Komnas HAM: Jangan Sandingkan Putusan MA-MK dan Hasil Investigasi Kami Soal TWK, Enggak Nyambung
Ia pun meminta putusan MA dan MK dengan hasil investigasi Komnas HAM, tidak ditafsirkan saling mempengaruhi.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam menegaskan, putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK, tidak bisa disandingkan dengan hasil investigasi Komnas HAM.
Ia pun meminta putusan MA dan MK dengan hasil investigasi Komnas HAM, tidak ditafsirkan saling mempengaruhi.
Anam mengatakan, menyandingkan putusan MA dan MK dengan hasil investigasi Komnas HAM, ibarat menyandingkan jeruk Medan dan apel Malang.
Baca juga: Densus 88 Ciduk 3 Terduga Teroris di Bekasi, Salah Satunya Anggota Dewan Syuro Jamaah Islamiyah
Menurutnya, secara konsep dasar, putusan MK dan MA bersifat normatif atau berdasarkan aspek konstitusional.
Sedangkan dasar dari investigasi Komnas HAM adalah aspek faktual yang didasarkan pada konstitusi.
Komnas HAM, kata dia, tidak mempersoalkan normanya, melainkan mempersoalkan pelaksanaan undang-undang yang tidak sesuai dengan tujuan undang-undang.
Baca juga: Diduga Gelapkan Aset Saat Jabat Ketua Kwarnas, Adhyaksa Dault Dilaporkan ke Bareskrim
"Tidak bisa disandingkan, tidak saling mempengaruhi."
"Dan jangan ditafsirkan ini mempengaruhi, tidak, lain," kata Anam ketika dihubungi Tribunnews, Jumat (10/9/2021).
Ia menjelaskan, di dalam konstitusi, pasal-pasal diakui secara norma, meski faktanya di dalam pelaksanaan, banyak yang babak belur.
Baca juga: MA Tolak Gugatan Uji Materiel TWK KPK, Novel Baswedan Kini Tinggal Berharap pada Jokowi
"Masa itu terus kita sandingin gara-gara babak belur, normanya yang ada di konstitusi berubah, kan tidak."
"Atau sebaliknya, waduh, ketika normanya ada terus faktanya babak belur, terus dikatakan baik-baik saja, kan juga tidak."
"Karena itu memang tidak nyambung," tuturnya.
Baca juga: Moeldoko: Pandemi Memaksa Kita Tinggalkan Cara Kerja Lamban dan Tak Efisien
Ia mengatakan, fakta terkait pelaksanaan atau intensi pelaksnaan undang-undang adalah hal yang sangat signifikan.
"Masa orang perintahnya undang-undang untuk melaksanakan sesuatu, (tapi) dilaksanakan dengan cara stigmatisasi."
"Atau dengan cara merendahkan martabat perempuan misalnya, kan tidak. Itu tidak boleh," papar Anam.
Baca juga: Anak-anak Kehilangan Pengasuhan Akibat Pandemi Covid-19, Kolaborasi Banyak Pihak Diperlukan