Partai Politik
Gugat AD/ART Demokrat,Yusril: Tidak Mungkin Negara Ini Demokratis Kalau Partainya Oligarkis
Menurut Yusril, Mahfud berpandangan upaya yang dilakukannya adalah untuk mendongkel kekuasaan Agus Harimurti Yudhono (AHY) sebagai Ketua Umum PD.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra mengaku beda pandangan dengan Menkopolhukam Mahfud MD, terkait judicial review (JR) terhadap AD/ART Partai Demokrat (PD) ke Mahkamah Agung (MA).
Menurut Yusril, Mahfud berpandangan upaya yang dilakukannya adalah untuk mendongkel kekuasaan Agus Harimurti Yudhono (AHY) sebagai Ketua Umum PD.
Padahal, kata Yusril, ia tidak ada urusan dengan hal tersebut.
Baca juga: Partai Buruh Bakal Dideklarasikan Hari Ini, Said Iqbal Jadi Calon Tunggal Ketua Umum
Hal itu ia sampaikan dalam tayangan bertajuk Yusril di Pusaran Demokrat yang ditayangkan dalam program Newsmaker medcom.id di kanal YouTube medcom id, dikutip pada Minggu (3/10/2021).
"Pak Mahfud itu pikirannya, oh ini mau mendongkel AHY."
"Tidak ada gunanya itu Yusril menguji ini. Tidak bisa mendongkel AHY. AHY tetap sah."
Baca juga: Diduga Pasang Bendera HTI di Meja Kerjanya, Jaksa KPK Dilaporkan ke Jamwas Kejagung
"Saya tidak ada urusannya dengan dongkel tidak dongkel AHY."
"AHY jadi Ketua Demokrat saya tidak untung. Dia tidak jadi ketua pun saya tidak rugi," tuturnya.
Yusril menegaskan, ia telah berpikir jauh ke depan.
Baca juga: Partai Demokrat Bilang Moeldoko Ngebet Jadi Presiden, Pernah Minta Jabatan Ketua Umum kepada SBY
Menurutnya, apabila upaya terobosan hukum tersebut dikabulkan, maka akan banyak orang yang menguji AD/ART partai politik ke MA.
Ia menjabarkan, partai politik memainkan peranan yang sangat besar dalam membangun demokrasi dan penyelenggaraan negara.
Yusril mencontohkan, hanya partai politik yang bisa ikut pemilu dan bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Tak Sebut Suku, Natalius Pigai Bantah Lontarkan Ujaran Rasisme kepada Jokowi dan Ganjar Pranowo
Bahkan, kata dia, sebelum calon independen diperbolehkan, hanya partai politik yang bisa mencalonkan gubernur, bupati, dan wali kota.
Selain itu, ketika partai sudah terbentuk, partai tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh presiden.
Partai politik, kata dia, hanya bisa dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Dituding Dibayar Rp 100 Miliar untuk Gugat AD/ART Partai Demokrat, Yusril: Tidak Intelektual
Selanjutnya, ia mencontohkan tugas fraksi partai di DPR, antara lain untuk menyeleksi calon Panglima TNI, calon duta besar, calon Kapolri, calon Komisioner KPK, dan lain sebagainya.
"Sementara kalau partainya itu sendiri centang perenang amburadul tidak demokratis, bagaimana dia mau membangun demokrasi?" Papar Yusril.
Untuk itu, ia berpandangan demokrasi harus dimulai dari partai.
Baca juga: Demi Efektivitas dan Efisiensi, Gerindra Setuju Pemilu 2024 Digelar pada 15 Mei
Ia kemudian mengingatkan sebuah peristiwa sejarah ketika Bung Karno ingin membubarkan partai-partai politik.
Kata Bung Karno, lanjut dia, partai politik ini bikin kacau, kita tidak mau demokrasi barat dan yang diinginkan adalah demokrasi terpimpin katanya.
Bung Karno, kata Yusril, kemudian menginginkan semua pemimpin partai kumpul di Jakarta untuk sama-sama menguburkan partai-partainya.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 4 Oktober 2021: Suntikan Pertama 94.223.690, Dosis Kedua 53.006.923
Yusril kemudian mengungkapkan, ketika itu Muhammad Natsir menyatakan, ia tidak bisa membayangkan ada demokrasi tanpa partai.
"Jadi demokrasi itu harus dibangun melalui partai. Partai harus demokratis."
"Tidak mungkin negara ini menjadi negara demokratis kalau partainya diktator atau partainya oligarkis, atau partainya monolitik, tidak bisa," beber Yusril.
Baca juga: Pekerja di Indonesia Sangat Banyak, Gerindra Bilang Partai Buruh Berpeluang Besar Masuk Parlemen
Ia pun menegaskan dalam permohonan tersebut, prinsipalnya bukanlah Kepala Kantor Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, melainkan empat mantan anggota PD yang telah dipecat.
Terlebih, kata Yusril, apabila keempat kliennya tersebut disebut sebagai kubu Moeldoko, pun ia tidak begitu menghiraukan persoalannya.
Hal itu karena, lanjut dia, sebagai seorang advokat ia bekerja profesional.
Baca juga: Cuma Lalai, Polri Pastikan Petugas Rutan Bareskrim Tak Ikut Aniaya Muhammad Kece
"Karena mereka dipecat, mereka datang ke saya minta pembelaan dan saya bela."
"Jadi kalau urusan politik di balik semua itu sebenarnya saya tidak mau ikut campur."
"Dan advokat tidak boleh terlibat dalam persoalan itu."
"Jadi saya menjaga betul etika profesi sebagai seorang advokat profesional," terang Yusril.
Baca juga: Mengaku Sudah Memperjuangkan Nasib 56 Pegawai, Pimpinan KPK Sambut Baik Tawaran Kapolri
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengomentari konflik di Partai Demokrat.
Awalnya, Mahfud ditanya oleh Didik J Rachbini terkait perebutan kekuasaan di Partai Demokrat, dalam kaitannya dengan pemerintah.
Didik menanyakan tudingan sejumlah pihak yang menyebut perebutan kekuasaan di Partai Demokrat merupakan bagian dari akumulasi kekuasaan yang ingin merebut kekuasaan melalui Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko.
Baca juga: Jadikan Irjen Napoleon Bonaparte Tersangka Penganiaya Muhammad Kece, Bareskrim Punya 4 Alat Bukti
Mahfud kemudian membantah tudingan tersebut.
Ia mengatakan, apabila Istana ingin melakukan sebagaimana yang ditudingkan tersebut, maka pemerintah bisa saja langsung mengesahkan Kongres Partai Demokrat versi Moeldoko di Medan beberapa waktu lalu.
Namun demikian, kata Mahfud, ia dan Menkumham Yasonna Laoly sebelumnya telah berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Minta Tuduhan TNI Disusupi Komunisme Dipertanggungjawabkan, Pangkostrad: Masyarakat Sudah Cerdas
Dalam diskusi tersebut, kata Mahfud, Jokowi kemudian meminta pandangannya terkait aturan hukum soal itu.
Mahfud kemudian menjelaskan kepada Jokowi bahwa secara hukum hal tersebut tidak dibenarkan oleh undang-undang.
Jokowi, kata Mahfud, kemudian meminta Mahfud dan Yasonna untuk menegakkan aturan hukum meskipun Moeldoko adalah koleganya.
Baca juga: Pegawai Nonaktif KPK: Inisiatif Kapolri Menunjukkan Kami Sebenarnya Lolos TWK
Mahfud mengatakan, atas dasar itulah Mahfud dan Yasonna mengumumkan untuk tidak mengesahkan Partai Demokrat versi Moeldoko.
Sementara, perkembangan terkini polemik tersebut, kata dia, pemerintah tidak campur tangan.
Mahfud kemudian menyampaikan pandangan hukumnya terkait perkembangan terkini dari konflik Partai Demokrat tersebut.
Baca juga: KISAH Mantan Pangkostrad Minta Tiga Patung Tokoh Penumpas PKI Dimusnahkan, Tak Mau Masuk Neraka
Hal tersebut ia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah, dan Kampung Halaman yang dipandu Didik J Rachbini di Twitter @djrachbini, Rabu (29/9/2021).
"Tapi begini ya, kalau secara hukum, gugatan Yusril ini tidak akan ada gunanya, Pak Didik."
"Karena kalaupun dia menang, tidak akan menjatuhkan (pengurus) Demokrat yang sekarang," ujar Mahfud.
Baca juga: Lalai, Propam Tetapkan Karutan Bareskrim dan Dua Anggotanya Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan M Kece
Mahfud melanjutkan, kalaupun Yusril menang menurut hukum, maka kemenangan di judicial review hanya berlaku ke depan.
Artinya, kata dia, pengurus yang sudah terpilih tetap berlaku.
"Tidak akan membatalkan pengurus, malah semakin kuat."
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 30 September 2021: Dosis Pertama 91.079.001, Suntikan Kedua 51.113.360
"Tidak bakal menang, apa namanya, tidak akan mengubah susunan pengurus sekarang," ucap Mahfud.
Ia menilai, seharusnya yang digugat adalah SK pengesahan Menteri melalui PTUN, bukan AD/ART partai.
Meskipun ia menilai langkah yang dilakukan Yusril dalam ilmu hukum terbilang terobosan, menurutnya Mahkamah Agung tidak berwenang membatalkan AD/ART tersebut.
Baca juga: Pangkostrad: Isu Kebangkitan PKI Kekhawatiran yang Kedaluwarsa, Hadirkan Kebohongan yang Disamarkan
"Kalau mau dibatalkan, salahkan menterinya yang mengesahkan."
"Artinya SK menterinya itu yang diperbaiki, kan begitu, bukan AD/ART-nya."
"Sehingga sebenarnya pertengkaran ini tidak ada gunanya."
"Apapun putusan MA ya tetap AHY, SBY, Ibas semua itu tetap berkuasa di situ, pemilu tahun 2024," beber Mahfud. (Gita Irawan)