Aksi Terorisme

4 Teroris MIT Poso Masih Berkeliaran, Operasi Madago Raya Diperpanjang Hingga Akhir 2021

Masa operasi Satgas Madago Raya kembali diperpanjang hingga akhir Desember 2021.

Editor: Yaspen Martinus
Dokumentasi Satgas Madago Raya
Satgas Madago Raya menerbitkan selebaran bergambar 4 anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso yang masih tersisa. 

TRIBUNTANGERANG, JAKARTA - Masa operasi Satgas Madago Raya kembali diperpanjang hingga akhir Desember 2021.

Tahun ini operasi tersebut telah memasuki tahap keempat.

Wakasatgas Humas Operasi Madago Raya AKBP Bronto Budiyono mengatakan, perpanjangan ini bertujuan mengejar buronan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, Sulawesi T​​​​​​engah, yang tersisa.

Baca juga: Novel Baswedan Diberhentikan KPK, Istri: Saya Menjemput dengan Bangga

"Sebagaimana diketahui, operasi dilaksanakan setiap tiga bulan," kata Bronto, Jumat (1/10/2021).

Menurut Bronto, perpanjangan operasi ini dimulai sejak 1 Oktober hingga akhir Desember 2021.

Dalam operasi ini, tidak ada penambahan personel dari TNI maupun Polri.

Baca juga: 56 Pegawai KPK Diberhentikan, Saut Situmorang: Presiden Cuma Diam dan Bilang Bukan Urusan Saya

"Belum ada penambahan personel, sedangkan personel yang terlibat di Madago Raya sekitar 1.500 personel," jelasnya.

Bronto menuturkan, tim Satgas Madago Raya yang terbagi beberapa kelompok, terus melakukan tugas dan fungsinya menanggulangi terorisme di wilayah Poso, Parimo, dan Sigi.

"Kemudian tim tetap melakukan kegiatan sesuai dengan job-nya."

Baca juga: 98 Persen Kasus Covid-19 Dunia Didominasi Varian Delta, Mu Tak Sampai Satu Persen

"Tim Kejar melakukan pengejaran terhadap sisa DPO teroris yang masih ada di pegunungan."

"Kemudian Tim Sekat, melakukan penyekatan agar mereka tidak bisa turun dan simpatisan tidak bisa naik memberikan bantuan."

"Dan tim lain memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak terpengaruh dengan ajakan untuk melakukan tindak radikalisme," terangnya.

Baca juga: Aturan Baru Kementerian Kesehatan, Penyintas Covid-19 Boleh Divaksin Setelah Satu Bulan Sembuh

Ada 4 DPO Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso yang tersisa, pasca-tewasnya Ali Kalora dan Jaka Ramadhan.

Mereka adalah Askar alias Jaid alias Pak Guru, Muhklas alias Galuh alias Nae, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang, dan Suhardin alias Hasan Pranata.

TNI-Polri pun menyerukan kepada 4 DPO teroris Poso untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.

Sejarah Terbentuknya MIT Poso

Tim Densus 88 Antiteror Polri menembak mati Ali Ahmad alias Ali Kalora, pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso, dalam baku tembak pada pekan lalu.

Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar membeberkan sejarah terbentuknya MIT Poso, yang tidak terlepas dari sejumlah kelompok teroris hingga konflik horizontal di sana.

"Terbentuknya Mujahidin Indonesia Timur (MIT) tidak bisa dilepaskan dari Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), konflik Poso."

Baca juga: Bawa-bawa Ahok, Kuasa Hukum Napoleon Bilang Penghina Agama Pasti Babak Belur Kalau Masuk Penjara

"Dan tentunya tidak bisa terlepas dari sosok paling penting dari gerakan organisasi teror di Indonesia, Abu Bakar Ba’asyir," kata Aswin lewat keterangan tertulis, Sabtu (25/9/2021).

Aswin menjelaskan, MIT Poso merupakan jaringan kelompok teroris yang beroperasi di wilayah pegunungan Kabupaten Poso, Parigi Moutong, dan Sigi di Sulawesi Tengah.

Menurutnya, kelahiran MIT didasari oleh JAT yang merupakan jaringan organisasi teror yang didirikan oleh Abu Bakar Ba’asyir (ABB) pada 2008.

Baca juga: Ali Kalora Ditembak Mati Densus 88 Saat Hendak Ambil Logistik dari Warga

ABB adalah pendiri Jamaah Islamiyah (JI) bersama Abdullah sungkar di Malaysia pada 1993.

"Abu Bakar Ba’asyir mendirikan JAT bersama Abu Tholut."

"Salah satu anggota JAT adalah Santoso alias Abu Wardah."

Baca juga: Negatif Covid-19 Saat Dijemput KPK di Rumahnya, Azis Syamsuddin Langsung Ditahan

"Yang kemudian diangkat menjadi pemimpin Komando JAT di Poso, atau yang lebih dikenal dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT)," jelasnya.

Ia menerangkan, salah satu anggota JAT yang lain bernama Bahrumsyah ditunjuk menjadi pemimpin Komando Mujahidin Indonesia Barat (MIB).

Berdasarkan hasil pendalaman saat itu pada 2009, Dulmatin menetapkan Aceh sebagai episentrum aliansi kelompok jihad Lintas Tanzim Aceh, dan menjadikan Aceh sebagai Qoidah Aminah atau daerah basis pelatihan militer.

Baca juga: Dari Komitmen Rp 4 M, Azis Syamsuddin Baru Setor Rp 3,1 Miliar kepada AKP Robin dan Maskur Husain

"Kepolisian berhasil mengendus kegiatan latihan militer mereka di daerah Jantho Aceh, dan memburu semua peserta pelatihan itu termasuk Abu Bakar Ba’asyir."

"Dulmatin tewas dalam kontak tembak dengan Densus 88 di daerah Ciputat setahun berikutnya."

"Salah satu peserta, Santoso alias Abu Wardah, lari ke Poso dan ditahbiskan sebagai Amir Asykari sayap militer JAT cabang Poso," beber Aswin.

Baca juga: Siang Ini Partai Gokar Bakal Bersikap Soal Azis Syamsuddin yang Ditahan KPK

Pada 2010, Santoso dalam pelariannya melaksanakan Qoidah Aminah Tanzim jihad Negara Islam.

Aswin menuturkan, Santoso melakukan perekrutan anggota, mengumpulkan senjata, dan melakukan pelatihan militer di Gunung Mauro, Gunung Biru, dan Tamanjeka.

"Semuanya di wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah."

Baca juga: KPK Tangkap Azis Syamsuddin, Boyamin Saiman: Pengalihan Isu Pemberhentian 56 Pegawai

"Berkat kegigihannya tersebut, Santoso diangkat menjadi pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada tahun 2012," ungkap Aswin.

Selama masa kepemimpinan Santoso, kata Aswin, berbagai aksi teror dilakukan oleh MIT.

Tidak lama Santoso dilantik, MIT membunuh seorang warga sipil bernama Hasman Mao di Desa Masani, Poso Pesisir.

Baca juga: Tak Semua Warga Punya Smartphone, Pemerintah Diminta Siapkan Aplikasi PeduliLindungi di Tempat Umum

12 hari kemudian, MIT juga membunuh dua orang anggota kepolisian, Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman.

Pada tahun yang sama, Santoso bersama MIT melakukan berbagai aksi penembakan terhadap warga di kelurahan Kawua, dan rumah dinas Kapolsek Poso Pesisir Utara.

"Pada tahun 2014, MIT melakukan pembunuhan terhadap petani di Poso bernama Muhammad Amir dan Fadli."

Baca juga: Butuh Sejumlah Regulasi, Pendaftaran Aplikasi PeduliLindungi ke PSE Kemenkominfo Sedang Berproses

"Empat hari pasca-Natal di tahun yang sama, MIT melakukan penculikan terhadap tiga warga Tamadue, Harun Tabimbi, Garataudu dan Victor Palaba."

"Satu di antaranya dibunuh secara brutal," terang Aswin.

Pada awal 2015, MIT membunuh tiga warga di desa Tangkura, Kabupaten Poso.

Baca juga: Divonis 4 Bulan 15 Hari Penjara Atas Kasus Senjata Api Ilegal, Kivlan Zen: Dendam Politik Wiranto

Setahun setelahnya atau 2016, Satgas Tinombala terlibat kontak tembak dengan kelompok teroris MIT yang berhasil menewaskan Santoso alias Abu Wardah.

"Pada tahun yang sama, Satgas juga berhasil menangkap tokoh MIT lainnya, Basri."

"Berkat terbunuhnya Santoso dan penangkapan Basri, muncul pemimpin baru dari MIT, yakni Ali Kalora," terangnya.

Baca juga: Azis Syamsuddin Mengundurkan Diri dari Posisi Wakil Ketua DPR, Golkar Siapkan Penggantinya

Di bawah kendali Ali Kalora, Aswin menyebut MIT Poso tidak menghentikan aksi terornya.

Pada awal Agustus 2017, MIT menembak mati petani di wilayah pegunungan Pora, desa Parigimpuu, Parigi Barat, Parigi Moutong.

Pada 2018, lanjutnya, pembunuhan terhadap warga sipil berlanjut yang terjadi seminggu setelah Natal.

Baca juga: Bareskrim: Calon Tersangka Penganiaya Muhammad Kece Ada 6 Orang

MIT membunuh seorang warga di Desa Sausu dengan cara dipenggal.

"Hingga akhir tahun 2020, MIT membantai empat orang di Kabupaten Sigi, dan membakar rumah warga."

"Brutalitas MIT ternyata tidak berkurang meski anggota kelompok tersebut berkurang satu per satu, setelah terlibat kontak tembak dengan aparat," ucap Aswin. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved