Fadli Zon Usul Densus 88 Dibubarkan, Polri, Kami Tetap Bekerja Selamatkan Bangsa dari Aksi Terorisme
Ramadhan kemudian bercerita soal kinerja Densus 88 dalam penegakan dan pencegahan terorisme di Indonesia.
TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Polri ogah menggubris usulan anggota DPR Fadli Zon agar Densus 88 Antiteror dibubarkan
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, pihaknya akan terus bekerja menuntaskan permasalahan terorisme di Indonesia.
"Prinsipnya kita tetap bekerja, kita tidak mendengar hal-hal terkait tersebut."
Baca juga: Pemindahan ke Lapas Cipinang Belum Disetujui Pengadilan, Napoleon Masih Ditahan di Rutan Bareskrim
"Kita tetap melakukan upaya-upaya dalam hal pencegahan dan penegakkan terorisme di Indonesia," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/10/2021).
Ramadhan kemudian bercerita soal kinerja Densus 88 dalam penegakan dan pencegahan terorisme di Indonesia.
Menurutnya, kinerja tim elite Polri itu telah terlihat sejak pertama kali berdiri.
Baca juga: Akhir Tahun Diprediksi Terjadi Gelombang Ketiga Pandemi Covid-19, Kasatgas Yakin Bisa Dikendalikan
"Kita lihat upaya-upaya yang dilakukan Densus 88 sejak berdirinya, Densus sudah melakukan upaya-upaya yang banyak."
"Dan upaya-upaya tersebut juga tidak hanya melakukan upaya penindakan hukum."
"Tapi upaya deradikalisasi yang dilakukan oleh Densus seperti yang kita sampaikan kemarin."
Baca juga: Relawan Deklarasikan Sahabat LBP, Jubir Tegaskan Luhut Sama Sekali Tak Niat Maju di Pilpres 2024
"Yang di mana beberapa napiter yang tengah menjalani pidananya melakukan sumpah setia kepada NKRI."
"Ini menunjukkan upaya melakukan deradikalisasi yang dilakukan oleh Densus itu berhasil," sambungnya.
Ramadhan juga menjelaskan keberhasilan tim Densus 88 terlihat dalam ikrar setia mantan napiter Imam Mulyana kepada NKRI.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 11 Oktober 2021: Suntikan Pertama 100.322.375, Dosis Kedua 57.607.200
Dia diketahui sebagai eks anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terlibat sejumlah aksi teror.
Tak lama setelah ikrar setia NKRI, kata Ramadhan, Imam langsung mengungkap pernah menyimpan 35 kilogram bahan peledak di Gunung Ciremai, Jawa Barat.
"Setelah ia melakukan sumpah setia kepada NKRI, salah satu napiter atas nama IM menyebut bahwa ia telah masih menyimpan 35 kilogram bubuk TATP, yang mana kita sampaikan kemarin."
Baca juga: Gerindra Usung Prabowo Lagi di Pilpres 2024, PKS Pilih Majukan Salim Segaf Al-Jufri
"Terkait dengan apa yang disampaikan, Polri dalam hal ini Densus terus melakukan bekerja."
"Terus mengerjakan tupoksinya untuk melakukan pemberantasan terorisme," paparnya.
Atas dasar itu, Ramadhan memastikan Densus 88 Antiteror Polri akan terus bekerja memberantas terorisme di Indonesia.
Baca juga: Gerindra Pastikan Prabowo Bakal Maju Lagi Jadi Capres, Ini Sikap PA 212
"Jadi kita bergeming dengan apa yang disampaikan, kita tetap bekerja."
"Demi menyelamatkan bangsa ini dari aksi terorisme," ucapnya.
Sebelumnya, politikus Partai Gerindra Fadli Zon mengusulkan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dibubarkan.
Baca juga: Tunggu 4 Teroris MIT Poso Menyerah, Kapolda Sulteng: Kalau Tak Ada Peluru yang Keluar, Kenapa Tidak?
Mantan Wakil Ketua DPR ini menuding Densus 88 kerap melemparkan isu islamofobia.
“Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau Islamofobia."
"Dunia sudah berubah, sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja."
Baca juga: 57 Mantan Pegawai KPK Isyaratkan Terima Tawaran Kapolri Jadi ASN Polri Jika Sesuai Keahlian
"Teroris memang harus diberantas, tapi jangan dijadikan komoditas,” cuit Fadli Zon di akun Twitter @fadlizon, Selasa (5/10/2021).
Menanggapi hal itu, Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM) Syukron Jamal menilai usul pembubaran Densus 88 dengan narasi Islamofobia, sangat berbahaya.
Hal itu juga menggambarkan penilaian yang sempit tentang dinamika gerakan sosial terkait penyebaran paham radikal yang sudah berkembang sedemikian rupa.
Baca juga: UPDATE Covid-19 Indonesia 6 Oktober 2021: 2.851 Orang Sembuh, 1.484 Positif, 75 Meninggal
“Saya melihat narasi Islamofobia yang digulirkan itu sangat berbahaya."
"Kita negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia yang menganut demokrasi."
"Menggulirkan isu Islamofobia dalam penanganan aksi terorisme oleh Densus 88, menggambarkan bagaimana yang bersangkutan tidak memahami."
Baca juga: Bali Dibuka Lagi untuk Turis Asing Mulai 14 Oktober, Wisatawan Tak Penuhi Syarat akan Disuruh Pulang
"Dan sekaligus menafikan karakteristik mayoritas masyarakat muslim Indonesia yang ramah, toleran dan anti-kekerasan.”
“Tidak ada Islam itu mengajarkan kekerasan, radikalisme, dan terorisme."
"Justru paham dan gerakan-gerakan tersebut yang merusak citra Islam sebagai agama rahmatan lil alamin."
Baca juga: 9.855 Orang Berkategori Hitam pada PeduliLindungi Masih Nekat Beraktivitas di Fasilitas Publik
"Upaya memerangi paham dan kelompok-kelompok tersebut justru harus kita dukung bersama, bukan sebaliknya,” tutur Syukron, Rabu (6/10/2021).
Syukron menegaskan, narasi yang digulirkan seolah-olah Densus 88 Islamofobia sangat berbahaya, dan berpotensi memecah belah bangsa Indonesia yang majemuk.
“Janganlah dibuat narasi aparat dalam hal ini Densus 88 seolah-olah membenci dan memerangi salah satu agama, bahaya itu,” tegasnya.
Baca juga: Dua Polisi Penembak 6 Anggota FPI Hingga Tewas Mulai Disidang 18 Oktober di PN Jaksel
Faktanya, lanjut alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, umat beragama di Indonesia hidup tenang dan damai, rukun adem ayem.
Negara juga menjamin, bahkan memfasilitasi warganya menjalankan ritual ibadah sesusi agama dan kepercayaannya masung-masing.
“Ini harus kita jaga, termasuk dari paham-paham yang merusak tatanan yang sudah baik ini,” ucapnya.
Baca juga: Jadwal Pemilu 2024 Belum Disepakati, PDIP dan Golkar Dorong Jokowi Kumpulkan Ketua Umum Parpol
Syukron juga menilai peran dan kehadiran Densus 88 masih sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan dan penanganan aksi terorisme di Indonesia.
"Jangan menutup mata dengan fakta bahwa hari ini penyebaran paham radikalisme begitu masif, dan potensi ancaman terorisme di negara kita masih sangat terbuka."
"Begitu kita lengah dan lemah, mereka akan sangat leluasa menjalankan aksinya,” paparnya.
Kurang Bijak dan Terlalu Tendensius
Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni, tak setuju Densus 88 dibubarkan.
Sebagai wakil ketua di Komisi yang membidangi langsung isu keamanan dan kepolisian, Sahroni menegaskan keberadaan Densus 88 sangat dibutuhkan kehadirannya dalam memberantas terorisme.
"Saya kurang setuju dengan pendapat Pak Fadli Zon karena kurang bijak dan terlalu tendensius."
Baca juga: Baru Kenalan, Mantan Pegawai KPK Belum Mau Mengiyakan Tawaran Kapolri Soal Jadi ASN
"Teroris di Indonesia itu nyata adanya, sudah banyak kejadian, korban berjatuhan, dan kita melihat sendiri kasusnya."
"Seperti kejadian bom Makassar beberapa waktu lalu, di Jakarta, dan banyak lagi."
"Saya melihat justru kehadiran Denss 88 sangat dibutuhkan, karena jelas sangat bermanfaat dalam memberantas teroris-teroris ini," ucap Sahroni kepada wartawan, Kamis (7/10/2021).
Baca juga: Disuruh Lapor, Novel Baswedan: KPK dan Dewas Diberi Wewenang Cari Bukti, Bukan Menunggu Diberi
Sahroni menyebut tuduhan Densus 88 memunculkan Islamofobia juga merupakan pernyataan provokatif.
Menurutnya, fakta di lapangan menunjukkan aksi terorisme tidak berdasarkan agama manapun.
"Soal tuduhan Islamofobia, saya rasa ini agak provokatif."
Baca juga: Soal Bendera HTI Terpasang di Meja Kerja Jaksa KPK, Polri Masih Tunggu Informasi
"Karena teroris itu tidak berkaitan dengan agama manapun, jadi tidak ada korelasinya."
"Mau agama Islam, Kristen, Buddha, atau apapun, kalau melakukan tindakan terorisme ya pasti diberantas."
"Kalau memang mayoritas jaringan terorisme membawa embel-embel Islam, ya itu fakta adanya," beber Sahroni.
Baca juga: KPK Minta Novel Baswedan Laporkan Orang Dalam Azis Syamsuddin dan Bawa Bukti Valid
Sahroni juga meminta Fadli Zon mempelajari lebih jauh terorisme di Indonesia, juga sepak terjang Densus 88 dalam memberantas aksi teroris.
"Saya rasa Pak Fadli Zon sebaiknya sebelum menyimpulkan sesuatu lebih baik tabayun dulu, ngobrol dulu dengan Densus 88 dan para keluarga korban."
"Pelajari tentang terorisme di Indonesia, pelajari begitu banyak nyawa yang melayang."
"Bukan ujuk-ujuk mengeluarkan statement yang tendensius begini," cetusnya. (Igman Ibrahim)