERANG.COM, JAKARTA - Bila ada banjir di Jakarta, nama Kampung Pulo hampir dipastikan akan disebut.

Pasalnya kampung yang berada di Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur itu menjadi salah satu titik langganan banjir. 

Padahal menilik sejarahkan, Kampung Pulo, memiliki sejarang panjang sebagai pemukiman.

Bahkan,  konon sudah berdiri sejak tahun 1800an, sejak penjajahan kolonial Belanda.

Baca juga: Ini Pertimbangan RW 01, Kelurahan Larangan Utara, Kota Tangerang Didapuk jadi Kampung Demokrasi

Awalnya Kampung Pulo adalah sebuah hutan dan oleh pendatang dari Arab wilayah tersebut dikelola.

Dengan meminta surat izin kepada Pemerintah Belanda, orang tersebut mamanfaatkan tanah yang cukup luas.

Namun ada syarat yang harus dilakukan orang Arab bermarga Al Idryus yakni membayar upeti dari hasil mengelola lahan di sana.

Habib Soleh Al Idryus, salah satu keturunan orang pertama di Kampung Pulo ini menceritakan, sewaktu orangtuanya masih ada ia sempat membaca surat izin tersebut sekira tahun 1830an.

Baca juga: Banjir Bandang Terjang Kampung Cisarua, Satu Keluarga Hanyut Terbawa Air


Namun, saat ini surat itu sudah tidak diketahui ke mana karena terakhir dipegang oleh orangtuanya.

"Jadi buyut-buyut saya menikah dengan orang pribumi, sampai almarhum orangtua (ayahnya) menikah sama orang betawi asli sini," katanya saat ditemui Sabtu (2/7/2022).

Nama Kampung Pulo ini diambil karena pada saat itu berada di pinggir bantara sungai yang mengalir deras dan bentuk pemukimannya saat itu seperti pulau.

Sehingga orang-orang yang hidup dijaman itu menyebutkan Kampung Pulo yang artinya pulau pemukiman.

Baca juga: Geliat Kampung Ondel-ondel Kramat Pulo Senen

Habib Soleh mengaku, warga yang hidup di jaman itu tak mudah mendapatkan izin dari Pemerintahan Belanda.

Karena mereka benar-benar menyeleksi orang yang ingin menggarap tanah di Kampung Pulo.

Jika dilihat tak menghasilkan apa-apa, warga tak akan mendapat izin untuk menggarap tanah di sana.

Halaman
1234