Ia mengungkapkan, rasa kecewa terhadap vonis seumur hidup yang diberikan, mengingat fakta persidangan menunjukkan hal yang berbeda.
“Saya kecewa karena faktanya dalam tuntutan korban meninggal karena tusukan di dada dan perut. Tetapi, hasil visum atau autopsi tidak ada luka akibat tusukan benda tajam, itu fakta pertama,” ucapnya.
Titin lantas menjelaskan pakaian yang dikenakan korban, yang diperlihatkan di persidangan, dalam kondisi utuh.
"Semua kuasa hukum terdakwa melihatnya. Jadi kami semua melihat baju yang diperlihatkan di persidangan dan saat dilakukan autopsi baju itu kan dikubur dan diangkat kembali secara utuh, tidak ada bekas bolongan atau tusukan samurai yang disebut dalam tuntutan pendek dan samurai panjang. Itu baju atas nama Eky, karena tuntutan yang disabet pakai samurai itu Eky," jelas dia.
Menurut Titin, perbedaan antara tuntutan dan hasil visum sangat mencolok.
"Kami berbicara fakta persidangan, kalau rekayasa saya tidak tahu, karena saat BAP tidak didampingi oleh kami," katanya.
Titin pun menyoroti kematian korban digambarkan sama yaitu karena benturan di belakang kepala tanpa adanya sabetan.
"Sementara, kalau dari hasil pertama kali datang ditemukan sperma, cuma tidak juga dijelaskan sperma itu milik siapa, dokter juga tidak bisa menjelaskan itu," ujarnya.
Titin menambahkan, dalam persidangan juga tidak pernah dibahas soal pemerkosaan.
"Fakta lainnya, di dalam persidangan tidak pernah dibahas soal perkosaan," ucapnya.
Dengan banyaknya kejanggalan itu, konferensi pers para kuasa hukum tersangka ini menyoroti kejanggalan dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
Mereka berharap ada peninjauan kembali terhadap kasus ini.
"Ya tentu, kami berharap ada penyelidikan ulang yang terhadap kasus ini, kasihan klien kami ini sebenarnya korban, karena tidak ada sangkut pautnya sama kasus Vina dan Eky," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di TribunCirebon.com
Dapatkan Informasi lain dari Tribuntangerang.com via saluran Whatsapp
Baca berita TribunTangerang.com lainnya di Google News