Elpiji 3 Kilogram Langka

Andri Permana Nilai Gaduh Soal Elpiji 3 Kilo Pengaruhi Kinerja 100 Hari Pertama Prabowo Subianto

Apapun yang melatar belakangi pemerintah dalam melakukan redistribusi gas LPG bersubsidi hendaknya dilakukan perencanaan yang matang

Penulis: Gilbert Sem Sandro | Editor: Joseph Wesly
TribunTangerang.com/Gilbert Sem Sandro
GADUH GAS MELON- Wakil Ketua DPRD Andri S Permana saat ditemui di kantornya di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang, Banten, Senin (6/1/2024). Andri mengatakan gaduh soal elpiji 3 kilo pengaruhi kinerja 100 hari pertama Prabowo Subinato. (TribunTangerang.com/Gilbert Sem Sandro) 

Laporan Wartawan,
TRIBUNTANGERANG.COM, Gilbert Sem Sandro

TRIBUNTANGERANG.COM, TANGERANG- Dalam kurun waktu satu pekan terakhir masyarakat di berbagai daerah Jabodetabek dihebohkan dengan langkanya pasokan gas LPG 3 kilogram (kg).

Hal tersebut terjadi usai dilarangnya pengecer seperti warung kelontong menjual langsung gas elpiji berwarna hijau itu langsung ke masyarakat atau hanya melalui pangkalan yang telah ditetapkan saja pada Sabtu (1/2/2025) lalu.

Akibatnya kekacauan terjadi lantaran untuk dapat membeli satu tabung gas LPG 3 kg memerlukan waktu hingga berjam-jam usai mengantre ratusan meter.

Mendapati hal tersebut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI langsung turun ke berbagai daerah guna menyaksikan langsung kesulitan tersebut.

Setelah menimbulkan polemik dan berbagai komentar negatif, pemerintah akhirnya membatalkan kebijakan yang baru diterapkan belum sampai satu minggu itu.

Menyikapi hal tersebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang turut angkat bicara.

Wakil Ketua 1 DPRD Kota Tangerang, Andri S Permana menilai, alasan yang melatarbelakangi kegaduhan gas LPG 3 kilogram itu ialah perencanaan yang tidak sempurna sebelum kebijakan diterapkan.

Baca juga: Kebijakan Bahlil Belum Terlaksana, Pangkalan Gas 3 Kg di Cibodas Kota Tangerang Masih Dipadati Warga

Pasalnya adanya perubahan pola pembelian gas elpiji melon itu membuat masyarakat yang belum terbiasa atau minim sosialisasi menjadi panik dan tidak terkendali.
 
"Apapun yang melatar belakangi pemerintah dalam melakukan redistribusi gas LPG bersubsidi hendaknya dilakukan perencanaan yang matang," ujar Andri kepada TribunTangerang.com, Rabu (5/2/2025).

"Karena proses perpindahan alur distribusi dari pengecer yang lebih dekat dengan pembeli dan akhirnya disentralisasi di pangkalan yang akhirnya menimbulkan keresahan sosial karena ada pola perilaku yang berubah di masyarakat," sambungnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pemerintah harus segera menemukan solusi atas permasalahan yang tak kunjung larut itu.

Terlebih sejak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut pengecer dapat kembali menjual gas subsidi, keputusan tersebut belum juga terealisasi di pemukiman masyarakat kecil.

Evaluasi kebijakan tersebut dilakukan untuk memastikan kondusifitas di masyarakat segera terkendali terkhusus dalam menyambut Bulan Ramadan 2025 nanti.

Baca juga: Kena Prank, Pengecer di Pamulang Keluhkan Pasokan Elpiji 3 Kilo Belum Tiba meski Sudah Dijanjikan

"Keresahan ini menimbulkan kepanikan yang berpotensi menunjukan konflik sosial di masyarakat, harusnya pemerintah segera melakukan evaluasi terkait penerapan redistribusi gas LPG bersubsidi ini," kata dia.

"Karena momentumnya menjelang bulan puasa, saya yakin masyarakat tidak butuh kebijakan yang tak populis seperti ini," tegasnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved